Kalo baca artikel ini, kesannya bahwa perempuan di zaman sekarang jika menikah
harus punya kekuatan ekonomi, supaya tidak mudah mendapat KDRT.
Apa gak kebalik? Justru banyak perempuan menikah karena tak punya kekuatan 
ekonomi.
Suamilah yg harus bertanggungjawab terhadap urusan ekonomi. Kan begitu aturan 
klasiknya.
Di agama suamilah yg 'wajib' memberi duit bagi isterinya.
Jika istri punya penghasilan tidak wajib baginya untuk ikut bertanggungjawab 
urusan biaya rumahtangga.
Dengan kata lain duit milik perempuan/isteri dipergunakan sesuka hati, kecuali 
kalo memang sama2 sepakat
penghasilan berdua digunakan untuk keperluan rumahtangga, tapi sebaiknya suami 
juga ikut berpartisipasi 
dalam urusan rumah tangga.


Salam, 
l.meilany


  ----- Original Message ----- 
  From: Dwi W. Soegardi 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, June 11, 2008 9:11 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Marissa Haque: Berdayakan Ekonomi Perempuan Cegah 
KDRT


  
http://www.kompas.com/read/xml/2008/06/11/20452112/berdayakan.ekonomi.perempuan.cegah.kdrt.

  Berdayakan Ekonomi Perempuan Cegah KDRT

  Rabu, 11 Juni 2008 | 20:45 WIB

  PEKALONGAN, RABU - Untuk menanggulangi berbagai kasus kekerasan dalam
  rumah tangga (KDRT), perlu adanya pemberdayaan ekonomi perempuan.
  Apabila perempuan mampu menghasilkan uang, posisi tawar terhadap suami
  akan meningkat, sehingga suami tidak mudah melakukan kekerasan terh
  adap isteri.

  Hal itu disampaikan artis dan politisi, Marissa Haque dalam acara talk
  show bertema 'Kekerasan dalam Rumah Tangga' di Radio Kota Batik Kota
  Pekalongan, Rabu (11/6). Selain Marissa, pembicara lain dalam acara
  tersebut adalah Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
  Berencana Kota Pekalongan, Candra Herawati, dan Psikolog dari Lembaga
  Perlindungan Perempuan Anak dan Remaja Kota Pekalongan, Nur Agustina.

  Menurut Marissa, selama ini salah satu kendala dalam penanganan KDRT
  yaitu adanya ketergantungan ekonomi perempuan terhadap suami. Selama
  isteri terus menggantungkan hidup pada suami, posisi tawarnya akan
  rendah. Terlebih dengan meningkatnya biaya hidup, penghasilan suami
  akan semakin terbatas untuk mencukupi kebutuhan. Potensi munculnya
  kekerasan akan semakin besar.

  Oleh karena itu, perlu adanya pemberdayaan ekonomi perempuan. Apabila
  perempuan mampu menghasilkan uang, posisi tawar terhadap suami akan
  tinggi. Pasalnya, faktor ekonomi merupakan salah satu ujung tombak
  dalam menjaga keutuhan rumah tangga. "Jadi penanganan KDRT tidak cukup
  hanya dengan polisi atau LSM bekerja," ujarnya.

  Marissa mengatakan, pemberdayaan ekonomi perempuan dapat dilakukan
  dengan memberikan pinjaman modal kerja dan pendampingan usaha kepada
  mereka. Selama ini, perempuan lebih telaten dalam mengelola keuangan.
  Mereka juga lebih tertib dalam mengembalikan pinjaman, karena terikat
  oleh lingkungannya. Persentase keberhasilan pemberdayaan usaha
  perempuan dengan pemberian pinjaman modal usaha mencapai sekitar 90
  persen.

  Meskipun perempuan mampu menghasilkan uang untuk menopang ekonomi
  keluarga, ia tetap harus menjadikan suami sebagai pemimpin. Menurut
  dia, keluarga harus dibangun bersama-sama, dan bukan oleh salah satu
  pihak saja.

  Candra Herawati mengatakan, pemberdayaan ekonomi perempuan di Kota
  Pekalongan sudah dilakukan melalui program usaha peningkatan
  pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS). Hal itu sudah berlangsung sejak
  empat bulan lalu.

  Pemberdayaan dilakukan dengan pemberian pinjaman modal usaha kepada
  sejumlah kelompok UPPKS di Kota Pekalongan. Dari 312 kelompok yang
  ada, 215 diantaranya sudah mendapatkan pinjaman. Sebanyak 40 kelompok,
  masing-masing mendapatkan pinjaman sebesar Rp 5 j uta per kelompok,
  sedangkan sisanya masing-masing mendapatkan pinjaman Rp 1 juta per
  kelompok. Hingga saat ini, persentase pengembalian pinjaman sudah
  mencapai 31 persen.

  Siwi Nurbiajanti


   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke