Refleksi : Bagi yang pro feodalisme dierapkan di NKRI dan suka kawin siri dianjurkan supaya segera bermukin di Pasuruan, selama masih ada tempat.
http://www.antaranews.com/berita/1266490613/ulama-pasuruan-tolak-ruu-nikah-siri Ulama Pasuruan Tolak RUU Nikah Siri Kamis, 18 Pebruari 2010 17:56 WIB | Peristiwa | Pendidikan/Agama | Pasuruan (ANTARA News) - Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Desa Ketapan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, KH Machrus Ali menolak Rancangan Undang-undang Nikah Siri dan mengkritik klausla ancaman pidana terhadap pelaku nikah siri di RUU itu, padahal syariat Islam menyatakannya sah. Ketua Umum Forum Kiai Muda Indonesia ini menjelaskan, nikah siri sangat berbeda dari kawin kontrak (nikah mut`ah) dan meminta pemerintah tidak menyamakan keduanya, sebaliknya perlu melihat langsung kasusnya di lapangan. KH Machrus khawatir, jika pelaku nikah siri dipidanakan maka efek yang bakal terjadi menyuburkan praktik prostitusi, karena sanksi pidana nikah siri hanya 6 bulan - 1 tahun, sementara pelaku prostitusi hanya dipidana kurungan 7 hari. Ia menjelaskan, nikah siri yang terjadi di wilayah Rembang, Pasuruan adalah pernikahan yang dilaksanakan sesuai syariat Agama Islam, yakni syarat dan rukun nikahnya telah terpenuhi, sertua bertujuan membangun keluarga. "Hanya saja pernikahannya tidak dicatatkan ke Kantor Urusan Agama," kata KH Machrus. Ia mengibaratkan itu dengan orang membeli tanah, tapi tidak langsung mendapatkan tanah itu karena menunggu sertifikasinya yang bisa diproses lebih lanjut ketika dana tersedia. Machrus setuju nikah kontrak dilarang atau dipidanakan, karena sejak awal sudah mempunyai berniat kurang baik, yakni pada periode tertentu nikah bisa putus. KH Machrus Ali menyarankan pemerintah mensosilasikan terlebih dulu RUU itu supaya bisa mengetahui duduk persoalan setiap kasus nikah siri. KH Machrus Ali mengakui, latar belakang kasus nikah siri di wilayah Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan, memang kebanyakan faktor ekonomi, sementara jalannya ada dua, melewati kiai atau lewat calo. Pernikahan siri yang dipandu kiai lebih mengutamakan membangun keluarga sejahtera. "Banyak pasangan suami istri yang nikah siri tingkat ekonominya semakin lebih baik," tegasnya. Sebaliknya, jika nikah siri yang dilakukan melalui jasa calo, lebih banyak unsur bisnisnya dibanding membangun keluarga ejahtera, bahkan perempuan yang terjerat calo, sering menjadi korban pemerasan, demikian KH Machrus Ali.(*) PK-MSW/C004/AR09 ++++ http://www.antaranews.com/berita/1266489509/antropolog-kawin-siri-pengaruh-budaya-feodal Antropolog: Kawin Siri Pengaruh Budaya Feodal Kamis, 18 Pebruari 2010 17:38 WIB | Peristiwa | Pendidikan/Agama | Semarang (ANTARA News) - Antropolog Mudjahirin Thohir, Kamis, menilai fenomena kawin siri yang dipraktikan sebagian masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh budaya feodalistik dalam sejarah peradaban negeri ini. "Pada masa kerajaan yang menganut budaya feodalistik kental, seorang raja akan dianggap berwibawa dan berkuasa jika memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan memiliki banyak istri," katanya di Semarang, Kamis. Ia mengatakan, raja-raja zaman kerajaan dulu yang rata-rata beristri banyak sebenarnya tidak lepas dari pengaruh penaklukan oleh kerajaan-kerajaan itu di wilayah-wilayah lain. "Sebab, para istri itu biasanya berasal dari setiap wilayah yang berhasil ditaklukkan dan hal ini sangat memengaruhi kewibawaan raja yang bersangkutan, bahwa raja yang memiliki istri banyak akan disegani," katanya. Menurutnya, budaya feodalistik zaman kerajaan itu sampai saat ini masih memengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia sehingga tidak mengherankan JIka seorang laki-laki bisa memiliki istri lebih dari satu. "Namun, masyarakat saat ini memilih mengambil segi praktisnya, yakni dengan nikah siri atau tanpa mencatatkan perkawinan ke lembaga yang berwenang. Hal ini justru menunjukkan sikap lelaki yang tidak `gentleman` (tidak berwibawa)," katanya. Antropolog ini menilai perkawinan siri menciptakan celah untuk berbuat tidak adil, karena kawin siri hanya menuntut pelakunya bertanggungjawab hanya pada Tuhan. "Kalau memang seorang laki-laki berani mempertanggungjawabkan perkawinannya pada Tuhan, mengapa mereka tidak mau mempertanggungjawabkan perkawinannya kepada manusia," kata dosen senior Universitas Diponegoro itu. Mudjahirin menyetujui pemidanaan pelaku perkawinan siri seperti disebut rancangan undang-undang (RUU) Peradilan Agama, sebagai pengingat bagi pelaku nikah siri. Dia menepis anggapan bahwa negara telah memasuki wilayah privat manusia karena menurutnya negara berwenang mengatur manusia yang hidup dalam wilayahnya, namun tetap ada batasan-batasan tertentu.(*) [Non-text portions of this message have been removed]