Selamat Natal dan Tahun Baru 2009 walau terlambat waktunya. Semoga 
Kedamian dan Cinta Kasih masih ada di bumi Indonesia.

salam

Abdul Rohim


--- In zamanku@yahoogroups.com, "ttbnice" <rpara...@...> wrote:
>
> Tulisan Goenawan Mohammad ini bagai hadiah natal buat saya yang
> terindah. Tulisan nya betul2 mewakili saya sebagai umat KResten di
> satu sisi dan manusia yang serba ingin tahu di sisi lain.
> 
> Ketika MUI berfatwa ucapan NAtal itu haram bagi muslim, sangat
> menghancurkan saya. Dan membuat saya marah. Bukan karena saya pengen
> dihargai, tetapi karena MUI mulai membatasi hakikat manusia.
> 
> Tahun ini banyak muslim teman2 saya yang tidak memperdulikan apa 
kata
> MUI dan memberi selamat kepada saya, yang mendatangkan rasa haru, 
rasa
> hormat kepada mereka, rasa persaudaraan sebagai sesama ciptaan 
Awloh,
> dan yang terpenting rasa indah sebagai umat manusia.
> 
> Mereka membawa Islam dalam arti yg sebenarnya yaitu rahmat alam
> semesta, hanya dengan mengucapkan selamat.
> 
> Terima kasih saudara Goenawan Muhammad yang muslim. 
> 
> Merry Christmas to you too..
> 
> 
> 
> --- In zamanku@yahoogroups.com, Abdul Rohim <peduli_klaten@> wrote:
> >
> > Natal
> > Yesus mungkin tidak benar-benar lahir pada 25 desember, tetapi 
hari
> natal, pohon terang dan lagu malam suci memberikan makna kepada 
mereka
> yang percaya.
> > SIAPA sebenarnya yang lahir di Betlehem 25 Desember hampir 2.000
> tahun yang lalu itu? Kita tidak tahu. Barangkali tak seorang bayi 
pun,
> suci atau tak suci, lahir di hari itu. Sebagian orang yang meneliti
> perkara ini pernah menyimpulkan bahwa hari kelahiran Yesus 
ditentukan
> kemudian dan tidak ada hubungannya dengan catatan dan akurasi 
sejarah:
> bahkan tanggal yang sekarang menjadi Hari Natal itu pada mulanya ada
> kaitannya dengan ritual pra-Kristen di Eropa, demikian juga halnya
> pohon Natal, dan entah apa lagi.
> > 
> > Tapi pentingkah itu semua, barangkali juga tidak. Cerita tentang
> Tuhan, para nabi, cerita tentang mukjizat, tentang pengorbanan jiwa,
> cerita tentang pengalaman religius dan hidup sebelum dan sesudah
> dunia, semua itu terlampau dahsyat untuk para penelaah fakta 
historis
> yang ketil dan cerewet. Dengan kata lain, iman adalah satu hal,
> pengetahuan tentang yang benar dan tidak benar adalah hal lain. Pada
> mula dan pada akhirnya ini adalah perkara makna, bukan kebenaran.
> Yesus mungkin tidak benar-benar lahir di tanggal 25 Desember di 
tahun
> nol atau satu, tetapi Hari Natal dan pohon terang dan lagu Malam 
Suci
> memberikan makna kepada mereka yang percaya, dan, seperti dalam
> pelbagai cerita yang didengar dan diulang-ulang untuk anak- anak,
> dengan makna itu keajaiban bisa terjadi.
> > 
> > Makna, bukan kebenaran. Soren Kierkegaard, pemikir Kristen dari
> Denmark yang disebut sebagai salah satu pemula filsafat
> eksistensialisme itu, pernah mengatakan bahwa agama pada esensinya
> bukanlah bujukan kebenaran sebuah ajaran, melainkan komitmen kepada
> suatu pendirian yang pada hakikatnya absurd, bahkan yang melecehkan
> akal kita. Untuk ada dan berarti, untuk exists, kita harus percaya,
> kata Kierkegaard, kita harus meloncat dari keraguan kepada iman, dan
> harus percaya kepada sesuatu yang sebenarnya sungguh repot untuk
> dipercayai.
> > 
> > Bagi sebagian orang, pendirian Kierkegaard teramat keras dan 
wungkul
> seperti alam Skandinavia, dan heroik seperti para pelaut Vikings,
> tetapi pada dasarnya juga posisi seperti itu bisa disebut juga 
sebagai
> posisi yang gampangan sama halnya dengan tekad mengenakan kacamata
> kuda sepanjang perjalanan hidup. Sebab makna yang diberikan agama
> kepada seseorang sering tidak membutuhkan tekad dan sikap heroik
> seperti itu. Berjuta- juta orang mendapatkan makna dari agama karena
> ia menjadi anggota dari sebuah komunitas: suatu pengambilan sikap 
yang
> bersahaja, tetapi berarti. Bagaimanapun juga ada dalam setiap agama
> kecuali barangkali yang dihayati kaum sufi dasar yang kuat mendorong
> dirinya untuk menjadi sesuatu yang menyemarakkan komunitas, "a
> celebration of community", untuk meminjam istilah Ernest Gellner,
> seorang ahli antropologi terkemuka yang banyak menelaah masyarakat
> Islam di Timur Tengah.
> > 
> > Dalam ikut serta menyemarakkan kebersamaan itu memang yang penting
> bukanlah pengetahuan yang benar tentang suatu doktrin. Makna
> semata-mata lahir karena orang, di dalam beragama, merasa tenteram,
> bahkan gembira, dalam ada bersama orang-orang yang seiman. Mereka
> merasa bisa lebih memahami tentang hidup, tentang yang benar dan 
tidak
> benar, yang adil dan tidak adil, dalam ritual yang dijalankan 
bersama
> dan itu berarti menuruti tradisi yang tertulis ataupun tak tertulis,
> turun-menurun dan bukan karena Sabda yang sudah baku dan sejak mula
> telah selesai.
> > 
> > Dalam keadaan itu, mereka umumnya tak merasa perlu mampu membaca
> Kitab Suci, mereka tidak repot mempersoalkan mana ajaran 
yang "murni",
> mereka tidak bersusah payah menaati doktrin yang berada di atas dan
> terpisah dari jejak sejarah dan budaya bagaikan rumus ilmu pasti dan
> bahkan tidak perlu mera- sa punya "doktrin". Barangkali, karena itu,
> mereka juga tidak punya pretensi untuk menjalankan cara yang "benar
> secara hukum". Agaknya dari sinilah acara seperti Perayaan Natal 
lahir
> dan berkembang, dan orang tidak merasa risau bahwa semakin lama
> semakin pudar "warna lokal" Palestina karena semakin 
digantikan "warna
> lokal" Eropa: salju yang tebal, Sang Bunda dan Sang Bayi yang 
berkulit
> putih, lagu Jingle Bells....
> > 
> > Makna, bukan kebenaran. Yang mencemaskan ialah bahwa sering orang
> mencampuradukkan antara keduanya. Ketika yang bermakna bagi saya 
saya
> anggap sebagai kebenaran, saya pun akan cenderung hendak 
menjadikannya
> sebagai doktrin, yang tetap, baku, konsisten, dan universal
> seakan-akan apa yang spontan dan sebab itu tak bisa dipastikan harus
> dibasmi, seakan-akan yang "lain" sebab tak cocok dengan doktrin 
harus
> dihabisi. Mungkin tampak akan kuat, tetapi mungkin juga seperti
> bangunan baja yang tanpa kemeriahan, dingin, mati.
> > 
> > Goenawan Mohamad
> >  
> >
> 
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1994/01/01/CTP/mbm.1994010
1.CTP1528.id.html
> > 
> > 
> > 
> >    Salam
> > Abdul Rohim
> > http://groups.google.com/group/peduli-jateng?hl=id
> >
>


Kirim email ke