REPUBLIKA

2008-11-01 09:45:00
UU Pornografi dan Baitul Muslimin Indonesia 
Ardi Winangun
Pengurus Presidium Nasional Masika ICMI
 

Dalam Rapat Paripurna pengesahan RUU Pornografi, Kamis (30/10), Fraksi PDIP 
melakukan aksi //walk out//. Langkah itu dilakukan sebagai bentuk protes atas 
rencana pengesahan RUU itu. 

Mereka meminta pengesahan RUU Pornografi ditunda dan dilakukan pada sidang 
berikutnya untuk melakukan sosialisasi di daerah. Alasan lain, pihaknya menolak 
empat pasal dalam RUU Pornografi yang dianggap tumpang tindih.

Sebagai bagian dari sistem demokrasi, yang dilakukan partai berlambang banteng 
moncong putih itu sah-sah saja. Tidak ada orang berhak melarang orang //walk 
out// dalam persidangan. 

Namun, yang dilakukan PDIP itu menunjukkan bahwa partai itu tidak 
memperjuangkan aspirasi umat Islam sebab umat Islam secara mayoritas mendukung 
rancangan undang-undang itu. Dengan demikian, wadah yang dibentuk oleh PDIP, 
yaitu Baitul Muslimin Indonesia (Barmusi), adalah hanya akal-akalan. 

//Akal-akalan Barmusi//
Kehadiran Barmusi di PDIP sebenarnya diharapkan mampu mengubah citra partai. 
Setelah dirancang cukup lama, Barmusi dideklarasikan pada 29 Maret 2007. 
Organisasi sayap baru itu disebut oleh Ketua Partai, Megawati Soekarnoputri, 
sebagai mitra strategis ormas Islam dalam pencerahan rakyat. Apa pun alasannya, 
yang jelas Barmusi dibentuk oleh PDIP untuk menampung aspirasi dan mendulang 
suara dari umat Islam.

Deklarasi Barmusi sangat istimewa, Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin dan 
Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi hadir dan ikut mendukung kehadiran organisasi sayap 
itu. Menurut Hasyim, Barmusi wujud nyata sublimasi Islam Indonesia. Islam yang 
kental dengan semangat nasionalis dan kultur Indonesia. Intinya, dengan 
kehadiran Barmusi dikotomi antara Islam dan nasionalis akan sirna.  

Kehadiran Barmusi tidak lepas dari peran Taufik Kiemas dan Din Syamsuddin. 
Untuk membentuk Barmusi, Taufik Kiemas jauh-jauh hari sudah melakukan safari 
politik. 

Sejak puasa tahun lalu ia rajin bersilaturahim ke berbagai ormas Islam, seperti 
NU, Muhammadiyah, dan KAHMI. Di ormas-ormas itu Taufik meminta dukungan moral 
dan suplai kader terkait rencana pembentukan Barmusi.

Selama ini PDIP bercitra sebagai partainya kaum sekuler, Nasrani, dan kaum 
abangan. Dalam perjalanan kepartaian di Indonesia, PDIP pun sangat minim 
mengakomodasi aspirasi umat Islam, bahkan berbagai RUU yang diajukan oleh 
partai-partai Islam dan yang didukung umat Islam cenderung ditolak. Misalnya, 
Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dari kondisi itu, 
tidak mengherankan jika dikotomi antara kekuatan partai Islam dan umat Islam 
dengan PDIP masih mengental. 

Lahirnya Barmusi jika diselusuri lebih jauh, ada beberapa faktor yang menjadi 
pendorongnya. Pertama, PNI dulu mempunyai sayap partai yang menampung aspirasi 
umat Islam, Jammiatul Muslimin. PDI dan PDIP juga pernah mempunyai Majelis 
Muslimin, tetapi semuanya tidak jalan. Diharapkan lembaga baru tersebut bisa 
menampung aspirasi umat Islam. 

Kedua, pembentukan BMI merupakan dorongan dari Din Syamsuddin. Dia beralasan di 
PDIP harus ada wadah yang menampung aspirasi umat Islam. Ketiga, amanat kongres 
PDIP tahun 2004 di Bali untuk membuat organisasi yang berbasis keagamaan. 
Keempat, Taufik Kiemas melihat kalau PDIP hanya mengandalkan pemilih dari kaum 
abangan dan kaum non-Islam, tentu tidak cukup bisa memenangi pemilu 2009 dan 
mengantarkan kembali Megawati menjadi presiden.

Menjadi pertanyaan selanjutnya, kenapa PDIP atau Taufik Kiemas sangat antusias 
ingin membentuk Barmusi? Kenapa tidak membentuk baitul-baitul agama yang lain?  

Analisisnya, pertama Taufik Kiemas memandang suara kaum abangan sudah tidak 
potensial dan suara kaum non-Islam tidak lebih dari 20 persen. Dia melihat umat 
Islam memiliki potensi yang sangat besar. 

Potensi itu terlihat dari munculnya PKS. Begitu muncul langsung mampu menyodok 
partai-partai besar lainnya. Bahkan, di Jakarta bisa memenangi pemilu 2004, 
suatu peristiwa yang hanya pernah dialami Partai Golkar, PPP, dan PDIP. 

Kedua, dengan terbentuknya Barmusi, PDIP merupakan salah satu partai yang juga 
bercorak nasionalis religius. Partai bercorak nasionalis religius merupakan 
tren yang terjadi saat ini. 

Seluruh partai besar, Golkar dan Demokrat, pun mencorak dirinya sebagai partai 
nasionalis religius. Corak ini dirasa lebih laku dan diterima oleh seluruh 
kalangan daripada partai yang bercorak agama atau nasionalis saja. 

Ketiga, kehadiran Barmusi juga disambut baik oleh kalangan umat Islam sebab 
kehadirannya akan dimanfaatkan guna memperjuangkan aspirasi umat. Namun, 
dilihat dari realitas penolakan Fraksi PDIP terhadap RUU Pornografi, maka 
pembentukan Barmusi merupakan pembohongan terhadap umat Islam. 

Barmusi hanya dijadikan pengumpul suara semata. Namun, begitu suara sudah 
didapat, aspirasi-aspirasi umat tidak akan diperjuangkan. Pengurus partai pun 
beralasan bahwa PDIP adalah partai nasionalis dan sekuler.

Kirim email ke