Pertnyaannya, siapa yang jadi khiloafah dan bagaimana memilihnya? Kemudian kita harus tunsuk/taqlid tanpa syarat kepadanya? Buat apa selama ini kita memperjuangkan Indonesia yang merdeka kalau kemudian akan diserahkan bulat- bulat kepada negara lain?
----Original Message---- From: y...@geoindo.com Date: 06/09/2010 8:10 To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com> Subj: [wanita-muslimah] bahaya pengkristenan di aceh Inilah bukti kebohongan Kristen yang katanya toleran dan menghargai Atas nama bantuan kemanusian dan cinta kasih, mereka berusaha merusak aqidah umat Mereka selalu berdalih dengan atas nama HAM dan minoritas, ternyata yang memiliki rencana jahat terhadap islam Akankah kita diam saja melihat saudara-saudari kita dimurtadkan dan dibantai seperti kasus poso dan ambon Rapatkan barisan dan ukhuwah kita untuk membentengi umat dari kaum kafirun perusak agama dan pengusung ajaran sesat seperti ahmadiyah, JIL dll Mari kita berdoa agar umat islam kembali berkuasa dengan al-qur`an dan sunnah Mari kita selamatkan aqidah umat dari kaum kafir ,Tegakkan syariat islam dan khilafah Kristenisasi Rambah Serambi Mekkah <http://www.mediaumat.com/media-utama/41-kristenisasi- rambah-serambi-mekkah/ pdf> <http://www.mediaumat.com/index.php?view=article&catid=42% 3Amedia-utama&id=1 872%3A41-kristenisasi-rambah-serambi-mekkah- &tmpl=component&print=1&layout=d efault&page=&option=com_content&Itemid=89> <http://www.mediaumat.com/index.php? option=com_mailto&tmpl=component&link=aH R0cDovL3d3dy5tZWRpYXVtYXQuY29tL21lZGlhLXV0YW1hLzQxLWtyaXN0ZW5pc2FzaS1yYW1iYW gtc2VyYW1iaS1tZWtrYWg=> Friday, 03 September 2010 06:02 Aceh geger. Tiga warga Serambi Mekah murtad. Ernawista alias Nonong binti Bustaman (27) warga Desa Suak Seumaseh dan dua warga Desa Suak Geudeu-bang Julita binti Karman (20) dan Icut alias Cut Susiyani Lawati (18), semua di Kecamatan Sama Tiga, Kabupaten Aceh Barat telah berpindah agama ke Kristen. Ini adalah aib bagi warga Aceh, khususnya Aceh Barat. Selama ini Aceh Barat dikenal cukup kental keislamannya dibanding daerah lainnya. Meulaboh sebagai ibukota Aceh Barat pun dijuluki 'Kota Tauhid Tasawuf'. Tak heran, masyarakat yang mengetahui warganya murtad marah dan mencoba mengusir mereka dan keluarganya keluar dari kampung halamannya. Gadis-gadis ini tak bisa berbuat banyak. Mereka terpaksa pergi. Untungnya Pemkab Aceh Barat memfasilitasi dengan menampung mereka di sebuah tempat di Pendopo Kabupaten. Mereka baru sadar bahwa mereka telah keluar dari Islam. Maka secara sadar mereka akhirnya bersyahadat kembali pada akhir Juli lalu disaksikan para pejabat Pemkab dan warga. Gadis-gadis lugu ini mengaku tak banyak tahu tentang Kristen. Saat kekristenannya belum terungkap, mereka pun tetap mengenakan kerudung. Sekali-kali masih shalat dan membaca Yasin bersama warga setempat. Mereka juga tak tahu tata cara ibadah agama barunya. Mereka dikristenkan oleh tiga misionaris asal Sumatera Utara. Misionaris ini menyusup ke kampung tersebut mengatas-namakan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Untuk mengelabui warga, aktivis Kristen ini pun mengenakan busana Muslim. Dua di antara tiga misionaris perempuan itu ternyata memiliki catatan buruk. Nurlena Sitepu (37) dan Marlina Damanik (27), pernah ditangkap petugas Wilayatul Hisbah (polisi syariah) setempat pada 22 Desember 2008 di sebuah rumah kontrakan di Kompleks BTN, Desa Seuneubok, Kecamatan Johan Pahlawan karena diduga melakukan pendangkalan akidah terhadap sejumlah siswi SMK saat peringatan wafatnya Isa Almasih. Misionaris ini tidak bekerja sendiri. Yasayan maupun sponsornya adalah Yayasan Baptis Indonesia, yang berkantor pusat di Jakarta dan punya jaringan luar negeri. Di belakangnya ada keterlibatan tiga warga negara Amerika Serikat yakni Robin Kay Jordan, istrinya dan putri mereka Kelly Claire. Ketika kasus ini muncul mereka langsung ngacir meninggalkan Aceh menuju Medan dengan kawalan Satpol PP setempat. Bukan kali ini saja Aceh menjadi sasaran pemurtadan. Misionaris telah mencoba mengkristenkan Aceh sejak zaman penjajahan, baik Portugis, Belanda, dan Jepang. Kristenisasi itu pun terus berlanjut hingga masa kemerdekaan. Perlawanan rakyat Aceh terhadap pemurtadan sangat keras. Namun para misionaris terus mencari jalan untuk bisa menusuk jantung Aceh. Tsunami Aceh 26 Desember 2004 menjadi momentum besar bagi kalangan Kristen untuk masuk dengan leluasa. Kran terbuka lebar. Dengan dalih bantuan kemanusiaan, mereka menyusup ke seluruh pelosok Aceh tanpa ada kontrol sedikit pun. Tak segan-segan mereka menggelontorkan dana besar dan sumber daya yang cukup banyak dalam misi tersebut. Di sisi lain, pemerintah tak memiliki kepekaan terhadap hal itu. Mereka terkesan cuek dan masa bodoh. Yang penting bantuan bisa masuk dan meringankan beban keuangan pemerintah. Sementara masyarakat tidak memiliki pemahaman akidah yang benar. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan oleh para misionaris. Laporan dari berbagai wilayah musibah menyebut, misi-misi itu memang nyata. Hampir semua wilayah tak luput dari jejak mereka. Meski proses rekonstruksi dan rehabilitasi korban tsunami telah berakhir dua tahun setelah kejadian, mereka tak beranjak. Dalihnya misionaris ini menyelenggarakan pember-dayaan masyarakat dan membantu bidang pendidikan dan kesehatan serta lainnya yang menjadi kebutuhan masyarakat. Pola yang sama berlangsung di wilayah lain di Indonesia. Begitu ada musibah, mereka masuk. Setelah itu mereka berusaha bertahan. Mereka selalu berlindung di balik bantuan kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat. Secara global, misi Kristen ini tidak bisa dilepaskan dari dendam kesumat kalangan Kristen dalam perang Salib. Jadi Kristenisasi tidak bisa dilepaskan dari motif ideologis, selain motif agama. Mereka ingin menaklukkan dunia Islam dengan cara melepaskan umat Islam dari ajaran agamanya. Keberhasilan Kristenisasi bagi mereka akan memudahkan cengkeraman Barat ke dunia Islam. Kristen tak bisa dilepaskan dari imperialisme. Solusi Dalam kondisi yang karut marut seperti sekarang, sulit bisa membendung misi Kristenisasi. Kondisi masyarakat yang terpu-ruk di segala bidang kehidupan menjadi potensi masuknya para pemurtad. Tak mungkin hal itu bisa diatasi secara individual. Paling-paling hanya bisa mengingatkan dan menyadarkan. Itu pun terbatas pada individu. Pencegahan melalui jamaah pun juga sulit karena keterbatasan daya jangkau dan sumber daya. Fakta menunjukkan, betapa banyak organisasi-organisasi Islam yang bergerak di sana. Namun, Kristenisasi tak bisa dihentikan. Dikejar ke suatu tempat, mereka pindah ke tempat lain. Sebab, negara sebagai pemilik otoritas tertinggi tak mau mengambil peran. Oleh karena itu, Kristenisasi dan pemurtadan serta penyesatan akan bisa dicegah oleh negara yang memiliki kepedulian yang tinggi soal itu. Tidak mungkin kepedulian itu muncul dari negara yang mengagungkan sekulerisme dan liberalisme seperti sekarang. Sebab, sekulerisme- liberalisme mengharamkan campur tangan negara terhadap kepercayaan/agama individu warga negaranya. Maka tidak ada solusi lain yang bisa menuntaskan masalah Kristenisasi kecuali negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh/total). Negara seperti inilah yang dalam khasanah fiqih disebut sebagai Khilafah. Adanya khilafah akan menjamin berbagai kebutuhan pokok rakyat (sandang, pangan, dan papan). Negara juga berkewajiban memenuhi kebutuhan dasar rakyat seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Kesejahteraan menjauhkan dari kekufuran. Lebih dari itu, khilafah akan menjaga dan melindungi akidah umat. Khilafah tidak akan membiarkan para misionaris berkeliaran menyebar virus akidah di tengah kaum Muslimin, kendati mereka tetap diperbolehkan menjalankan agama mereka. Negara tak akan segan menghukum mati orang-orang murtad yang tak mau kembali kepada Islam. Walhasil, hanya Khilafah yang bisa membendung arus Kristenisasi. Dan ini sudah dibuktikan dalam kurun waktu ratusan tahun. Jadi Khilafah adalah satu-satunya solusi membendung Kristenisasi. Tidak ada alternatif lain.[] mujiyanto Murtad di Aceh Barat <http://www.mediaumat.com/media-utama/41-murtad-di-aceh- barat/pdf> Friday, 03 September 2010 06:08 Berkedok Lembaga Swadaya Masyarakat, misionaris Kristen asal Sumatera Utara memurtadkan tiga gadis Aceh Barat. Ahad malam (25/7) isak tangis terdengar riuh rendah di Mushala Pendopo Bupati Aceh Barat. Bupati Ramli MS, Sekdakab Banta Puteh, puluhan pejabat, berbaur bersama dengan ratusan warga. Mereka bukan sedang menggelar acara muhasabah atau pun pengajian tetapi sedang menyaksikan prosesi pengucapan syahadat tiga korban pemurtadan dan pendangkalan akidah. "Asyhadualla illaha ilallahu wa asyhadu anna muhammadar- rasulullah..," ucap Ernawista alias Nonong binti Bustaman (27) warga Desa Suak Seumaseh. Ikrar yang sama diucapkan dua warga Desa Suak Geudeubang Julita binti Karman (20) dan Icut alias Cut Susiyani Lawati (18). Mereka dibimbing Tgk Abdurrani, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Barat. Air menetes dari mata ketiganya. Beberapa warga pun berkaca-kaca matanya. Semua terharu atas kembalinya ketiga gadis ini memeluk Islam setelah sebelumnya dibaptis sebagai jemaat Kristen. Ketiga wanita itu meminta maaf kepada seluruh masyarakat Aceh Barat atas tindakan mereka sehingga meresahkan masyarakat setempat bahkan Aceh pada umumnya. Sekali lagi, isak tangis tak terbendung terjadi saat ketiga wanita itu menyalami hadirin. Sebelumnya, mereka tidak pernah membayangkan akan berbuat sesuatu yang dapat membuat geger seantero Aceh. Bahkan ketika dibaptis pun, seperti pengakuan mereka kepada Media Umat, mereka merasa antara sadar dan tidak. Tidak menutup kemungkinan, mereka diguna-guna lantaran ketiganya diberikan pantangan untuk bercukur, tidak boleh kena air jeruk purut, dan tidak boleh diselimuti dengan kain hitam. Modus Pemurtadan Sebelas bulan lalu, Ernawista guru sekolah negeri Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Safara Suak Seumaseh berkenalan dengan Nurlena Sitepu (37) dan Marlina Damanik (27). Keduanya adalah warga Medan yang beragama Kristen. Ketika masuk ke Suak Seumaseh mereka berkerudung bahkan tampak berpakaian lebih sopan dibanding dengan penduduk setempat. Keduanya bermaksud untuk turut mengajar di PAUD tersebut, di samping memberikan pinjaman uang bagi siapa saja yang membutuhkan. Mereka bekerja di sebuah lembaga asing (NGO) yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan dan pendidikan yakni Yayasan Asia Rehabilitasi Lingkungan Desa Fokus (ARLDF). Sejak enam tahun lalu, telinga warga Aceh, memang akrab dengan bermacam nama NGO dari berbagai negara asing yang datang dengan alasan membantu rehabilitasi Aceh pasca tsunami. Warga Suak Seumaseh pun tidak menaruh curiga atas kedatangan mereka. Bahkan, mereka diizinkan mengajar di sana, padahal Ernawista mengetahui mereka beragama Kristen. "Saya tahu sejak awal bahwa dia Kristen karena menunjukkan KTP-nya kepada Kepala Desa," akunya. Tiga bulan kemudian, Nurlena pun menjalankan aksinya sebagai seorang misionaris. Ia mengajak Ernawista masuk Kristen. Ernawista mengaku tak tertarik. Namun ia merasa ada keanehan ketika Nurlena menjabat tangan sambil mendoakannya. Setelah berdoa, Ernawista merasa takut dan apa pun yang dikatakan Nurlena diturutinya. Bahkan sampai mandi bersama di pantai. "Kepala saya ditenggelamkan ke dalam air satu kali," ujarnya. Setelah itu Ernawista kembali didoakan. Setelah itu Ernawista merasa seperti orang bingung. Ia tidak mengerti bahwa itu proses pindah agama atau bukan. "Mereka bilang kamu sudah dipermandi-kan berarti kamu sudah percaya Isa dan roh kudusnya di dalam hidupmu," ujarnya menirukan Nurlena. Dalam suatu kesempatan, dua misionaris itu berkenalan dengan Julita, sepupu Ernawista. Sebulan kemudian Julita main ke rumah Ernawista dan melihat ada Injil tergeletak. Ia pun menanyakan apa maksud kalimat yang berbunyi Isa mati untuk kita dan darahnya mengalir untuk menebus dosa kita yang tertulis dalam Injil itu. Ernawista menyarankan untuk bertanya kepada Marlina karena ia sendiri tidak mengerti. Marlina tidak menjawabnya namun seminggu kemudian ia datang bersama temannya yang bernama Pertiwi Boru Guru Singa (39), yang bekerja sebagai anggota Yayasan Relief and Livelihood Devolepment Philipine (RALDP). Pertiwi tidak mau langsung menjawab tetapi malah menjabat tangannya dan berdoa sangat lama sekali bahkan sampai menangis. Karena pegal, Julita pun sering mengganti tangan kanan dan kirinya dalam berjabat tangan yang berlangsung selama satu jam setengah itu, bahkan sempat dengan tangan sebelah ber-SMS-an. Tiga hari kemudian, dengan alasan agar dosa-dosanya diampuni, Julita dimandikan. Pertiwi membacakan doanya dan Ernawista yang menyelupkan kepala Julita ke dalam air Pantai Lok Bugon. Proses murtadnya Icut pun tidak jauh berbeda. Ia sebenarnya sudah mengenal para misionaris itu sejak Januari 2010 di pasar malam. Namun baru bertemu lagi awal Juli lalu. Icut diajak ke rumah kontrakan mereka untuk menonton film tentang Isa Al Masih. Di situlah Icut iba terhadap tokoh yang dianiaya dan disalib oleh orang-orang Yahudi. Misionaris ini menjelaskan bahwa tokoh itulah yang disebut sebagai Isa Al Masih yang akan menebus dosa-dosa orang yang mengimaninya Hanya selang beberapa hari ia dimandikan dengan prosesi yang sama pula. Namun ia dimandikan dan didoakan oleh Julita. Tentu saja sebelumnya, Julita disuruh menghafal doanya yang menyebutkan nama lengkap Icut, tanggal dan bulan pemandian Icut dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Pertemuan dengan mereka terus berlanjut hingga kasus ini diketahui oleh warga. Masyarakat melihat Ernawista banyak berubah yang tadinya sering menyapa mereka sejak saat pemandian itu tidak lagi menyapa mereka dan sering bengong sendiri. Sedangkan Julita menjadi pemarah. Ibunya menanyakan mengapa ia menjadi kasar dan sering marah-marah. "Saya tidak tahu mengapa bisa begitu," ujarnya kepada Media Umat. Akhirnya Ernawista mengaku kepada orang tuanya bahwa telah masuk Kristen tanpa sadar. Melihat ini orang tuanya membawanya ke ulama setempat. Maka menyebarlah kabar tersebut. Kontan saja warga berang setelah mengetahui ketiganya telah murtad. Terlebih lagi kepada para misionaris itu lantaran bukan saja telah menyesatkan warganya tetapi telah menistakan agama Islam. Hal itu terungkap ketika ketiganya mengakui alasan mereka murtad. Ketiga gadis itu ingat betul perkataan misionaris bahwa Isa Al Masihlah yang bisa memasukkan mereka ke surga, sedangkan Nabi Muhammad tidak bisa memasukkan orang ke dalam surga. Alasannya, Nabi Muham-mad tidak suci karena kerjaannya kawin-kawin saja. Kemarahan warga ditunjukkan dengan mengusir Icut beserta keluarganya ke luar kampung. Sedangkan warga tempat tinggal Ernawista mendatangi rumah yang dijadikan kantor tempat para misionaris itu bekerja yakni di Jalan Merdeka Nomor 3, Meulaboh. Namun rumah tersebut telah kosong. Mereka telah kabur entah ke mana. Bersama Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP dan WH) warga masuk ke dalamnya dan menemukan bukti-bukti terkait aktivitas pemurtadan itu. Ada indikasi keterlibatan Kelly Jordan, Koordinator ARLDF yang berkebangsaan Amerika Serikat yang memang tinggal bersama misionaris tersebut. Namun sayang, aparat tidak menahan ekspatriat itu. Mereka malah mengawalnya ke bandara untuk ke luar dari Aceh dengan aman. Teuku Ahmad Dadek, Kasatpol PP dan WH berasalan lembaganya tidak memiliki kewenangan untuk menahan atau menangkapnya.[] joko prasetyo http://www.mediaumat.com/media-utama/41-murtad-di-aceh- barat [Non-text portions of this message have been removed]