sunny" Bismilahirrahmanirrahiim
Kemerdekaan beragaman beraktifitas dan berpergian adalah hak yang diberikan 
oleh ALLAH,apakah mau jalan ALLAH silakan,mau jalan setan silakan..asalkan 
jangan berbuat perbuatan kriminal yg merugikan pihak lain..

Mari kita bersama sama memerkecil pengaruh golongan2 islam Fundamentalis dan 
Komunis di Indonesia...kedua golongan ini sama sama anti kemerdekaan dananti 
Ham.

salam
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "sunny" <am...@...> wrote:
>
> http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=c3f5a2612811fbba195f2d383a9986a5&jenis=d645920e395fedad7bbbed0eca3fe2e0&PHPSESSID=1c1ddf1182a31d1a0f8c8a1e9c1d02bd
> 
> Senin, 29 Maret 2010 | 08:31 WIB
> 
> 
> Menghormati Perbedaan 
> Oleh : Airlangga Pribadi 
> Pengajar Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga
> 
> 
> "Kalian lebih bejat daripada binatang!"ujar salah seorang pengunjuk rasa yang 
> memprotes penyelenggaraan konferensi ILGA (International Lesbian and Gay 
> Association) di Surabaya beberapa waktu lalu. 
> 
> Bagi saya hal itu sangat mengejutkan, bagaimana mungkin di negara yang telah 
> lebih dari sepuluh tahun menapak jalan demokrasi, masih ada upaya pengusiran 
> dan penghinaan dari kelompok-kelompok tertentu yang tidak sepakat terhadap 
> kelompok lain, dan semua itu didiamkan saja oleh negara. 
> 
>             Saat menimbang fenomena pengusiran terhadap kaum homoseksual, 
> lesbian dan gay ini saya jadi teringat akan wajah muram dari catatan keadaban 
> publik di republik ini. Dibawah sapuan besar capaian besar proses 
> berdemokrasi di Indonesia yang selama ini kita banggakan betapa kehidupan 
> berdemokrasi kita tumbuh dalam tiang-tiang yang dan diatas fondasi bangunan 
> yang rapuh. 
> 
> Dengan mudahnya pengusiran, penistaan dan penghinaan terjadi di republik ini, 
> ketika pada saat bersamaan kita mengaku tengah mengadopsi konsep kewargaan 
> yang inklusif. Pandangan kewargaan yang membuka tiap-tiap orang untuk menjadi 
> warga negara Indonesia tanpa pembatasan dan diskriminasi. 
> 
> Didalam narasi besar keindonesiaan yang terbuka ini, kerapkali kita temui 
> tindakan kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum Ahmadiyah, pengutukan 
> terhadap kaum yang dipandang sebagai komunis, marjinalisasi terhadap kaum 
> perempuan dan sekarang pengusiran terhadap kaum gay dan lesbian. Atas nama 
> perjuangan untuk mengembalikan kebangsaan Indonesia sebagi rumah yang terbuka 
> bagi tiap-tiap  orang yang ada didalamnya inilah, pembelaan terhadap mereka 
> harus disuarakan, meskipun dalam tata nilai yang kita yakini kita menolak 
> cara hidup mereka. 
> 
>  Disini saya tidak ingin berbicara dalam konteks memberikan pembelaan dalam 
> kerangka teologis, terkait dengan persoalan homoseksualitas karena dalam tata 
> nilai agama yang saya yakini saya turut menolak relasi seksual homoseksual 
> sebagai sesuatu yang dibenarkan oleh agama. Namun demikian keadaban publik 
> dalam konteks negara demokratik modern mensyaratkan bahwa penentuan konsensus 
> bermasyarakat semestinya hadir diatas pagar-pagar penguatan keadilan ekonomi, 
> keadilan budaya dan keadilan politik. 
> 
> Pendeknya substansi dari prinsip keadilan diatas tiga matra keadilan tersebut 
> mensyaratkan eksisnya hak-hak yang setara bagi tiap-tiap orang untuk memiliki 
> akses dalam wilayah kultural, politik dan budaya. Bahwa siapapun memiliki hak 
> untuk berpartisipasi dan mengungkapkan pendapatnya dalam ruang publik yang 
> bebas selama tidak mewartakan kebencian kepada yang lain, dan siapapun juga 
> memiliki hak untuk menolak pandangan mereka. 
> 
> Hal ini harus dijaga oleh struktur politik negara demokrasi yang memberikan 
> perlindungan terhadap hak-hak tiap orang bersuara dan mengamankan 
> kelompok-kelompok yang ingin melakukan teror terhadap mereka. Ketika hal ini 
> tidak menjadi fondasi utama dalam kehidupan bernegara, maka akan dengan mudah 
> republik ini terjatuh menjadi negeri yang memuja Tirani Mayoritas. Atas nama 
> norma dan budaya dominan yang kerap kali hal itu lebih merupakan klaim-klaim 
> sepihak dengan landasan yang rapuh, setiap kelompok akan merasa tidak aman 
> hidup sebagai warganegara di negeri yang kita cintai ini. 
> 
> Untuk kalangan yang merasa meyakini sebuah dalil bahwa kekuasaan negara akan 
> dengan mudah menyingkirkan tiap-tiap kelompok yang memiliki perspektif dan 
> perilaku berbeda dengan kultur dominan, hendaknyalah kita mengkaji kembali 
> relasi kompleks antara kekuasaan, politik dan identitas. Bukalah hamparan 
> sejarah diberbagai belahan dunia. Maka akan kita temukan relasi paradoks 
> antara kekuasaan dan perkembangan identitas dan wacana. 
> 
> 
> Di Eropa pada era pertengahan yang disebut sebagai zaman Victorian, moral 
> aristokratik yang ditopang oleh kalangan ruhaniawan dan elite-elite politik 
> begitu gigih melakukan pengawasan dan regulasi terhadap seksualitas. 
> Mekanisme kekuasaan tersebut alih-alih meredam justru membiakkan dan 
> memproduksi pola-pola seksualitas dimasyarakat. Hal inilah yang kemudian 
> mencapi klimaksnya pada munculnya era liberalisme, yang didalamnya juga 
> perjuangan untuk melegalkan kebebasan seksual. 
> 
> Contoh yang lain dapat dituangkan disini soal pengekangan secara politik dan 
> melalui fatwa agama terhadap berbagai pemikiran Islam progresif di wilayah 
> Timur-Tengah. Alih-alih hal ini mengerdilkan pengaruh gagasan-gagasan 
> progresif Islam di wilayah tersebut, pelarangan dan fatwa haram kepada mereka 
> justru mengangkat dan mempopulerkan gagasan-gagasan dari pemikir-pemikir 
> progresif Timur-Tengah seperti Fatimah Mernissi, Adonis, Hasan Hanafi, Ali 
> Abdul Raziq dan Abdulkarim Soroush di masyarakat muslim. 
> 
> Pengekangan dan penindasan politik justru membuat fihak yang melakukannya 
> sebagai fihak antagonis yang perlahan-lahan akan menuai protes keras dari 
> khalayak publik. Menindas dan melarang eksistensi identitas secara plitis 
> justru akan memberikan makna politis terhadap aktivitas mereka. 
> 
> Satu hal patut kita renungkan bersama ketika kita tidak bersepakat dengan 
> eksistensi kelompok gay, lesbian dan transeksual ini. Saat kita menolak 
> eksisnya identitas tertentu untuk hadir dalam puspasari ke-Indonesiaan, 
> sadarilah bahwa identitas tiap-tiap orang beragam. Ketika kita tidak sepakat 
> dengan orientasi seksual mereka, sadarkah bahwa kita dapat menyaksikan 
> berbagai kebaikan dalam peran-peran publik mereka sebagai manusia dan sebagai 
> warganegra. 
> 
> Salah satu aktivis gay yang saya kenal yaitu Pak Dede Oetomo bahwa selain 
> eksistensi identitas dirinya sebagai kaum gay, disisi lain saya saksikan pula 
> beliau adalah guru yang berkomitmen terhadap anak didiknya, pejuang yang 
> membela hak-hak rakyat secara politik dan  pendamping para penderita HIV AIDS 
> yang terpinggirkan dan dianggap selama ini sebagai sampah masyarakat. 
> Pengabdian-pengabdian yang sangat bermakna, yang selama ini mungkin kita 
> semua abaikan.
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke