Apa yg ditulis oleh Prof AHN ini menurut saya menunjukkan, bahwa telah 
terjadi kesalahan dalam pendidikan/pengajaran agama di Indonesia, yang 
merembet kedalam sikap hidup sehari-hari.
Menurut saya, kalau RI ingin maju, disamping sudah harus diterapkannya 
sistem pemerintahan Sekuler yang konsisten, juga sudah saatnya dilakukan 
liberalisasi dalam pendidikan/pengajaran agama.

Liberalisasi pendidikan/pengajaran agama ini mengandung items:
1- Agama tidak lagi dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran wajib di 
SD, SMP, SMA dan Universitas.
2- Kalaupun diajarkan, tidak mengenai agama tertentu, akan tetapi mengenai 
sejarah agama2 dunia dan kerukunan hidup antar umat.
3- Untuk mempelajari agama tertentu, silakan ikut kursus agama ke Mesjid, 
Gereja, Candi, Wihara, Klenteng atau asosiasinya.
4- Seorang anak tidak otomatis memeluk agama orangtuanya, tapi berhak 
menentukan sendiri setelah berusia 17 tahun.
5- Seseorang secara hukum dilindungi dari paksaan orang lain (termasuk 
dari keluarganya sendiri) untuk mengikuti ajaran agama tertentu.
6- Melakukan intimidasi agama terhadap orang lain adalah perbuatan yang 
melanggar hukum.
7- Untuk dapat disebut sebagai ulama, seseorang harus bersertifikat ulama 
yg dikeluarkan oleh Majelis Ahli Agamanya masing2.

Indonesia perlu perombakan fondasi besar2an kalau ingin berdiri kokoh dan 
maju dengan cepat.  Revolusi 'mind-set' menurut saya harus segera 
dilakukan, salah satunya adalah nilai2 beragama.  Kalau tidak, que sera 
sera, what will be will be!

Salam hangat,
HermanSyah XIV.






Syafril Hermansyah <[EMAIL PROTECTED]>
01/29/2004 05:14
Please respond to yonsatu

 
        To:     [EMAIL PROTECTED]
        cc: 
        Subject:        [yonsatu] Fokus pada bidangnya (Ketekunan yang Langka)


FYI (tonjokan bagus dari alumni IPB <g>)

Begin forwarded message:

Date: Thu, 29 Jan 2004 07:30:22 +0700
From: Lilis Kurniasih <[EMAIL PROTECTED]>
To: "Alumni XI (E-mail)" <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [AlumniSMPNXI_73JKT] sedikit ilmiah


Bandung Raya - Edisi 21 April 2001
Ketekunan yang Langka

Oleh: Prof.Dr.Ir.Andi Hakim Nasoetion *


Seorang dosen kembali dari Tokyo membawa gelar Magister Sains 
Genetika Ikan. Ia melapor akan keberhasilannya itu.

Yang ditanyakan rektornya ialah apa yang membuatnya terkesan dengan
program pendidikan pascasarjana di Jepang. Maka ia pun
menggeleng-gelengkan kepalanya. Katanya, seumur-umurnya baru pada ketika
itu ia selama bangun hanya memikirkan dan berbicara tentang ikan atau
tentang genetika atau tentang genetika ikan. Pagi hari ketika sarapan ia
berbincang dengan kawan sekerjanya tentang perilaku ikan. Di dalam
laboratorium ia diajak berdiskusi mengenai DNA oleh  dosennya, dan
sewaktu makan siang di sela-sela  memotong-motong filet tongkol, ia
berbincang tentang daerah penangkapan tongkol di daerah Kepulauan Aru.
Malam harinya sewaktu tidur, ia bermimpi tentang ikan. Tidak
diceritakannya apakah sebelum bermimpi mengenai ikan itu keesokan
harinya ia menang undian berhadiah. 

Kemudian lagi rektornya bertanya kepadanya peristiwa apa yang paling
mengagetkan yang dihadapinya di kampus asalnya sewaktu ia kembali
mengajar. Ternyata ia  terkejut sekali ketika melihat warga kampus
sewaktu sedang beristirahat tidak berbincang mengenai ilmu yang harus
ditekuninya, melainkan mengenai upaya mengokohkan iman dan bagaimana
caranya berperilaku sesuai dengan iman mereka masing-masing.

Tidak ada lagi yang mereka perbincangkan selain bagaimana caranya
mendukung perjuangan umat yang seiman. Kalau pun ada bedah buku di
antara sesama mahasiswa, maka pokok bahasan bedah buku itu menyangkut
masalah yang ada di luar jangkauan, seperti misalnya di Palestina atau
Bosnia.
Masalah yang kalau hanya dibicarakan tidak ada selesai-selesainya. 

Ini mengingatkan rektornya akan peristiwa seorang anggota tim olimpiade
matematika internasional asal Denmark berbincang-bincang dengan anggota
Tim dari Norwegia tentang penyelesaian sebuah masalah matematika yang 
memerlukan pengetahuan tentang teori medan Galois.
Percakapan itu mereka lakukan ketika sedang berpesiar dengan kapal di
Laut Bosporus. 

Apa yang dilakukan di Jepang dan Laut Bosporus itu adalah teladan
tentang ketekunan yang diungkapkan ilmuwan biologi dan calon ilmuwan
matematika ketika mereka sudah bertekad memilih bidang ilmu itu sebagai
perhatian pokok dalam perjalanan hidup mereka. Hasilnya adalah bahwa
mereka akhirnya mendalami benar bidang ilmu genetika atau matematika itu
dan bukan hanya sekadar pengetahuan tipe-tipe sosial.

Beberapa waktu lalu biologiawan IPB mendapatkan penghargaan akademik
dari suatu yayasan. Untuk itu ia diberi tunjangan penelitian kira-kira
40,000 dolar AS. Orang ini dikenal sangat menekuni bidang ilmunya.
Demikian pula ada seorang dosen yang mendapat hadiah penelitian dalam
bidang ilmu serangga dan lingkungan. Ia juga selalu tekun bekerja dalam
bidang ilmunya sendiri. Sama halnya dengan dosen  Fakultas Peternakan
Unsoed yang di Australia menemukan cara penyimpanan mani beku sapi di
dalam tabung sedotan yang terbuat dari plastik setelah usahanya
berkali-kali gagal. Untuk itu ia menerima hadiah medali emas penelitian
Yayasan Hewlett-Packard. Ketekunan ketiganya itu tentu saja didampingi
oleh kalayak akademik yang tinggi. Namun kalayak akademik yang tinggi
saja belum cukup untuk membuahkan hasil penelitian yang cemerlang.
Diperlukan kreativitas dan ketekunan melakukan tugas yang tinggi.

Ketiga ciri ini yang seharusnya dimiliki oleh orang berbakat yang
pekerjaannya adalah menciptakan pengetahuan baru dan atau memperbaiki
manfaat suatu pengetahuan. Apakah di masyarakat akademik perguruan
tinggi kita suasana ketekuan dan kesetiaan menangani tugas itu ada atau
tidak ada, dapat dirangkum dari poster-poster yang ditempelkan di mana
saja di dalam kampus yang  dapat dilekati kertas. 

Sayang sekali, pengumuman yang memenuhi dinding kampus bukan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan kemajuan ilmu yang ditekuninya, melainkan
mengenai siraman rohani, bedah buku tentang solidaritas Palestina dan
berbagai diskusi mengenai berbagai kebobrokan yang terjadi di tanah air.
Tidak ada gagasan-gagasan ilmiah dalam bidang ilmu tertentu yang
diperbicangkan. 

Tentu saja kita harus peduli mengenai pemeliharaan iman, solidaritas
keimanan hingga aplikasi keimanan dalam kehidupan sehari-hari. Namun
kalau yang ditangani hanya itu saja, tidak perlu susah-susah belajar di
perguruan tinggi, kecuali kalau kita hanya bermaksud mendapatkan gelar
dan ijasah saja, bukan kemampuan dan keahliannya. Jika hanya itu yang
kita inginkan, lebih baik mengikuti ujian persamaan B.Sc, M.Sc, Ph.D dan
MBA di berbagai yayasan "gombal".

Bagaimana lulusan perguruan tinggi di Indonesia dapat mengimbangi
kemampuan akademik lulusan perguruan tinggi yang sudah mapan di negara
maju kalau yang ditekuninya selama belajar di perguruan tinggi bukanlah
bidang ilmunya sendiri. Apakah dengan "kematangan bermasyarakat" dengan
berkonsentrasi penuh ke kegiatan ekstra kurikuler kita mampu menjadi
ilmuwan bertaraf internasional? 

Melalui media internet saya pernah diserang habis-habisan ketika yang
menjadi pemenang medali perunggu pada olimpiade matematika tingkat
Asia-Pasifik dan olimpiade matematika internasional hanyalah siswa SMU
yang bertapak di Jawa. Ketika itu saya dituduh mendiskriminasikan mereka
yang berasal dari Luar Jawa. Hujatan itu memang pantas muncul di zaman
reformasi seperti sekarang. Namun  seharusnya penghujat yang notabene
mahasiswa pascasarjana matematika itu mesti menggunakan nalarnya dan
bukan pemikiran dengkulnya. Peraih medali perunggu itu ternyata adalah
siswa-siswa yang dengan kecintaan menekuni matematika dan kebanyakan
dari mereka berasal dari  sekolah-sekolah yang diselenggarakan
masyarakat (swasta), bukan dari sekolah yang diselenggarakan negara
(negeri). Atau kalau ia berasal dari sekolah yang diselenggarakan
negara, lingkungan keluarganya adalah lingkungan yang menghargai
ketekunan kerja. Siapa mereka itu? Boleh ditebak sendiri, lingkungan
keluarga yang mana yang dapat membedakan kapan harus menekuni pelajaran
tentang keimanan dan ilmu naqliah dan kapan lagi harus tekun menuntut
ilmu aqliah. 

Karena itu, hendaknya semua orang yang sedang belajar apa saja, untuk
tekun mempelajari apa yang seharusnya dipelajarinya agar mendapatkan
kelayakan profesional di dalam bidang yang diminatinya. Jangan
terjerumus ke zaman Firaun, ketika seleksi menjadi ahli bedah otak
dilakukan dengan cara berendam semalam suntuk di Sungai Nil. Jangan juga
terjerumus ke keadaan di Pakistan, ketika seorang Ph.D Fisika Nuklir
lulusan MIT AS melamar menjadi tenaga akademik. Pertanyaan penguji bukan
hal-hal yang pelik mengenai dentuman besar (big bang). Sederhana saja,
namun cukup mengejutkan karena Doktor Fisika itu diminta melafalkan Doa
Qunut. Jika ia tidak hafal doa Qunut, maka pastilah ia seorang Wahabi.

Mari kita renungkan, apa saja yang dapat kita perbaiki mengenai
kehidupan akademik di kampus, baik oleh tenaga akademik, tenaga
administrasi maupun mahasiswa.  Jika mahasiswa berlaku seperti itu,
seharusnya tenaga akademiknya merasa bersalah, karena hal itu pertanda
bahwa tenaga akademik belum dapat membawakan suasana akademik ke dalam
kampus, termasuk membawa mahasiswanya ke suasana ingin mengetahui.

Pernah seorang dewan penyantun suatu universitas besar di Jakarta
yang diselenggarakan masyarakat bertanya pada saya, universitas apa di
Indonesia yang suasana akademiknya sudah menyamai suatu universitas
penelitian.
Jawab saya dengan tegas, belum ada. Dan ketika ia menanyakan alasannya,
saya katakan bahwa di kampus saat ini banyak mahasiswa termasuk juga
mahasiswa pascasarjana serta dosen hanya menghadiri seminar karena harus
menandatangani daftar hadir. Kalau kurang tandatangan di daftar hadir,
ada kemungkinan ia tidak boleh ikut ujian atau kredit kenaikan
pangkatnya tidak cukup. Kalau begitu halnya, di kampus kita orang hadir
di seminar bukan karena ingin tahu lebih banyak, melainkan karena takut
tidak lulus ujian atau tidak naik pangkat.***

Penulis adalah guru besar Institut Pertanian Bogor 
(IPB) dan Ketua Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Telkom 
Dayeuhkolot Bandung.

End of forwarded message 8<---

-- 
syafril
-------
Syafril Hermansyah


--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------- 
Arsip                            : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau 
<http://news.gmane.org/gmane.org.region.indonesia.mahawarman> 
News Groups              : gmane.org.region.indonesia.mahawarman 
List Admin               : <http://home.mahawarman.net/lsg2> 
 




--[YONSATU - ITB]-----------------------------------------------    
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau 
<http://news.gmane.org/gmane.org.region.indonesia.mahawarman> 
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman   
List Admin      : <http://home.mahawarman.net/lsg2> 
 

Kirim email ke