Kok ya masalah begini belum habis2 juga di republik kita ini ya, sementara orang lain sudah bicarain tempat tinggal alternatif selain bumi. Tapi apa yang rekan Sharif Dayan bilang saya setuju sekali, bahwa Menwa justru seyogyanya berperan serta sebagai katalisator kerukunan hidup bermasyarakat, khususnya dalam kerukunan hidup antar agama, yang saya kira hal itu termasuk salah satu Tugas Pokok Menwa. Mungkin para Ex DanYon bisa mengingatkan kita kembali tentang Tugas Pokok Menwa.
Menwa kan adalah salah satu unsur Bela Negara dan Cadangan Nasional yang diakui di republik ini. Sementara Republik kita kan mengakui dan melindungi 5 agama besar beserta sebuah aliran keagamaan yang disebut aliran kepercayaan itu. Hak untuk memilih agama atau keyakinan kan merupakan salah satu hak azasi manusia yang harus kita hormati. Sebagai negara anggota PBB yang turut mengakui Universal Declaration of Human Rights, maka seyogyanya setiap Warga Negara Indonesia menjadikan 'respek terhadap orang lain apapun latar belakangnya' menjadi bagian dari perilaku yang nggak bisa ditawar-tawar lagi. Jadi, buat Menwa (dan alumninya), soal-soal SARA ini mustinya sudah bukan makanan kita lagi. Ini mustinya sudah jadi 'barang antik'. Seyogyanya kita ikutan mikir gimana cara meruntuhkan praktek2 KKN dari republik ini, atau kalau ini susah, ya gimana cara bantu orang miskin didaerah-daerah yang kekurangan seperti yang sekarang sedang dipelajari oleh Pak Priyo dkk., atau kalau ini masih susah juga, gimana caranya hobby panjat tebing, potong kompas, menembak, terjun payung, dan berdiskusi bisa terus tersalurkan. Salam hangat, HermanSyah Ang. XIV. Sharif Dayan <[EMAIL PROTECTED]> 01/24/2003 19:26 Please respond to yonsatu To: Yon 1 Mahawarman <[EMAIL PROTECTED]> cc: Subject: [yonsatu] Re: Pemurtadan di Kampus ITB (fwd) Widya Çastrena Dharmasiddha ! At 11:16 24-01-2003 +0700, "Syafril Hermansyah" wrote: >Hah kok bisa ya ? >---------- Forwarded message ---------- >----- Original Message ----- >> Kronologis Aksi Pemurtadan pada Acara Kebaktian Kebangunan Rohani >> (KKR)yang dilakukan oleh Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) di >> Kampus ITB pada Tanggal 25 Nov 2002 Sewaktu saya berlebaran ke rumah salah seorang pengurus MUI Sumsel, beliau sempat mendiamkan saya selama sekitar 10 menit. Ternyata beliau marah, sehubungan dengan kegiatan yang dinilai sebagai pengkristenan di salah satu kabupaten di Sumsel. Untuk diketahui, beliau adalah salah seorang tetua yang saya temui, ketika saya mendapatkan tugas untuk mengusahakan kegiatan kepemudaan antariman di Kota Palembang, dalam rangka peringatan HUT ke-52 Gerakan Pemuda Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GP GPIB), pada sekitar Mei 2002. Beliau memberikan nama pihak yang saya hubungi -sampai kini terus berlanjut- yaitu dari kalangan Nahdlatul Ulama, baik Garda Bangsa mau pun IPPNU. Belakangan rekans PMII ikut serta. Saya kemudian memberikan penjelasan pada beliau, bahwa dalam Kristen sendiri -khususnya antardenominasi Protestan- sering terjadi 'pencurian' jemaat. Hal itu bukan sesuatu yang baik, karena masing-masing menganggap dirinya paling benar. Setelah diskusi yang lumayan panjang, akhirnya beliau pun dapat mengerti mengenai hal ini. Di lain pihak, saya pun pernah beribadah dalam lingkungan bukan GPIB, yang suatu saat pernah memutar film yang menunjukkan penganiayaan terhadap penganut umat Kristiani di suatu negara Muslim di Afrika. Seorang pemimpin jemaat sampai menangis, ketika memberikan tanggapannya terhadap film itu. ............... Sebagai seorang penganut Kristen (Protestan), kenyataan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok seperti PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen), merupakan hal yang menimbulkan rasa geram dalam hati. Juga sebaliknya, jika penganut Kristen dinilai kafir. Namun, apakah itu akan menyelesaikan masalah ? Saya dibesarkan dalam lingkungan ayah-ibu yang berbeda agama, kemudian selama belasan tahun -atas kehendak sendiri, untuk mengetahui- mengikuti pelajaran Agama Islam di sekolah, sementara tetap menjalankan syariat Kristiani, lalu akhirnya dibesarkan dalam Resimen Mahasiswa, yang melengkapi pola pikir saya sebagai seorang Indonesia. Adalah kesempatan emas bagi saya, ketika usul memperingati HUT tersebut, dengan melibatkan rekans pemuda antariman, disambut hangat oleh para pendeta GPIB di Palembang. Ini adalah penerapan nasionalisme yang sudah saya dapatkan dan ini meyakinkan diri sendiri, bahwa Yang Empunya alam inilah yang sudah menuntun hingga selesai kegiatan tersebut, walau ada warga jemaat yang kurang suka. Kegiatan itu pada dasarnya semacam 'pengumuman' pada masyarakat, bahwa sebagai sesama saudara sebangsa, kita seharusnya saling menguatkan yang lain, bukan menganggap yang lain sebagai si sesat. Dan buahnya kini sudah mulai tampak, walau dari sejumlah umat masing-masing masih tampak adanya kekurangsukaan. Kami sekarang bergerak sebagai suatu entitas, tidak perduli perbedaan keyakinan kami. Yang seyogyanya kita lakukan sekarang bukan lagi "Menjaga Kerukunan" -apalagi yang menjengkelkan semacam membenarkan keyakinan sendiri dan menyalahkan keyakinan yang lain- melainkan "Bersatu dan Bekerja Bersama". Dan itulah panggilan untuk kita : para warga Baret Ungu ! Dulce et decorum est pro patria mori... Sharif Dayan Eks 90 67 060 1560 -- -== http://www.ksatrian.or.id ==- -== [EMAIL PROTECTED] (defense matter forum) ==- -== To contribute article - write to [EMAIL PROTECTED] ==- --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------------------- Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu> --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------------------- Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>