Mungkin rekan-rekan mau tahu goyangnya "Ratu Ngebor" Inul tanpa busana.
Harap hati-hati jangan sampai tetangga tahu kalau sampeyan lagi "asyik"...
salam goyang
Asodik

-----Original Message-----
From: Priyo Pribadi Soemarno [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Tuesday, February 18, 2003 12:08 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [yonsatu] Re: [anggota] Goyang


Dear Hermansyah dan rekans yang suka goyang "Inul" ,
Banyak komentar soal ini , tetapi pasti ada bedanya komentar kangmas2 dengan
komentar mbakyu2 , yaitu para Srikandi kita ,....
Bacalah komentar si akang Harry Rusli di Kompas Minggu , 16 Februari ,hanya
gara2 baca koran tersebut , terus ngasih komentar sambil nonton TV , eeeeh,
sudah ada nada protes dari kaum hawa , karena merasa dilecehkan ....
Makanya , topik semacam ini bakalan selalu kontroversial , karena berbeda
cara pandangnya ....
Kalau pendapat saya sih,.... goyang tersebut sehat2 saja , pikiran kita aja
yang kotor .
Salam hangat plus "goyang samba"
Wassalam ,
Priyo PS
----------------------

>From: [EMAIL PROTECTED]
>Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
>To: [EMAIL PROTECTED],[EMAIL PROTECTED]
>Subject: [yonsatu] Re: [anggota] Goyang
>Date: Mon, 17 Feb 2003 10:55:48 +0100
>
>Hello Gank,
>Dibawah ini pendapat lengkap Dr. Ayu Sutarto yang saya comot dari
>internet.
>Saya pribadi sangat setuju dengan pendapat Dr. Ayu ini.
>
>Kalau masalah goyang Inul ini sedemikian menjadi pergunjingan pro-kontra
>masyarakat yang tak henti-henti, betapa hal ini menunjukkan bahwa
>perjuangan untuk mencerdaskan bangsa negeri ini memang masih amat panjang
>dan betapa akan semakin sulit, karena disatu sisi dengan merebaknya
>internet, dunia menjadi lebih transanparant, lebih terbuka, menjadi tanpa
>batas dan tak kenal sensor, yang menciptakan kelompok masyarakat yang open
>minded sampai dengan yang mengumbar hedonisme, sementara disisi lain
>sebagian masyarakat yang tak kenal internet tetap hidup dengan cara
>pandang yang 'konvensional'.
>
>Ditengah mulai terjadinya perbenturan antara dua kelompok itu, ada satu
>kelompok masyarakat lagi yang hidup dengan sikap oportunis.  Mereka ini
>adalah para pelaku KKN, white colar criminals, orang2 yang menunggangi
>agama untuk tujuan politiknya, pokoknya yang serba abu2 dan mau enak
>sendiri.  Masyarakat bawah bagaimana?, mereka ini adalah masyarakat yang
>akan melakukan apa saja yang dapat membuat mereka lupa pada lapar, yang
>dapat membuat hati mereka senang walau hanya untuk sesaat, yang dapat
>membuat mereka lupa pada hutang dan yang dapat meluapkan segala tekanan
>kehidupan yang menghimpit. Mereka inilah yang sebenarnya menjadi pasar
>bagi musik2 rakyat.  Mereka inilah yang mempopulerkan Inul, Elvy Sukaesih,
>Iwan Fals, dsb.
>
>Lalu, ke 3 kelompok kecil masyarakat yang disebutkan sebelumnya, yang
>berkedok intelektuallah, yang berkedok agamalah, yang berkedok kebudayaan
>Indonesialah, saling bersilang pendapat dan membingungkan rakyat.  Mereka
>lupa bahwa kalau mereka khawatir akan pengaruh Inul, Iwan Fals dll
>terhadap perilaku masyarakat, justru masyarakat itulah yang perlu
>ditingkatkan daya nalar dan kecerdasannya, yang perlu ditingkatkan
>kemampuan mengapresiasikan seninya, yang perlu ditingkatkan
>kesejahteraannya, yang perlu ditingkatkan moral dan etikanya.  Bukan Inul
>atau Iwan Falsnya yang dilarang mengembangkan apresiasi seni mereka dan
>mencari nafkah dengan ketrampilannya itu.
>
>Bukan tidak mungkin silang pendapat ke 3 kelompok kecil itu akan berakibat
>pada terbentuknya pengelompokan2 masyarakat bawah, yang ditengah-tengah
>kesulitan ekonomi tiada henti, ditambah dengan kemungkinan bencana ekonomi
>yang lebih besar lagi akibat perak Irak-US, benar-benar akan dapat
>menimbulkan perang saudara yang dikhawatirkan Pak Priyo.
>
>Menurut saya, tidak usah kita hiraukan hiruk pikuk soal goyang Inul ini.
>Kita nikmati saja.  Jangan kita ikut taburkan bibit perang saudara.
>Biarkan pasar yang menentukan apakah suatu produk akan laku atau tidak.
>Lebih baik lagi, kita ikut mengeducate pasar supaya mereka dapat memilih
>produk seni yang berkualitas.
>
>Sex adalah sesuatu yang tak bisa dipisahkan dari manusia selama manusia
>hidup.  Jadi sex bukanlah sesuatu yang kotor dan menjijikkan.  Otak dapat
>saja menginterpretasikan goyang ngebor dan goyang molennya Inul itu
>sebagai sesuatu yang menimbulkan sensasi sexual yang sangat nikmat.  Ini
>menurut saya tidak salah, boleh-boleh saja, silakan saja.  Sensasi sexual
>itu kan dibangkitkan oleh otak mereka sendiri, yang mengenai diri mereka
>sendiri bukan orang lain.  Tapi, pada tingkat kerumitan dan kecerdasan
>otak yang lain bisa saja otak itu tidak membangkitkan rangsangan sexual,
>akan tetapi membangkitkan persepsi bahwa goyang ngebor nya Inul itu
>sebagai suatu karya seni yang indah, sama sekali tidak ada hubungannya
>dengan sensasi seksual.
>
>Salam hangat,
>HermanSyah XIV
>
>
>
>Jawa Pos
>Sabtu, 01 Feb 2003
>
>Goyang Inul, Pasar, dan Pengadilan Budaya
>Oleh Ayu Sutarto *
>
>Politik tubuh bukan hanya digunakan penguasa sebagai strategi punitif yang
>terkait dengan siksaan, hukuman, dan disiplin seperti dikemukakan Michel
>Foucault, melainkan juga dimanfaatkan seniman sebagai alat untuk
>"menghipnotis" pasar agar produk kesenian yang ditawarkannya mendapat
>respons positif. Inul Daratista, penyanyi dangdut asal Pasuruan, Jatim,
>merupakan salah satu contoh seniman yang mampu mengelola politik tubuhnya
>untuk memasarkan ekspresi kesenian sehingga laku jual.
>
>Goyang pinggul, goyang dada, dan lirikan mata menggoda merupakan ekspresi
>politik tubuh yang digunakan penyanyi dangdut Indonesia, termasuk Inul
>Daratista, sebagai alat menaklukkan pasar dan mengikat pelanggan (baca:
>pemirsa/penikmat kesenian).
>
>Inul tidak sendirian. Elvie Sukaesih, misalnya, tercatat sebagai penyanyi
>dangdut senior yang berhasil mengekspresikan politik tubuhnya dengan apik
>tanpa harus mendapat respons negatif para penggemarnya. Goyang pinggul dan
>lirikan mata Elvie masih dianggap santun. Hal serupa dialami Camelia
>Malik.
>Goyang pinggul dan goyang dada pelantun lagu Colak-Colek ini, yang konon
>terilhami goyang jaipong, cukup memesona dan tidak dituduh berbau asusila.
>
>Namun, goyang pinggul Inul bernasib lain. Goyangnya yang sangat unik bukan
>hanya menuai decak kagum penggemarnya, melainkan juga mengundang protes
>beberapa elemen masyarakat karena dinilai merusak moral bangsa. Setelah
>Muhammadiyah Kota Blitar memprotesnya dan mengusulkan agar yang berwajib
>mencekalnya, kini Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten
>Mojokerto juga bertekad mencekal goyangan mautnya. Inul tidak boleh tampil
>di beberapa daerah (Jawa Pos, 27 Januari 2003).
>
>Masyarakat penggemar Inul terbelah menjadi dua kelompok. Pertama, mereka
>yang memberikan respons positif. Kelompok ini dengan suka cita menikmati
>dan
>memahami ekspresi seninya. Kedua, mereka yang memberikan respons negatif
>karena menganggap goyang Inul sebagai representasi simbolis dari suatu
>entitas yang asusila. Inul menjadi sebuah fenomena sosiokultural yang
>diperhitungkan.
>
>Namun, siapa pun dan seperti apa Inul, dia telanjur diterima pasar sebagai
>komoditas laris manis dan pemuas kebutuhan manusia akan kreasi estetik
>simboliknya. Dia berhasil memadukan musik dangdut dengan bahasa tubuh
>erotik-seksual yang berbeda dari penyanyi dangdut pendahulunya. Goyang
>Inul
>yang unik mampu menggeser ke pinggir goyang jaipong dan goyang dombret.
>Goyang pinggulnya sangat unik dan sensasional, sehingga menjadi komoditas
>yang dapat menangguk uang. Goyangnya juga tak tertandingi oleh goyang gaya
>Jawa Timuran yang lain, misalnya, goyang gandrung Banyuwangi atau goyang
>tayub dari Nganjuk dan Tuban.
>
>Goyang pinggul Inul, yang mendapat tanggapan luas dari masyarakat,
>merupakan
>prestasi Inul dalam menaklukkan pasar yang terkenal sangat perkasa dan
>tidak
>berkompromi. Bahkan, keunikan goyangnya membuahkan dua kosa kata baru.
>Yaitu
>ngebor dan molen (pencampur bahan beton). Goyang pinggul Inul disebut
>ngebor
>karena ekspresi estetik simbolik dari politik tubuhnya menyerupai gerakan
>bor putar yang bergerak memutar dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah.
>Bor putar adalah alat pembuat lubang yang menggunakan gerak perputaran
>batang dan matanya untuk menembus kayu atau batu.
>
>Ekspresi politik tubuhnya juga disebut gaya molen, yakni alat yang
>digunakan
>untuk mencampur dan mengaduk bahan bangunan yang terdiri atas semen, batu,
>dan pasir yang bergerak memutar. Tentu saja dua kosa kata baru tersebut
>memiliki makna seksual yang sangat kental.
>
>Perjalanan karir Inul memang sangat hebat karena penyanyi dangdut yang
>satu
>ini berhasil mendongkrak popularitasnya dari penyanyi tingkat kondangan
>dan
>hajatan di kampung-kampung menjadi penyanyi dangdut kelas nasional.
>Tetapi,
>strategi politik tubuh yang unik tersebut sekarang ini harus berhadapan
>dengan pengadilan budaya dari pasar lain yang memberikan respons negatif.
>Pengadilan budaya dalam kasus Inul berangkat dari dua pendekatan, yakni
>etno
>estetik dan religio estetik. Dari kaca mata etno estetik, apa yang
>dilakukan
>Inul dipandang sebagai hal biasa-biasa saja. Sebab, ekspresi estetik
>simbolik seperti itu dapat ditemukan dalam berbagai jenis tari di
>Indonesia.
>Misalnya, jaipong, tayub, gandrung, lengger, dan lain-lain.
>
>Karena itu, hukum positif akan sulit diterapkan terhadap ekspresi
>berkesenian Inul. Apalagi, jika gerakan tubuh itu dikaitkan dengan masalah
>erotika, pornografi, atau perusak moral bangsa. Agaknya, dakwaan itu
>terlalu
>dicari-cari. Tetapi, bila penilaian itu berangkat dari religio estetik,
>persoalannya akan menjadi lain. Sebab, agama memang sudah mempunyai
>patokan
>tertentu mengenai aurat dan batas-batas ekpresi politik tubuh yang dapat
>mengundang syahwat. Religio estetik tidak akan memberi ruang sedikit pun
>kepada Inul.
>
>Menyalahkan Inul saja, tampaknya, tidak adil. Sebab, sikap seperti itu
>sama
>saja dengan menyalahkan pelacur di lokalisasi. Artinya, Inul tidak akan
>laku
>atau pelacuran pasti akan bubar bila pasar tidak merespons positif.
>Penerimaan pasar kepada Inul menunjukkan bahwa apa yang disajikan Inul pas
>dengan selera sebagian masyarakat. Karena itu, masyarakat mengonsumsi
>ekspresi simboliknya. Inul hanyalah seorang pencari rezeki yang berprofesi
>sebagai penyanyi dangdut. Dia hanya sebuah produk; yang menentukan hidup
>matinya adalah pelanggan.
>
>Dari kasus Inul, kita dapat berkaca dan memetik beberapa pelajaran
>penting.
>Pertama, untuk mendongkrak popularitas berkesenian, seniman di negeri ini
>masih menggunakan politik tubuh dan bahasa tubuh yang beraroma seksual.
>Mereka masih yakin bahwa pasar meminatinya. Karena itu, jika ingin
>memberantas gejala tersebut, yang harus dihilangkan bukan hanya produk
>keseniannya, melainkan juga selera rendah masyarakat pemirsa atau
>penikmatnya.
>
>Kedua, produk kesenian etnik sebagai sebuah entitas yang terkait dengan
>kreasi estetis simbolis tidak hanya harus dilihat dari perspektif religio
>estetik. Sebab, para senimannya hampir tidak pernah menggunakan takaran
>itu.
>
>Ketiga, pengadilan budaya sulit dilaksanakan dalam suatu negara yang
>masyarakatnya berbudaya majemuk. Meskipun demikian, toleransi dapat
>dibangun
>berdasarkan sikap saling menghargai. Solusinya, jika show diselenggarakan
>di
>tempat terbuka, hendaknya Inul mengurangi kualitas ekspresinya dengan
>tidak
>harus melepas semua keunikannya. Tetapi, jika show diselenggarakan di
>tempat-tempat hiburan tertutup, seperti kelab malam, karaoke, diskotek,
>atau
>restoran, dia dapat tampil semaksimal mungkin. Toh di sana banyak hal yang
>lebih "seram" dari itu.
>
>Saya bukannya membela Inul, tetapi menuduhnya sebagai perusak moral bangsa
>sangatlah menggelikan. Di sekitar kita terdapat banyak gejala sosial dan
>kultural lain yang lebih parah dari fenomena Inul. Lebih merusak moral
>bangsa. Gitu saja kok repot! ***
>* Dr Ayu Sutarto, ahli humaniora pada Fakultas Sastra Universitas Negeri
>Jember.
>
>
>
>
>
>"Rastihat" <[EMAIL PROTECTED]>
>02/16/2003 15:02
>Please respond to anggota
>
>
>         To:     [EMAIL PROTECTED]
>         cc:
>         Subject:        [anggota] Goyang
>
>
>Jember, Minggu
>Pengamat budaya dan sastra dari Fakultas Sastra Universitas Negeri Jember
>(Unej), Dr Ayu Sutarto, meminta agar kontroversi goyang pinggul Inul
>Daratista tidak dijadikan isu sentral oleh bangsa Indonesia yang sedang
>dihadapkan pada persoalan bangsa yang lebih penting dan multidimensional.
>"Hal ini agar berbagai persoalan bangsa yang lebih membutuhkan perhatian
>dan lebih penting, yakni kemiskinan, banyaknya pengangguran, dan berbagai
>persoalan bangsa lainnya segera terselesaikan," katanya menjawab
>pertanyaan Antara di Jember,
>Menurut dia, goyang "molen" atau "ngebor" dari penyanyi dangdut asal
>Pasuruan, Jawa Timur itu jangan diributkan terus karena hal itu hanya
>merupakan salah satu dari produk budaya yang sifatnya  fashion dan sesaat,
>serta   hanya akan bertahan sejalan dengan kesukaan publik.
>Untuk itu, katanya, pro-kontra Inul hendaknya dipandang sebagai pluralisme
>beradab dari sebuah bangsa yang kaya akan ragam budaya sehingga tidak
>menimbulkan pertentangan yang fatal.
>"Artinya, dalam melihat persoalan goyang "ngebor" Inul, perlu dilakukan
>kompromi atau kesepahaman budaya antara masyarakat, baik yang pro maupun
>yang kontra dan Inul sendiri sebagai produk budaya. Dengan demikian tidak
>akan terjadi ketersinggungan karena goyang tersebut akan disesuaikan
>dengan keadaan di mana goyang itu dilakukan," ujarnya.
>Meski diakui, goyang "ngebor" Inul  mampu menimbulkan kecemburuan bagi
>kaum hawa, namun yang penting kita harus melihat persoalan ini secara arif
>sehingga tidak menimbulkan benturan.
>
>
>
>--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
>Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
>Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
>Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
>Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>


_________________________________________________________________
The new MSN 8: smart spam protection and 2 months FREE*
http://join.msn.com/?page=features/junkmail


--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>



-- Binary/unsupported file stripped by Listar --
-- Type: video/mpeg
-- File: goyang inul.mpeg


--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>


Kirim email ke