Daku la ya bilang, hehe..

Bung, pendapat bung saya pikir sama saja. Artinya politik dan ekonomi itu harus 
dikelola secara seimbang dan bersamaan. Wajar jika politisi memikirkan tentang 
ekonomi (pembangunan ekonomi) dan ekonom memikirkan tentang politik (politik 
yang sehat, aman dan berkeadilan). Sederhananya, ekonom harus mengerti politik 
dan politikus harus mengerti ekonomi. Dalam teori ekonomi mikro dan makro juga 
dibahas tentang ekonomi dan politik.  Artinya harus ada kerja sama antara 
politikus (pemerintah) dengan pelaku ekonomi (ecconomic hit man)


salam

nazar
on: tebo-jambu


--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero <hotrad...@...> 
wrote:
>
> At 04:44 PM 3/19/2009, you wrote:
> 
> >Bung poltak, kok jadi aneh seperti itu? Apa anda lupa bahwa ekonomi 
> >dan politik itu berjalan searah? Sederhananya, jika kondisi politik 
> >kacau bagai mana ekonomi suatu negara akan maju? Hm, ingat bung. 
> >Politik dan ekonomi berjalan searah.
> 
> 
> Siapa bilang?
> 
> Berdasarkan sejarah, gejala kekacauan politik dimulai dengan ketidak 
> beresan ekonomi.  Bukan sebaliknya.
> 
> Ekonomi yang normal dan wajar bersifat desentralistik - di mana tiap 
> orang memilih dan mengambil keputusan ekonomis masing-masing.  Pada 
> keadaan seperti ini, maka otonomi ekonomi akan bermuara pada otonomi 
> politik.  Indikator jelasnya adalah ketika fenomena politik menjadi 
> fenomena lokal.  Saya lebih peduli pada siapa yang menjadi lurah 
> ketimbang siapa yang menjadi gubernur atau presiden. (dan ini 
> sebenarnya adalah bentuk partisipasi politik yang paling sehat)
> 
> Keadaan jadi kacau ketika ada orang yang tidak rela orang lain 
> memiliki otonomi dalam memilih keputusan ekonominya sendiri.  Mereka 
> merasa lebih tau apa yang terbaik bagi seseorang - lebih daripada 
> orang itu sendiri. Inilah awal dari pemerintahan sentralistik.
> 
> Itulah awal matinya otonomi seseorang.
> Itulah awal malapetaka politik (dan ekonomi).
>


Kirim email ke