maaf ikutan nimbrung,

klo saya sih setuju untuk perbaikan status PRT, soalnya sering saya
lihat sebenarnya prinsip pekerjaan PRT itu seperti perbudakan model
baru, emang sih dibayar tapi relatif sangat rendah. di kota semarang
tempat saya tinggal paling tinggi dibayar 400rb, emang sih makan dll
ditanggung tapi klo itu dikembalikan ke kita apa mau dibayar segitu
untuk kerjaan rumah tangga yang ga akan habis? klo mau kan berarti
bisa dikerjakan sendiri, hemat 400rb kan?

lagian entah kenapa mayoritas PRT baru pasti anak dibawah umur yang
terpaksa kerja untuk bantu orang tua. antara ga tega klo ga dikasih
kerjaan dan kejam kalo ngasih kerjaan cm kuat bayar 400rb. untunglah
saya belum nikah jadi ga perlu mikirin PRT hehehe..

tapi saya punya cita2 klo PRT saya akan saya gaji UMR, pake jam kerja
dan harus profesional.. itu kalo saya jadi kaya.. klo ga kaya ya
kerjakan sendiri.. heheheh

thanks
gautama

Pada 12 Februari 2009 11:59, anton ms wardhana <ari.am...@gmail.com> menulis:
> Berita ini di satu sisi bagi saya sudah sepantasnya mengingat pembantu rumah
> tangga pun adalah profesi yang perlu pengaturan hak-haknya.
>
> Namun di sisi lain, tak urung hal ini akan menuai kontroversi juga, utamanya
> bagi kalangan keluarga menengah yang sudah mampu memiliki --maap,
> dikoreksi-- menyewa pembantu, dari sisi keuangannya yang memang pastinya
> akan cukup memberatkan bagi penyewa jasa pembantu rumah tangga ini. --maaf
> saya lupa besarannya, ada saya lihat emailnya di milis sebelah, tapi belum
> berhasil saya temukan lagi email yang mencantumkan calon upah minimum bagi
> pembantu rumah tangga tersebut.
>
> Juga hal ini mungkin akan mengubah hubungan tradisional antara
> majikan-pembantu yang bagi sebagian orang sudah dianggap keluarga (termasuk
> diantaranya, tetapi tidak terbatas pada: sakit ditanggung, makan minum
> ditanggung, pulang kampung ditanggung, dll) menjadi hubungan antara majikan
> dan karyawan.
>
> Kalau menurut Anda bagaimana ?
>
> *BR, ari.ams*
>
> http://www.kontan.co.id/index.php/Nasional/news/5237/Pemerintah_Godok_RUU_Pembantu_Rumah_Tangga
>
> Kamis, 11 Desember 2008 | 15:28
> *Pemerintah Godok RUU Pembantu Rumah Tangga*
>
> JAKARTA. Bagi anda yang mempunyai pembantu rumah tangga (PRT) ada baiknya
> lebih berhati-hati. Pasalnya, pemerintah sedang menggodok Rancangan
> Undang-Undang (RUU) perlindungan PRT.
>
> Departemen Tenaga kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), Departemen Hukum
> dan Hak Asasi Manusia (Dephukham) bersama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
> (LSM) mencari rumusan untuk mengatur hak dan kewajiban PRT.
>
> "Secara umum untuk melindungi HAM dari PRT," ujar Syaiful Rachman Kepala
> Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Ekosob Dephukham hari ini.
>
> Dalam rancangan ini akan mengatur antara lain soal jam kerja, syarat menjadi
> PRT, cuti hamil, cuti haid. termasuk penyelesaian perselisihan antara
> majikan dan PRT. "Akan juga diatur lembaga penempatan PRT di tingkat
> provinsi," ujar Achyar Kepala Bagian Perundangan Biro Hukum Depnakertrans.
>
> Lamgiat Siringoringo
>
> http://hukumonline.com/detail.asp?id=15132&cl=Berita
>
> *Pembantu Rumah Tangga pun akan Diatur Undang-Undang*
> [12/7/06]
>
> *Draft sementara RUU Pekerja Rumah Tangga sudah mulai disusun Depnakertrans.
> Padahal naskah akademiknya belum ada.*
>
> **
>
> Kepala Bagian Peraturan Perundangan-undangan Depnakertrans Akhyar HZ
> menyatakan belum ada naskah akedemik untuk RUU pekerja Rumah Tangga (RUU
> PRT). Namun, Depnakertrans sudah menyusun beberapa pokok pikiran untuk
> nantinya disusun menjadi naskah akademik. Pokok pikiran tersebut antara lain
> latar belakang, sosiologis, filosofis, masalah keadaan PRT, perlakuan upah,
> kurang istirahat, dan kekerasan terhadap PRT.
>
> Sebelum RUU itu, Depnakertrans sudah lebih dahulu mempersiapkan Rancangan
> Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan PRT. Namun RPP tersebut tidak bisa
> dikeluarkan karena belum ada peraturan yang lebih tinggi yang
> memerintahkannya. Oleh karena itu, Depnakertrans menilai lebih baik berupa
> UU yang disetujui bersama DPR dan Pemerintah.
>
> �Mengenai naskah akademik, kami punya rencana untuk juga menyiapkan secara
> paralel dengan penyusunan RUU PRT sehingga bisa diketahui latar belakang
> pembuatan RUU ini,� kata Akhyar dalam workshop bertema �Menuju Perlindungan
> bagi PRT� di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (10/7).
>
> Jika RUU PRT jadi disusun, berarti menambah daftar undang-undang yang
> mengatur tenaga kerja. Sebelumnya Indonesia sudah memiliki UU No. 13 Tahun
> 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
> Perselisihan Hubungan Industrial, dan UUU No. 39 Tahun 2004 tentang
> Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
>
> Soka Handina Katjasungkana dari Samitra Abaya Kelompok Perempuan Pro
> Demokrasi (SAKPPD) menyatakan bahwa naskah yang ditampilkan belum memiliki
> naskah akademik, sehingga tidak jelas masalah yang terjadi di masyarakat
> yang harus diatasi UU ini. Ia juga menegaskan perlunya mengikuti prosedur
> dalam menyusun sebuah produk hukum agar hasil akhir menjadi maksimal.
>
> Ia menilai keberadaan UU ini penting karena perlu ada UU yang lebih khusus
> mengatur pekerja domestik. Undang-undang yang ada masih terlalu umum.
> Beberapa peraturan yang bisa dikaitkan dengan pekerja domestik antara lain
> UU Ketenagakerjaan, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)
> dan UU Perlindungan Anak.
>
> Kepala Penasihat Teknis Proyek ILO untuk Perlindungan Pekerja Domestik dari
> Kerja Paksa dan Trafiking Lotte Kejser menyatakan bahwa pihaknya telah
> melakukan lima kali pertemuan dengan Depnakertrans, inter departemen dan
> konsultasi publik. Acara yang dilakukan kali ini merupakan konsultasi publik
> lagi dengan draft yang sudah direvisi. ILO juga menilai peran Depnaker dan
> masyarakat saling melengkapi.
>
> Menurut Kejser, pada 2005, Human Right Watch International dan Amnesty
> International mengomentari bahwa Indonesia tidak melindungi pekerja
> domestik. Hal ini juga menjadi keluhan ke ILO dan komite pakar regulasi dan
> konvensi. Pasalnya, jika Indonesia menolak membuat regulasi tentang pekerja
> domestik maka artinya Indonesia tidak melakukan kewajiban perlindungan dalam
> hukum internasional. Dengan demikian akan ada lebih banyak komentar, laporan
> dan perhatian dari dunia internasional.
>
> Kejser menyatakan bahwa RUU ini akan melindungi pekerja domestik di
> Indonesia. Namun, ia menambahkan bahwa negara asing seperti Arab Saudi,
> Malaysia akan mempertanyakan bagaimana Indonesia minta perlindungan untuk
> TKI di luar negeri, jika tidak melindungi warga yang melakukan pekerjaan
> serupa di dalam negeri. �Itulah hukum di internasional. Jika Anda minta
> sesuatu dari pemerintah asing, Anda harus berikan hal yang sama pada warga
> Anda yang ada di dalam negeri,� kata Kejser.
>
> Anggota Komisi III DPR dari F-PKB Nursyahbani Katjasungkana menyatakan bahwa
> sudah ada Pasal 1602 KUHPerdata tentang perlindungan pekerja sektor
> domestik. Selain itu, lanjut ia, ada pula Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1993
> mengenai hukum kontraktual yang harus diketahui suku dinas ketenagakerjaan
> Jakarta.
>
> Meskipun demikian, UU Perlindungan Hukum bagi Pekerja Rumah Tangga sudah ada
> dalam daftar Prolegnas. Oleh karena itu, lanjut ia, jika Depnakertrans ingin
> RUU ini menjadi prioritas Prolegnas 2007, maka harus diselesaikan sebelum
> September 2006.
>
> Menurut ia, Depnaker perlu memberitahukan ke Dephukham untuk disetujui
> bersama. RUU ini juga perlu segera dilengkapi naskah akademik. Nursyahbani
> menambahkan bahwa RUU ini bukan hanya konstruksi hukum antara majikan-PRT
> tapi juga untuk mencegah *forced labour *(kerja paksa). �Saya sudah bicara
> dengan penyusun RUU untuk menyempurnakan draft sebelum menyerahkan ke DPR.
> Saya akan memperjuangkan agar menjadi prioritas sehingga bisa segera
> diundangkan,� tegas Nursyahbani.
>
> Nursyahbani mengusulkan agar RUU PRT ini menjadi payung, dalam artian berisi
> hal yang pokok saja dan menjadi landasan bagi Pemda dalam menyusun Perda.
> Dengan demikian, lanjut ia, jika Pemda membuat Perda yang bertentangan
> dengan UU maka bisa dibatalkan Mendagri atau MA. Ia juga menilai hak
> reproduksi, cuti hamil dan cuti haid masih belum tercantum dalam draft RUU
> ini.
>
> *Substansi*
>
> Berdasarkan draft per 29 Juni 2006, RUU PRT terdiri atas 14 bab dan 30
> pasal. Beberapa hal yang dielaborasi dalam RUU tersebut antara lain hak dan
> kewajiban baik PRT maupun pengguna jasa PRT, perjanjian kerja, pengupahan,
> penyelesaian perselisihan, pengakhiran hubungan kerja, pengawasan dan
> sanksi.
>
> Bab XI mengenai Pengawasan mendapat perhatian cukup besar. Pasalnya,
> dicantumkan bahwa pengawasan pelaksanaan UU ini dilakukan pegawai pengawas
> ketenagakerjaan bersama aparat kelurahan/desa dan ketua RT/RW setempat.
>
> Soka Handina menilai pelibatan RT/RW dalam proses pengawasan merupakan hal
> yang dapat diperdebatkan. Pasalnya, RT/RW bukanlah lembaga formal dan bukan
> aparat pemerintah, berbeda dengan aparat kelurahan.
>
> Akhyar mengakui bahwa pengawasan oleh RT/RW hanya berupa gagasan, oleh
> akrena itu bukanlah harga mati. Depnakertrans akan terus melakukan diskusi
> dengan Pemerintah untuk membahas siapa yang paling pantas melakukan
> pengawasan.
>
> Akhyar menyatakan belum tahu apakah nantinya akan membentuk sebuah lembaga
> independen/komisi khusus. Menurut ia, pihaknya akan melihat dari dinamika
> pembahasan di DPR.
>
> �Di Depnakertrans kan ada pengawas tapi jumlahnya terbatas. Sekitar 3000
> orang. Padahal jumlah perusahaan sudah mencapai 60�70 ribuan. Untuk
> mengatasi kekurangan bisa ditambah dari aparat desa dan kelurahan,� kata
> Akhyar.
>
> *(Tif)*
>
> --
>
> -----
> save a tree.. please don't print this email unless you really need to
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> 

Kirim email ke