http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2008110620034418

      Jum'at, 7 November 2008
     
     
Lampung Gudang Ulama, Sebuah Obsesi 

      M. Afif Anshori



      Direktur Eksekutif Ikatan Jaringan Kerja Sama (Ikrama) Pondok Pesantren 
se-Lampung, Dosen Pascasarjana IAIN Raden Intan, Bandar Lampung

      Ada catatan menarik dari perhelatan Pilkada Lampung yang digelar 3 
September lalu: Program isu yang disampaikan Sjachroedin Z.P. Salah satu 
program yang menarik dicermati, Lampung akan jadi gudang ulama.

      Di komunitas pondok pesantren, isu tersebut mampu menyedot perhatian 
tersendiri karena menunjukkan perhatian terhadap lembaga pendidikan pesantren 
sebagai wahana memproduk ulama yang sementara ini terpinggirkan. Tampaknya, isu 
tersebut bukan sekadar jargon kampanye melainkan sebuah konsep, gagasan 
orisinal yang selama ini terabaikan para pemimpin negeri.

      Pengertian Ulama

      Kata 'ulama berasal dari akar kata 'alima-ya'lamu-'ilman. Artinya 
mengetahui/pengetahuan; lawan dari kebodohan (dhiddu al-jahl). Isim fa'il-nya 
'alim dan bentuk jamaknya 'alimun, 'ullam atau 'ulama; maknanya orang berilmu; 
lawan orang yang bodoh atau yang tidak berpengetahuan (dhiddu al-jahil).

      Jika pengetahuannya luas sekali dikatakan 'allamah. Artinya sangat 
ahli/sangat berpengetahuan. Bentuk superlatifnya 'alimun.

      Salah satu sifat Allah swt. adalah 'Alim (Mahatahu) atau al-'Alim (Yang 
Mahatahu). Adapun kata al-'ulama dinyatakan dalam firman Allah: Sesungguhnya 
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama (QS al-Fathir 
[35]: 28).

      Kata ulama juga tercantum dalam sejumlah hadis. Semuanya menggunakan 
makna bahasa di atas. Jadi, pengertian ulama mencakup semua orang yang 
berpengetahuan dan ahli ilmu.

      Penyebutan takwa pada ayat Alquran di atas hanya untuk memberi batasan 
bahwa ulama haruslah beriman kepada Allah dan secara lahir menunjukkan 
tanda-tanda ketakwaan. Jadi, islamolog yang tidak beriman pada Allah tidak 
masuk kategori ulama.

      Untuk batasan kedua, ulama adalah mereka yang mewarisi nabi. Kiai Ahmad 
Siddiq, Situbondo, menyatakan "yang diwarisi ulama dari nabi adalah ilmu dan 
amaliahnya yang tertera dalam Alquran dan hadis".

      Dengan batasan ini, ahli-ahli ilmu lain yang tidak berhubungan dengan 
Alquran dan hadis tidak masuk kategori ulama. Kiai Ahmad mengistilahkan 
kelompok ahli itu sebagai zu'ama.

      Tugas Ulama

      Tak ada yang bisa membantah bahwa agama berisi ajaran-ajaran mulia dan 
agung. Di Indonesia, ajaran-ajaran agama senantiasa didakwahkan dalam setiap 
waktu dan kesempatan. Namun pada saat yang sama, pelanggaran agama selalu 
muncul, bahkan dalam kualitas dan kuantitas yang tak terukur.

      Banyak orang salah kaprah. Menganggap agama sebagai sesuatu serbabisa. 
Padahal, sebagai doktrin, ajaran, atau aturan main berfungsi atau tidaknya 
sangat tergantung siapa yang mengaktualisasikan.

      Munculnya beragam penyakit sosial bukanlah semata-mata disebabkan 
kesalahpahaman atau disfungsi agama tetapi lebih karena faktor sistemik 
terutama sistem politik yang secara signifikan sangat berpengaruh dan (bahkan) 
bisa mengintervensi serta memaksakan kehendak pada semua warga.

      Seorang ulama sekaligus juga seorang politisi. Ia senantiasa 
memperhatikan dan mengurusi urusan-urusan umat. Ulama mengurusi urusan umat 
bukan dengan kekuasaan, tetapi dengan keilmuan.

      Ulama harus menjadi orang yang mengamalkan ilmu; senantiasa menyuarakan 
kebenaran, cinta kebaikan, memerintahkan kemakrufan, dan mencegah kemungkaran. 
Ulama harus mengajarkan dan menjelaskan kebenaran dan keadilan pada penguasa 
sekaligus menyeru penguasa menerapkan Islam secara benar, konsisten, adil serta 
menghiasi diri dengan akhlak Rasul saw.

      Kebinasaan bagi umat jika ulama malah menjadi yang sebaliknya: 
Terkooptasi kekuasaan dan penguasa. Mereka malah menjadi ulama as-salathin yang 
menjadi stempel penguasa menjustifikasi keburukan, penyimpangan, dan kezaliman 
penguasa.

      Untuk menghindari hal itu para ulama salafus®MDUL¯ cenderung menjaga 
jarak dengan penguasa; tidak mau mendatangi dan mengetuk pintu penguasa. Bukan 
mereka yang datang kepada penguasa; sebaliknya, penguasalah yang datang kepada 
mereka untuk mendapatkan nasihat, kritikan, dan pencerahan.

      Kalaupun mereka mendatangi penguasa bukanlah untuk mendekati penguasa, 
tetapi untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar; apalagi ketika penguasa 
banyak melakukan keburukan, penyimpangan, dan kezaliman. Mereka ingat akan 
peringatan Rasul saw: "Siapa saja yang mendatangi pintu-pintu penguasa ia akan 
terjerumus ke dalam fitnah. Tidaklah seorang hamba bertambah dekat dengan 
penguasa, kecuali ia bertambah jauh dari Allah" (H.R. Ahmad).

      Gudang Ulama

      Jelas, betapa penting keberadaan ulama yang berfungsi sebagai motivator, 
dinamisator, bahkan inovator pembangunan. Sangat disadari bahwa materi, metode, 
sistem, dan strategi penyiaran agama yang dilakukan para ulama, kiai, dan tokoh 
agama sebagai pelaku dakwah dapat berpengaruh, baik positif maupun negatif bagi 
pembentukan opini, sikap, dan perilaku masyarakat.

      Secara psikologis, pengajaran agama yang bernada negatif tentu saja akan 
menimbulkan opini, sikap, dan perilaku negatif. Hal sebaliknya, yang bernada 
positif dengan sendirinya akan menimbulkan opini, sikap, dan perilaku positif. 
Karenanya, maju mundurnya pandangan masyarakat sangat tergantung bagaimana 
peran kiai/ulama menyampaikan pesan dakwah. Karena itu, posisi ulama di 
tengah-tengah masyarakat menempati posisi sangat strategis.

      Pondok pesantren, pada hakikatnya, merupakan elemen strategis mengawal 
proses perubahan. Sejak lama, pesantren menjadi sumber pengetahuan masyarakat 
di sekitarnya dan kiai hingga saat ini masih diposisikan sebagai sentra figur 
di masyarakat.

      Kalau dilihat dari sisi sejarah, pesantren memiliki andil besar dalam 
perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Banyak tokoh pejuang bahkan pahlawan 
kemerdekaan yang lahir dari kalangan pesantren. Maka, melihat begitu besar 
peranan pesantren dalam kehidupan masyarakat, menjadi penting mengoptimalkan 
peran tersebut dalam konteks sosial kemasyarakatan.

      Provinsi Lampung merupakan daerah transmigran yang memiliki pesantren 
terbesar di luar Pulau Jawa dan perkembangannya sangat pesat. Hingga saat ini, 
terdapat tidak kurang 600-an pesantren yang tersebar di provinsi ini. Dengan 
jumlah penduduk Lampung yang hampir 7 juta jiwa, diharapkan keberadaan 
pesantren mampu mengembangkan potensi masyarakat.

      Dalam rangka suksesnya pembangunan masyarakat Lampung, pemda harus mampu 
menggandeng dan memfasilitasi para ulama, bahkan "calon ulama" yang dikader di 
pesantren; apakah dengan pembangunan akses infrastruktur ke pesantren di 
perdesaan, pelatihan life skill, pemberian bantuan modal usaha, dan sebagainya. 
Bahkan harus dimasukkan dalam salah satu program pada Badan Perencanaan 
Pembangunan Daerah.

      Apabila ini direalisasikan, bukan tidak mungkin Provinsi Lampung 
benar-benar akan menjadi gudang ulama. Allahu a'lam.
     

<<bening.gif>>

Kirim email ke