Salam. Bedanya Banten dan Wonosobo + Banjarnegara adalah Duriat. Wonosobo dan Banjarnegara tidak ada duriat sehingga pemerintah daerah mampu menerapkan perda yang sesuai dengan keberadaan situs maupun daerah wisata termasuk perkebunan dan pertaniannya.
Setahu saya tempat ziarah yang sering dinamai jalur Ziarah Wali Songo, dari ujung Banten hingga Madura, yang paling semrawut adalah Banten dan Cirebon saja. Tempat lain boleh dibilang sudah cukup baik. Sama dengan persoalan diatas, Banten dan Cirebon Masjid dan tempat ziarahnya masih di tangani "duriat" Jangan jauh-jauhlah. Bandingkan dengan sebelahnya yaitu Avalokistesvara, sebuah vihara yang pengurus hariannya juga penduduk setempat. Masuklah kamar kecilnya. Sungguh berbeda. Katanya kebersihan sebagian dari iman. Wassalam M. Iwan --- On Sat, 1/17/09, das albantani <dasalbant...@yahoo.com> wrote: From: das albantani <dasalbant...@yahoo.com> Subject: [WongBanten] Model Pengelolaan Banten Lama To: WongBanten@yahoogroups.com Date: Saturday, January 17, 2009, 8:59 AM Semua orang tau kalau Banten Lama ini merupakan kawasan cagar budaya yang banyak dikunjungi oleh pelancong yang ingin melakukan wisata religius... Dan semua orang tau juga kalau Banten Lama ini tempatnya (kecuali Masjid Agung) kotor sekali, dari mulai alun-alunnya, kanalnya, sampai tempat wudhu dan toiletnya. Selain itu banyak sekali pedagang kaki lima dan pengemis yang membuat saya juga malas untuk berlama-lama di kawasan tersebut. Model pengelolaan banten lama yang paling ideal menurut saya bisa seperti yang telah dilakukan Pemkab Banjarnegara dan Wonosobo di Dataran Tinggi Dieng (DTD). Wisatawan yang datang ke kawasan dikenakan biaya retribusi yang menurut saya sangat murah sekali yaitu Rp. 2000/orang untuk tiap tempat wisata dan mobil Rp. 5000. Sebelum berkeliling, bisa mampir dulu di museumnya, ada artefak-artefak peninggalan jaman Kerajaan Hindu, display yang menginformasikan sejarah Dataran Tinggi Dieng, kehidupan masyarakatnya, budayanya dan tempat-tempat wisata yang ada di DTD serta auditorium untuk menonton video tentang DTD. Dari sini saya merasakan ketertarikan untuk segera berkeliling ke tempat-tempat yang di informasikan dalam museum ini. Untuk akomodasinya juga sangat mudah, karena disana sudah tersedia homestay-homestay yang dikelola oleh penduduk setempat dengan biaya Rp. 250.000,-/hari (belum termasuk makan). Saya sangat setuju dengan konsep homestay ini karena dilihat dari segi ekonomi, sosial dan budaya, sangat menguntungkan. Penduduk disana adalah para pekerja perkebunan yang dulunya sangat miskin sekali, setelah DTD dikelola secara profesional banyak manfaat yang menjadi berkah buat penduduknya selain menjadikan rumahnya sebagai homestay, yaitu bisa menjadi guide (pemandu wisata), bisa memperlihatkan kehidupan sehari-hari dan budayanya seperti legenda orang yang bertapa dan anak gimbal, bisa berjualan hasil perkebunan yang langsung di beli oleh konsumen, bahkan sampai batu-batu kecil yang berserakan di jalan bisa bernilai ekonomis yang dijual Rp. 1000/tiga buah untuk dilemparkan ke ”Sumur Jalatunda”. Tempat-tempat wisatanya sangat teratur dan bersih termasuk toiletnya, dan tidak ada satu pun pengemis karena semua penduduknya baik yang asli maupun pendatang sudah mengambil peran sesuai dengan kemampuannya. Saya pikir Banten Lama tidak kalah dengan potensi dengan DTD. Untuk masuk ke kawasannya silahkan dikenakan biaya, dan biaya itu bisa digunakan untuk operasional dan pemeliharaan. Rumah-rumah penduduknya bisa dijadikan home stay dan pengemis-pengemisny a bisa dilatih menjadi guide atau digaji untuk membersihkan sampah-sampah yang berserakan di sekitar kawasan Banten Lama. Yuuk... kita bangkitkan kembali kejayaan Banten Lama...! salam, @kodas New Email addresses available on Yahoo! Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail. promotions. yahoo.com/ newdomains/ aa/