Halo juga mas Aman,

Sebenarnya banyak isu yg terkait ya... melebar ke korupsi segala hehehe.
Menurut saya ada dua masalah.

Pertama, persoalan representasi yang kemudian dikaitkan dng fungsi2
ke-dewan-annya spt legislasi, pengawasan dan anggaran menyangkut persoalan
gimana mereka menjalankan tugasnya, utamanya dlm soal kepekaan politik
mereka dan kemampuan mereka menyerap dan mengolah aspirasi dan kepentingan
konstituennya menjadi sebuah kebijakan yg menguntungkan masyarakat. Bahwa
anggota2 dewan yg sekarang dodol-dodol, adalah satu persoalan tersendiri
yang sebaiknya tidak dibawa ke arah penghilangan salah satu pilar demokrasi
yg penting, hehehe. Masalah punya sikap apatis thd pemilu dan anggota dewan,
itu pandangan dan pilihan pribadi yang agaknya kita punya kesamaan dalam hal
itu :-) Tapi ini pilihan pribadi yg dibedakan dari pilihan pribadi lain yg
berusaha memperjuangkan agar mesin demokrasi bisa berjalan dng baik.
Maksudnya, "selemah-lemahnya" iman, kritik thd mereka harus tetap disuarakan
gitu lho :-)
Persoalannya kan ada relasi yg tidak terbina, antara anggota dewan dan
konstituennya. Dan gak semua anggota dewan spt itu. Ada juga yg benar2
memperhatikan konstituennya, rajin mendatangi mereka dan memperjuangkan
kepentingannya... dan mereka anggota dewan yg perempuan! :-) Dan karena
mereka cerdas dan konsekuen, mereka punya posisi tawar yg tinggi utk pemilu
2009, menolak tawaran partai kalau ditempatkan di nomor urut sepatu :-)
Plus, tidak ada mekanisme "hukuman" dari para konstituen atau pemilih thd
anggota dewan yg tidak baik kinerjanya (taelah, diplomatis banget bahasanya
hehehe..)

Kedua, persoalan korupsi (politik). Kalau ini, panjang pembahasannya hehehe.
Dimana-mana, korupsi memang sudah merajalela dan spt sarang laba2.
Alternatif yg baru dibahas sama temen2 disini adalah "babat habis" semua
koruptor. Padahal, bisa jadi ada alternatif lain. Kita "adu" aja tuh para
pemain korupsinya. Yg ngadu diberi "ampunan" berupa keringangan hukuman dan
harus insyaf. Penyebab utama mereka korupsi kan lingkungan... karena orang2
sekitar gue korupsi, ikutan aaaaaah... jadi intervensinya pun harus yg
mendorong lingkungan yg bikin orang gak berani korupsi (lagi). KPK sudah
mulai bermain bagus dlm hal ini. Setidaknya, pejabat2 sudah mulai berhati2
ketika menelpon, hahahaha... walaupun reaksinya kemudian adalah,
mengorbankan "pion" demi menyelamatkan para bidak2 yg lebih tinggi
derajatnya. Tapi kalau KPK dibiarkan maju sendiri, mana mungkin tercipta
komunitas yg benci korupsi?

Kalau saya pribadi sih, lebih tertarik menganalisa putusan korupsi dari
jaman pengadilan (dan kejaksaan) masih berjaya sampe bobrok spt sekarang,
mau liat pola2nya spt apa. Rencana yg udah kepikiran dari dulu tp belum
terwujud sampe sekarang. Mudah2an tahun ini atau tahun depan bisa
diwujudkan. Pasti mabok baca putusan dan buku2 sih.... mabok-mabok tapi
rasanya nikmat, gitu lho hehehe... selama ini, kalaupun ada "eksaminasi" thd
putusan, itu lebih faktor politis.. putusan yg kontroversial aja...
sebenarnya saya lebih suka kerja2 yg panjang dan mendalam, tapi jarang
banget bisa kerja spt itu. Entah kenapa, jaman modern serba cepat ini, orang
pengennya yg cepet2 aja... mulai dari fast food, fast love :P, fast
development, fast nation.. hehehe... emangnya identitas kebangsaan dijual di
menu restoran KFC? :-)

mulai ngelantur,
Herni


2008/8/26 Aman FatHa <[EMAIL PROTECTED]>

>   Oh maaf, Bu. Di Indonesia selalu ada pengecualian, hahaha. Legislasi,
> pengawasan, dan anggaran itu kan tugas di atas kertas, toh. Seringkali
> tinggal tanda tangan aja sudah cukup ah :P
>
> Di Indonesia ini, meskipun dengan upaya pemberantasan yang luar biasa,
> korupsi tetap saja menjadi tujuan. Orang-orang kan mikirnya begini, korupsi
> 4M akibatnya hanya berpindah alamat dari rumah lama ke Cipinang atau LP
> lainnya. Paling-paling juga 2 tahun. Lha, kalau jadi Dirut perusahaan
> dengan
> gaji 15 juta per bulan aja butuh waktu lebih dari 2 tahun untuk bisa
> mencapai 4 M. Wajar ngga kalau banyak orang bercita-cita ingin jadi
> koruptor. Apalagi, sudah memiliki bakat terpendam, hahaha. Tunggu serial
> buku anak, "Aku Ingin Jadi Koruptor" hahahaha.
>
> Maaf saja, saya termasuk orang yang apatis dengan namanya Pemilu. Pesimis
> dengan segala alasan apa pun yang sering dijadikan topeng kebusukan oleh
> mereka-mereka itu. Pemilu hanya pekerjaan yang useless, buang-buang duit
> negara, dan tidak ada manfaatnya sama sekali. :P
>
> Salam
>
> From: wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>
> [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com<wanita-muslimah%40yahoogroups.com>]
> On Behalf Of h.s nurbayanti
> Sent: Monday, August 25, 2008 3:24 PM
> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>
> Subject: Re: [wanita-muslimah] Apa Tugas Utama Anggota Dewan dan Para
> Caleg?
>
>
> tugas itu berakar dari fungsi...
> kalo kata peraturan dan tradisi yg berlaku di negara2 demokratis, fungsinya
> ada 3:
> legislasi, pengawasan dan anggaran.
> tapi ada satu fungsi yg menjadi dasar dari fungsi2 itu..
> fungsi paling dasar banget yg sering dilupakan:
> representasi.
>
> pertanyaan besarnya adalah:
> sudahkan mereka merepresentasikan kita?
> kalau belum, ya tendang aja :-)
> ini cara kita menghukum mereka yg tidak layak.
> makanya ada yg usul, pemilunya jangan 5 tahun, 2 atau 3 tahun yg ideal.
>
> 2008/8/25 Aman FatHa <[EMAIL PROTECTED] <aman.fatha%40gmail.com><mailto:
> aman.fatha%40gmail.com <aman.fatha%2540gmail.com>> >
>
>
> > Sudah sejak dua minggu ini saya, Mbak Yayat
> > <http://lovelyblink.multiply.com/> , dan Mbak Henny berencana ingin
> > bertemu
> > dengan Indra J. Piliang. Hal ini tidak lain karena ada naskah beliau yang
> > masuk ke meja redaksi dan sedang dalam proses review. Kebetulan naskah
> > tersebut berbicara tentang Semiotika, dan saya yang bertugas melakukan
> > review-nya. Namun, hingga kini rencana tersebut belum juga terlaksana.
> > Barangkali ini disebabkan kesibukan Indra J. Piliang yang semakin
> > meningkat,
> > apalagi ketika menjelang Pemilu 2009. Selain itu, tim editorial juga
> sedang
> > mengalami load naskah yang cukup banyak sehingga beberapa proses menjadi
> > lamban penyelesaiannya.
> >
> > Saya pikir, Pak Indra J. Piliang juga tidak akan mempersoalkan
> > keterlambatan
> > penanganan naskah ini karena beliau sendiri tidak punya banyak luang
> untuk
> > membicarakannya lebih jauh. Alasan kedua, naskah ini sendiri tidak
> terikat
> > dengan suatu event tertentu sehingga harus kejar tayang dalam waktu yang
> > cepat.
> > Di luar persoalan itu semua, ada fenomena unik yang terjadi di antara
> kami
> > setiap kali membicarakan tentang naskah ini, terutama tentang penulisnya.
> > Bagaimana tidak, di luar sana berita tentang keluarnya Indra J. Piliang
> > dari
> > patron netral, yang ia geluti selama ini sebagai pengamat politik,
> menjadi
> > seorang partisipan politik sangat heboh. "Golkar lagi," kata Mbak Yayat.
> > Rencana bertemu Indra J. Piliang pun semakin kuat. Jika pada awalnya
> untuk
> > membicarakan naskahnya yang sedang ada di tangan saya, sekarang justru
> > muncul "ide baru tentang sesuatu". Sorry, ide itu tidak perlu saya
> sebutkan
> > di sini karena rahasia, hehehe. Lagi-lagi, hingga kini kami belum
> menemukan
> > waktu yang tepat untuk membuat jadwal pertemuan. Meskipun demikian, isu
> > Indra J. Piliang masuk Golkar tetap saja hangat dalam pembicaraan kami.
> > Apalagi, posisinya tidak main-main. Banyak orang mengakui siapa dia
> sebagai
> > pribadi, sebagai pengamat, dan sebagai intelektual. Dan, dalam pencalonan
> > partai Golkar, dia ditempatkan pada posisi nomor topi, bukan nomor
> sendal.
> > Saking lamanya rencana ingin bertemu ini dan tidak kunjung terealisasi,
> > sosok Indra J. Piliang menjadi bayang-bayang yang saya rasa terus
> menguntit
> > saya, dan kadang-kadang pula justru saya yang menguntit dia. Debat dan
> > diskusi politik yang terjadi seakan-akan terpampang di depan mata saya,
> > padahal pada dasarnya saya sendiri tidak menghadirinya dan tidak pula
> > menontonnya.
> > Hingga, suatu ketika terjad lagi debat terbuka tentang pilihan politik
> > dalam
> > ilustrasi imajenar. Indra J. Piliang duduk di kursi depan sebagai seorang
> > pembicara utama di antara sederet tokoh-tokoh pembicara lainnya. Mereka
> > adalah orang-orang yang semula netral politik praktis, lalu menentukan
> > pilihan politik. Tentu saja, secara khusus pada musim pencalonan seperti
> > saat ini. Termasuk juga di antara para pembicara itu sederet artis-artis
> > cantik dan tampan. Orang-orang yang sebulan-dua bulan yang lalu tidak
> > terdengar berbicara tentang negara, tentang kesejahteraan, tentang
> > kesengsaraan rakyat, tentang nasib para buruh dan TKI, dan seterusnya.
> > Tiba-tiba kini menjadi para ahli dan pakar dalam berbagai masalah yang
> > dihadapi bangsa ini.
> > Ah sudahlah itu! Memang fenomena negri ini ditakdirkan seperti itu.
> > Fokus perhatian saya waktu itu hanya mengarah kepada Indra J. Piliang.
> > Berbagai pertanyaan tentang politik, visi, misi, program, hingga alasan
> > kenapa memilih Golkar dijawabnya dengan lugas, tangkas, penuh semangat,
> dan
> > percaya diri. Terbetik di dalam benak saya untuk mengajukan pertanyaan
> > kepadanya. Barangkali juga kepada para tokoh yang hadir sebagai pembicara
> > pada waktu itu.
> > Akhirnya saya acungkan tangan, kemudian bertanya, "Pak Indra, tugas
> anggota
> > dewan dan para caleg itu sebenarnya apa sih?"
> > Pak Indra menjawabnya dengan panjang lebar, begini.. begini.. berdasarkan
> > Undang-Undang, Peraturan-Peraturan, Ketentuan-Ketentuan, berdasarkan
> > pijakan
> > etika dan moral, berdasarkan posisi dan tugas, berdasarkan tujuan dan
> > sasaran, dan seterusnya dan seterusnya. Setelah mendengar penjelasannya,
> > saya nekat memberi komentar balik:
> > "Maaf, jawaban Bapak itu salah semua. Tugas utama para anggota dewan dan
> > caleg adalah 'mendongkrak suara'. Seandainya sekarang ini adalah proses
> > 'fit
> > and proper test', dengan berat hati Bapak saya nyatakan tidak lulus,
> > hahahaha!"
> >
> >
>
> http://www.aman.web.id/2008/08/25/apa-tugas-utama-anggota-dewan-dan-para-cal
> > eg/512/
> >
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
> >
> >
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke