Setelah baca-baca artikel lain, berkaitan dengan inflasi dan kebijakan moneter, 
ada artikel yang bilang: "kalau central bank (BI) berkomitmen untuk menjaga 
inflasi terkendali, maka tidak semua inflasi yang tercatat memiliki bobot yang 
sama dalam hal naik turunnya suku bunga" Lalu sektor apa saja yang penting 
untuk diperhatikan, dan mana yang tidak?

Kebijakan moneter pada dasarnya berupaya supaya perkembangan kapasitas produksi 
dan kemampuan konsumsi (demand dan supply) berkembang sejalan, stabil dan tidak 
terlalu banyak shock (secara keseluruhan). Jadi dari misalnya 2000 komponen 
inflasi, tidak semuanya memiliki bobot yang sama (secara konsumtif), dan 
pembobotan ini efeknya terhadap kebijakan moneter tidak sama. Jadi ada sektor 
atau industri yang memiliki bobot konsumsi besar, tapi dalam hal efek terhadap 
stabilitas ekonomi dan kebijakan moneter tidak terlalu besar. Verbatimnya: "Yet 
the price index designed to measure the cost of living is not necessarily the 
best one to serve as a target for monetary policy"

Dan setelah melalui beberapa model matematis, penulisnya yang lulusan harvard, 
menyimpulkan bahwa SALAH SATU (untuk AMERIKA) yang penting adalah level gaji 
nominal, dalam perbandingan dengan kenaikan harga-harga.

Artinya, gaji yang naiknya lambat dibandingkan harga-harga lain yang naik cepat 
menunjukkan adanya penurunan aktivitas ekonomi (downturn), dan sebaliknya jika 
gaji naek terlalu cepat dibanding harga-harga, berarti overheating. Di satu 
sisi kalimat ini menunjukkan bahwa konsumsi dalam negeri yang meningkat 
berbarengan dengan produksi yang meningkat menunjukkan kesuksesan ekonomi. 
Konsumsi yang meningkat (YANG MERATA) menunjukkan keberhasilan pemerintah sebab 
berarti daya beli masyarakat naek.

Akan tetapi, jika kita lihat bahwa negara kita termasuk negara "kuli", apakah 
selama-lamanya kuli yang makan gaji ini harus selalu pada level yang 
segini-gini saja? Gaji secara nominal naek 5% tapi harga-harga naek 5% juga kan 
berarti sami mawon, tidak ada peningkatan taraf hidup. Dari dulu sampai 
sekarang cuma sanggup makan tempe. Sekarang malah harga tempe naek lebih banyak 
dari kenaikan gaji. Dimana peningkatan taraf hidupnya?

Yang lebih lucu lagi, saya pernah baca ada yang berupaya menaikkan (memperkuat 
mata uang rupiah dengan manipilasi pasar). Maksudnya baik supaya impor barang 
murah, dan rakyat bisa beli ini-itu. Tapi konsekuensinya apa? Impor murah 
berarti bakal terjadi defisit neraca perdagangan (impor > ekspor) yang artinya 
negara kita bakalan nombok utang sana sini dari negara lain. Lah mau bayarnya 
bagaimana? Jaman Suharto dulu sudah kejadian gagal bayar utang-utang sampe 
rupiah tembus 16000. Susah payah baru bisa dibawa turun ke 9000. Apakah mau 
diturunkan jadi 3000 supaya waktu krisis nanti satu dolar jadi 100,000 rupiah 
macam di Zimbabwe atau liberia? Mau minum kopi tubruk keluar uang tiga juta 
rupiah???



      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke