On Sun, 3 Mar 2002 21:54:25 +0700
"DD" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

[ coba response ah walau menggunakan common sense, bukan profesionalism]

> > Info menarik, ungkapan Menko Ekuin kita tentang perampokan uang kita
> > = besar-besaran, tanpa kita mampu berbuat apa-apa, tragis!

> Sebenarnya masalah utang yang paling dahsyat itu bukan utang luar
> negeri. 

[ ... ]

> Yang parahnya adalah utang dalam
> negeri. Sebab, harus dibayar lewat budget anggaran negara). "Itu
> diambil dari penghasilan negara, masuk sebagai pengeluaran, lalu
> dikasih ke bank-bank yang bangkrut itu. Supaya bank-nya enggak
> bangkrut, kita kasih obligasi. Lantas, kita kasih penghasilan pada
> bank, sehingga bank jalan. Jadi, itu sebetulnya kita subsidi bank-bank
> itu. Tapi kalau kita tenggelamkan bank itu, sekian juta nasabah bank
> kita ini nggak punya lembaga penjamin.Tidak ada deposit insurance,
> seperti yang semestinya," katanya. Di Indonesia belum ada peraturan
> penjaminan dana nasabah di bank. Jadi kalau bank nya bangkrut maka
> pemerintah yang harus ganti. 

Nampaknya ini yg jadi issue utk kasus penjualan BCA. Jika saham masih
dimiliki Pemerintah maka bunga obligasi ibarat keluar kantong kiri masuk
kantong kanan. Nah kalau sudah dijual ke pihak lain, bunga obilgasi itu
mau tidak mau *harus* dibayar.

Yg msh jadi pertanyaan, jikalau saham BCA sdh majoritas dimiliki asing,
apakah "hutang bunga obligasi" bisa dijadwalkan spt halnya hutang luar
negeri ?

[ ...]
 
> di situ. Soal obligor ini dicecarnya terus, dengan kalimat mengalir
> deras dan bahasa lugas. "Jadi, para obligor besar itu, baik top 21,
> top 50, dan top 100, kecil sekali pengembaliannya. Bahkan, 39 bank
> yang dibekukan kewajibannya Rp 27 triliun. Tapi, cuma bayar Rp 1
> triliun sampai kini. Itu sudah empat tahun!" imbuhnya. Djatun melihat

Weleh :-(

> beban utang dalam negeri Indonesia.' Terus, bagaimana reaksi rakyat?"
> papar Djatun panjang lebar. Suasana ruang pertemuan hening. Seolah
> paham betapa persoalan utang yang dihadapi Indonesia, khususnya menko
> perekonomian, begitu dahsyat. "Ini yang saya pusingkan sekarang. Saya
> mulai bilang sama mereka. Bayar dong," katanya. Yang jadi masalah,
> ungkap Djatun, syaratnya ketika itu melalui kontrak perdata. "Karena
> syaratnya dulu, kontraknya itu dibikin kontrak perdata. 

Kalau tdk salah ini yg termktub dalam MSAA ya ? Pengalihan dari pidana
ke perdata ? Masa berlakunya habis sekitar akhir 2003 juga ? Dan inikan
yg dipermasalahkan oleh Kwik Kian Gie dg masa perpanjangan PKPS, jika
tdk diperpanjang maka kontrak itu bisa diperbaharui dan bisa
dikembalikan ke masalah pidana, shg obligor yg menolak bayar bisa
dipenjarakan dg alasan emnrugikan rakyat banyak.

> Dan sesudah settle, pemerintah mengeluarkan surat letter of discharge
> and release (surat bebas dari tuntutan lain, red) dan tidak bisa
> dipidanakan. Sesudah itu, seluruh asset nya dikembalikan ke mereka, ke
> pemilik lama. Oleh mereka, disuruh dilola, dijalankan terus. Kita
> bayar management fee sama dia untuk menjalankan itu. Sesudah itu, arus
> kasnya tidak di-escrow (escrow account, ditaruh di rekening penjamin,
> red) di bank. Kemudian di perusahaan-perusahaan itu, kita tidak
> menempatkan chief financial officer (CFO). Now you tell me, siapa,
> betapa luar biasanya imaginasi penyusun kontrak saat itu. Don't ask
> me!," ujarnya, sengit. 

Benar-2x luar biasa, kok ya bisa terjadi spt itu :-(


> Djatun tampak berapi api membeber isu yang
> selama ini enggak pernah terungkap di depan publik. Masalah obligor
> yang diwarisi pemerintah Megawati saat ini, ditambah tetek-bengek
> keanehan praktik era lama dan jadi beban saat ini dan di masa depan,
> Djatun tidak mau tedheng aling-aling. "Lha, sesudah itu diharapkan
> mereka sukarela menjual aset. Sudah dibuktikan, kita dimaki: 'Itu
> harga Indomobil, Indosiar Pak Djatun dan sebagainya.' Eh, itu bukan
> aku yang jual! Itu pemilik lama yang jual. Itu kewajiban dia. Kenapa
> nggak dipenjarakan saja, seperti dibilang nyonya saya(isteri Djatun,
> Red). Nggak bisa! Sebab, itu perdata perjanjiannya. 

Ya benar, makanya perjanjian MSAA itu dibiarkan saja habis masa
berlakunya dan perbaharui/perbaiki.

Disamping itu, pantas saja Men BUMN ingin cepat-2x jual BCA dan lainnya,
rupanya balapan dg pemilik asset toh, kalau ditunda maka asset-2x itu
keburu dijual pemilik lama...wah...wah..wah...

 
> Djatun malah heran, soal obligor ini, para pengkritik itu diam.
> "Tetapi, obligor yang tidak mau bayar malah tidak dimarahi. Kita yang
> mau selesaikan malah dibilang mau gampang saja sama obligor. Kita
> nggak berbuat apa-apa, dimarahin. Kita jual, dibilang harganya terlalu
> rendah. Kita diam, dimarahi juga. Jadi, mau yang mana ini? Padahal,
> waktunya sudah mau habis, tahun 2003. Itu cerita utang kita," tutupnya
> soal utang. Djatun minta siapa saja supaya mengedepankan fakta
> ketimbang persepsi. "Hey, bung. Jangan main persepsi hari-hari ini,
> tapi main fakta. Asyik kalau main fakta. Soal persepsi memang sengaja
> dikembangkan oleh orang-orang yang mau bermain politik. Saya nggak
> main politik. Sampai jam ini, saya nggak mau main politik. Karena itu,
> lontarkan saja," jelasnya. 

Soal DATA dan fakta ini sering jadi argumen, Ary Suta juga mengomongkan
hal itu saat dikritik orang Indef (Dradjat Wibowo), tp saat ditantang
"berikan data yg valid ke saya, saya akan berikan analisis saya secara
gratis" tp tdk diberikan (Kwik Kian Gie pernah menyatakan hal yg sama ke
BPPN dulu).


-- 
syafril
=======
"Syafril Hermansyah"<[EMAIL PROTECTED]>


-- 
--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>
1 Mail/day     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest>

Kirim email ke