Salam, Abah.

Kalau penjelasan yang seperti ini saya salut pada Abah. Dan, kalau bisa Abah 
justru menulis yang bisa mencerahkan seperti ini.

Tapi, terus terang saya kecewa lho kalau adu pendapat sama Abah, karena Abah 
tampak sekali ngotot hanya untuk membenarkan apa yang Abah sampaikan. Tentu 
kritik saya ini tidak membuat Abah marah kan?

Contohnya begini Abah, kalau Abah kepepet suatu argumen dan argumen itu 
dilandasi oleh pendapat ulama -yang tidak sepaham dengan Abah-- lantas Abah 
katakan "itu kan pendapat orang".  Tetapi, ketika Abah memberi jawaban tentang 
kaidah dan asal-usul kata "Allah" dalam tinjauan gramatika, Abah justru 
menganggap benar 100% terhadap pandangan ulama yang menyatakan kata "Allah" 
bukan bentukan dari al-ilaah, tanpa berani membedahnya, gimana ini Abah..... 
Padahal, secara gramatika tak ada "allaahan, allaahin, dan allaahun", sedangkan 
nama "muhammad saja memenuhi kaidah tanwin seperti muhammadan, muhammadin, dan 
muhammadun". Mengapa kata "allaah" tidak ada tanwinnya, ya karena dibentuk dari 
"al-ilaah". Abah pasti tahu kalau ada "al" yang disandangkan pasti tak ada 
fathatayn, kasratayn, maupun dhamatayn.

Sekian dan terima kasih Abah, dan saya tidak perlu menunggu jawaban dari Abah 
karena saya sudah paham terhadap pendirian Abah.

Wassalam,

chodjim  

  ----- Original Message ----- 
  From: H. M. Nur Abdurahman 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Sunday, February 07, 2010 5:54 PM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Fw:i SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT MENJADI 
MODAL UNTUK SALING MEMAHAMI DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI


    

  ----- Original Message ----- 
  From: "sunny" <am...@tele2.se>
  To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
  Sent: Sunday, February 07, 2010 23:46
  Subject: [wanita-muslimah] Fw:i SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT MENJADI MODAL 
UNTUK SALING MEMAHAMI DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI

  Ada komentar?
  
################################################################################
  HMNA:
  Sebenarnya di dalam tubuh syiah sendiri terdapat beragam jenis aliran, 
sehingga kita tidak bisa mengatakan bahwa semua syiah itu pasti sesat dan 
menyimpang. Semua harus dirinci satu per satu, agar kita tidak terjebak dengan 
pendiskreditan sebuah kelompok.

  Sebagian kalangan syiah ada yang sampai mengingkari kekhalifahan Abu Bakar 
ra., Umar bin Al-Khattab ra. dan Utsman ra. Bahkan ada juga yang lebih parah 
dari itu, yakni sekte Sabaisme berkeyakinan bahwa Jibril salah menurunkan wahyu 
kepada Muhammad, seharusnya kepada Ali bin Abi Thalib. 

  Sebagian dari kelompok syiah yang menyimpang adalah mereka yang mengaku-ngaku 
memiliki mushaf Al-Qur'an versi mereka sendiri. Dan isinya tidak sama dengan 
mushaf yang dikenal sekarang ini. 

  Kalau kita rununt ke belakang, sebenarnya di zaman para shahabat, paham 
aqidah yang keliru seperti ini belum lagi muncul. Bahkan Hasan dan Husein serta 
Ali Zaenal Abidin yang sering mereka klaim sebagai imam mereka pun tidak tahu 
menahu dengan kekkeliruan ini. Kekeliruan ini baru muncul jauh di kemudian 
hari, setelah generasi para shahabat dan sebagian tabi'in telah meninggal. 
Aktor intelektual di belakang semua ini tidak lain adalah Abdullah bin Saba', 
yang dalam sejarah otentik terbukti menjadi provokator di wilayah-wilayah 
Islam. Tokoh ini telah menyebarkan fitnah, berita bohong, kebencian kepada para 
shahabat serta menanamkan pahm-paham yang merusak Islam dari dalam. Dia tidak 
lain adalah yahudi Yaman yang berpura-pura masuk Islam (dalam skala kecil 
sekali boleh jadi si dullatip termasuk orang yang seperti ini, berpura-pura 
masuk Islam untuk merusak Islam dari dalam). 

  Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu sebagai tokoh yang dijadikan umpan 
oleh Abdullah bin Saba' untuk memunculkan konflik di antara para shahabat, 
bukan tidak tahu ulahnya. Bahkan beliau berkehendak untuk membunuhnya. Namun 
atas nasehat dari Abdullah bin Abbas ra, musuh Islam itu tidak jadi dibunuh 
namun di buang ke Madain. 

  Namun tidak semua kalangan yang dinisbahkan kepada syiah beraqidah seperti 
yang dikemukakan di atas. Banyak diantara mereka yang tidak sampai sejauh itu. 
Bahkan sebagian mereka tetap berkitabsucikan Al-Qur'an (saya punya Al-Quran 
cetakan Qom yang tidak ada bedanya dengan mushhaf 'Utsmani). Juga mengakui 
kekhalifahan tiga shahabat utama sebelum Ali bin Abi Thalib. Sebagian mereka 
juga tidak mendiskreditkan para shahabat nabi yang mulia, juga tidak 
mengkafirkannya apalagi menghalalkan darahnya. Kepada kalangan 'syiah' seperti 
ini, tentu kita menerima mereka apa adanya. 

  Bahkan mazhab fiqih Imam Zaid bin Ali Zainal Abidin (w. 122 H) yang menjadi 
tokoh Syiah Zaidiyah, termasuk salah satu rujukan fiqih yang bisa diterima 
dalam khazanah fiqih Islam ahlussunnah. Bisa dikatakan bahwa mazhab fiqih 
beliau termasuk mazhab ke lima setelah keempat mazhab lainnya dalam 
ahlussunnah. Fiqih Zaidiyah ini secara umum nyaris tidak berbeda dengan fiqih 
Ahlisunnah, kecuali pada beberapa point saja. Misalnya, tidak mengakui adanya 
masyru'iyah (mengusap sepatu, tidak membukanya tatkala wudhuk), mengharamkan 
sembelihan ahli kitab, mengharamkan laki-laki muslim menikahi wanita ahli 
kitab. Namun tidak seperti rekan mereka, syiah Imamiyah (yang berkuasa sekarang 
di Republik Islam Iran), ternyata Syiah Zaidiyah tidak menerima konsep nikah 
mut'ah (kawin kontrak, jangan dirancukan dengan Mu'tah yang nama tempat). 
Mereka mengharamkan mut'ah sebagaimana ahlussunnah mengharamkannya. Fyi, salah 
seorang sahabat saya Prof H. 'Umar Syihab, salah satu Ketua MUI, kakak kandung 
Prof. HM Quraisy Syihab, tidak mengharamkan nikah mut'ah. Mereka menambahkan 
lafadz, "Hayya 'ala khairil amal" di dalam lafadz adzan serta bertakbir lima 
kali untuk
  shalat jenazah.

  Sedangkan syiah Imamiyah (yang berkuasa sekarang di Republik Islam Iran) yang 
dimotori oleh Abu Abdullah Ja'far Ash-Shadiq (80-148 H), dalam banyak hal juga 
punya persamaan dengan fiqih ahlussunnah. Secara umum, pendapat mereka banyak 
sekali persamaan dengan fiqih mazhab As-Syafi'iyah, kecuali pada 17 perkara. 
Misalnya tentang bolehnya nikah mut'ah, haramnya sembelihan ahli kitab dan 
menikahi wanitanya, mengharuskan adanya saksi dalam talak pernikahan, tidak
  mengakui masyru'iyah mengusap sepatu, serta menambahkan lafadz "Asyhadu anna 
'aliyyan waliyyallah" dan "hayya 'alaa khairil 'amal" dalam adzan.

  Karena itu, dalam masalah pandangan kita kepada kelompok Syiah, kita perlu 
merinci dengan detail, tidak asal menilai, agar terhindar dari tuduhan yang 
bukan pada tempatnya. Namun bila telah nyata terbukti menyimpang dari aqidah 
yang benar, tentu kita tidak ragu-ragu untuk menegurnya serta meluruskannya. 
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa siapa yang melihat kemungkaran, maka 
ubahlah dengan tangannya, atau dengan lidahnya, atau dengan hatinya. 
  
################################################################################################

  ----- Original Message ----- 
  From: Ali Al Asytar 
  To: lan...@yahoogroups.com 
  Sent: Sunday, February 07, 2010 11:41 AM
  Subject: SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT MENJADI MODAL UNTUK SALING MEMAHAMI 
DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI

  Catatan Wan Hadi dari Malaysia

  PERBEDAAN PANDANGAN ANTARA SYI'AH DAN AHL-SUNNAH AL-ASY'ARI 
  TENTANG SAHABAT 
  (catatan ini dibuat agar kita bisa saling memahami)

  Kenapa Ahl-Sunnah Al-Asy'ary (ini hanya guna memudahkan istilah karena 
terdapat beberapa golongan dalam Ahl-Sunnah dalam Akidah mereka hingga taraf 
saling mengkafirkan , sebagai contoh Imam Syafi'I mengkafirkan siapa saja yang 
berpaham Mujasimah , sementara Al-Asy'ari menyiratkan sebaliknya, demikian juga 
Al-Asy'ari mengkafirkan paham Muntzilah dan Murjiyah , sementara Imam Hanafi 
adalah berpaham Murjiyah.

  Mengapa hanya Ahl-Sunnah Al-Asy'ari yang dibandingan? , karena selalu saja 
golongan ini yang menolak penyatuan Sunnah dan Syi'ah , ketika yang lain 
mendukung dengan mendahulukan ukhuwah Islamiyah dan Akhlak dibanding Madzhab 
maka kelompok ini (yang diwakili Wahabi) selalu menolak dengan cara 
mengkafirkan Madzhab Syi'ah, dan tidak mau kompromi untuk pendekatan antar 
Madzhab.

  Inilah perbedaan pandangan dalam menilai sahabat antara SYi'ah dan Ahl-Sunnah 
al-Asy'ari.

  SYI'AH : Sahabat ada yang baik, ada yang jahat dan ada yang munafiq 
(berdasarkan nas). Oleh karena itu para sahabat harus dinilai dengan al-Qur'an 
dan Sunnah Nabi Saw (yang tidak bertentangan dengan al-Qur'an secara 
keseluruhan). 

  Segala bentuk pujian atau celaan dari Allah swt kepada mereka adalah dari 
Sifat fi'l (sementara), bukan dari Sifat Zat (kekal). Karena disebabkan 
sifatnya sementara (saat itu) selanjutnya tergantung dari kelakuan/ perbuatan 
mereka kemudian apakah bertentangan dengan nas atau tidak.

  AHL-SUNNAH : Kepatuhan kepada semua Sahabat (Sa'ira Ashab al-Nabi) 
(al-Ibanah, hlm. 12) kenyataan al-Asy'ari memberikan implikasi:
  a) Sahabat semuanya menjadi ikutan. Tidak ada perbedaan di antara Sahabat 
yang mematuhi nas, dan Sahabat yang bertentangan nas. 

  b) Mentaqdiskan (mensucikan) Sahabat tanpa menggunakan penilaian al-Qur'an, 
sedangkan banyak terdapat ayat-ayat al-Qur'an yang mencela perbuatan mereka, 
karena mereka bertentangan dengan nas (lihat umpamanya dalam Surah al-Juma'at 
(62): 11). 

  c) Mengutamakan pendapat sahabat dari hukum Allah (swt) seperti hukum 
seseorang yang menceraikan isterinya tiga kali dengan satu lafaz, walau menurut 
al-Qur'an jatuh satu dalam satu lafaz dalam Surah al-Baqarah (2): 229, yang 
terjemahannya,"Talak (yang dapat dirujuk) dua kali." Tetapi ketika Khalifah 
Umar mengatakan jatuh tiga mereka mengikuti (al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa', 
hlm. 137), Ahl-Sunnah al-Asya'irah menerimanya dan dijadikannya "hukum" yang 
sah sekalipun bertentangan nas (al-Farq baina l-Firaq, hlm. 301). 

  d) Mengutamakan Sunnah Sahabat dari Sunnah Nabi Saw seperti membuang 
perkataan Haiyy 'Ala Khairil l-'Amal di dalam azan dan iqamah oleh khalifah 
Umar, sedangkan pada waktu Nabi hal itu merupakan sebagian dari azan dan 
iqamah. Begitu juga Khalifah Umar telah menambahkan perkataan al-Salah Kherun 
mina l-Naum (al-Halabi, al-Sirah, Cairo, 1960, II, hlm. 110). 

  e) Kehormatan Sahabat tidak boleh dinilai oleh al-Qur'an, karena mereka 
berkata: Semua sahabat adalah adil (walaupun bertentangan dengan al-Qur'an dan 
Sunnah Nabi Saw). 

  f) Menilai kebenaran Islam adalah menurut pendapat atau kelakuan Sahabat, dan 
bukan al-Qur'an dan Sunnah Nabi Saw. Mereka berkata kebenaran berada di lidah 
Umar. Karena itu mereka berpegang kepada pendapat Khalifah Umar yang mengatakan 
dua orang saksi lelaki di dalam talak tidak dijadikan syarat jatuhnya talak. 
Sedangkan Allah (swt) berfirman dalam Surah al-Talaq (65): 3, terjemahannya," 
dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil." Mereka juga berkata," 
Iman Abu Bakr jika ditimbang adalah lebih berat dari iman umat ini." Sekiranya 
iman khalifah Abu Bakr itu lebih berat dari iman keseluruhan umat ini termasuk 
iman Umar dan Uthman, kenapa tidak dijadikan kebenaran itu pada lidah Abu Bakr? 
Di tempat yang lain mereka berkata," Nabi Saw tidak segan kepada Abu Bakr dan 
Umar tetapi beliau malu kepada Uthman." Pertanyaannya, kenapa Nabi Saw tidak 
malu kepada orang yang paling berat imannya di dalam umat ini? Dan kenapa Nabi 
Saw tidak malu kepada orang yang mempunyai lidah kebenaran? Pendapat-pendapat 
tersebut telah disandarkan kepada Nabi Saw dan ianya bertentangan nas dan 
hakikat sebenar, karena kebenaran adalah berada di lidah Nabi Saw dan 
al-Qur'an. 

  g) Meletakkan Islam ke atas Sahabat bukan Rasulullah (Saw.), mereka berkata: 
Jika Sahabat itu runtuh, maka runtuhlah Islam keseluruhannya lalu mereka 
jadikan "aqidah" , padahal Sahabat sendiri berkelahi, caci-mencaci dan 
berperang sesama mereka. 

  h) Mengamalkan hukum-hukum Sahabat (Ahkamu-hum) dan Sirah-sirah mereka adalah 
menjadi Sunnah Ahli Sunnah (al-Baghdadi, al-Farq baina l-Firaq, hlm. 309), 
sekalipun bertentangan dengan nas, karena "bersepakat" dengan Sahabat adalah 
menjadi lambang kemegahan mereka. Mereka berkata lagi:"Kami tidak dapati hari 
ini golongan umat ini yang bersepakat atau mendukung semua Sahabat selain dari 
Ahlu s-Sunnah wa l-Jama'ah (Ibid, hlm.304). Karena itu Ahlu l-Sunnah adalah 
mazhab yang mementingkan "persetujuan/ kesepakatan" dari Sahabat sekalipun 
Sahabat kadang bertentangan dengan nas. 

  i) Mempertahankan Sahabat sekalipun Sahabat bertentangan dengan al-Qur'an dan 
Sunnah Nabi SAW dengan berbagai cara , Jika seorang pengkaji ingin mengetahui 
kedudukan sebenarnya tentang sahabat itu sebagaimana dicatat di dalam buku-buku 
muktabar, mereka berkata:" Ini adalah suatu cacian kepada Sahabat sekalipun hal 
itu telah ditulis oleh orang-orang yang terdahulu." Mereka berkata lagi:"Kajian 
tersebut adalah bahaya dan merupakan bara pada "aqidah" mereka, jangan 
dibiarkan hal itu menular di dalam masyarakat." Nampaknya mereka sendiri tidak 
dapat menilai bahan-bahan ilmiah sekalipun mereka berada di institusi-institusi 
pengajian tinggi. Sebaliknya apabila bahan-bahan ilmiah yang mencatatkan 
sahabat tertentu yang melakukan perkara-perkara yang bertentangan al-Qur'an, 
mereka menganggapnya pula sebagai cerita dongeng. Lihatlah bagaimana mereka 
menjadikan sahabat sebagai aqidah mereka walaupun hal itu bukanlah dari rukun 
Islam dan rukun Iman! 

  SYI'AH : Memihak kepada Sahabat yang benar di dalam semua urusan/ perkara.

  AHL-SUNNAH : Tidak memihak kepada semua sahabat jika terjadi pertengkaran 
atau peperangan di kalangan mereka (al-Ibanah, hlm. 12; al-Maqalat, II, hlm. 
324).

  Karena itu pendapat Ahl-Sunnah al-Asy'ari adalah bertentangan dengan firman 
Allah (swt) dalam Surah al-Hujurat (49):9, yang terjemahannya, "Dan jika ada 
dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara 
keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap 
golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga 
golongan itu kembali kepada perintah Allah," 

  Dan juga bertentangan dengan firmanNya dalam Surah Hud (11): 113, 
terjemahannya," Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, 
maka kamu akan disentuh api neraka." Karena itu pendapat al-Asy'ari adalah 
bertentangan dengan nas karena tidak ada pengecualian di dalam mendukung 
kebenaran.

  SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT MENJADI MODAL 
  UNTUK SALING MEMAHAMI 
  DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI
  Wan Hadi, Malaysia 
  
..........................................................................................
  Sabda Rasulullah saww: "Wahai putraku al-Husein, dagingmu adalah dagingku. 
dan darahmu adalah darahku, engkau adalah seorang pemimpin putra seorang 
pemimpin dan saudara dari seorang pemimpin, engkau adalah seorang pemimpin 
spiritual, putra seorang pemimpin spiritual dan saudara dari pemimpin 
spiritual. Engkau adalah Imam yang berasal dari Rasul, putra Imam yang berasal 
dari Rasul dan Saudara dari Imam yang berasal dari Rasul, engkau adalah ayah 
dari semua Imam, yang ke semua adalah al- Qo'im (Imam Mahdi)." (14 Manusia Suci 
Hal 92)

  Salman al-Farisi r.a. berkata:"Aku menemui Rasulullah saww, dan kulihat 
al-Husein sedang berada di pangkuan beliau. Nabi mencium pipinya dan mengecupi 
mulutnya, lalu bersabda: "Engkau seorang junjungan, putra seorang junjungan dan 
saudara seorang junjungan; engkau seorang Imam putra seorang Imam, dan saudara 
seorang Imam; engkau seorang hujjah, putra seorang hujah, dan ayah dari 
sembilan hujjah. Hujjah yang ke sembilan Qoim mereka yakni Al-Mahdi." 
(al-Ganduzi, Yanabi' al Mawaddah)

  [Non-text portions of this message have been removed]



  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke