bang poltak yang paling pintaaaaarrrrrr.

pertanyaannya, bagaimana jika setiap orang dibebaskan mengambil keputusan
ekonomisnya masing2, tapi kemudian justru merugikan dimensi sosial
disekitarnya? menimbulkan kerusakan lingkungan, budaya dan matinya individu2
yang tidak punya cukup skala untuk bersaing? apakah ini yang anda sebut
wajar dan normal?

bukankah sudah cukup pula bukti sejarah, bahwa keserakahan dan otonomi
ekonomi tanpa batas, seperti yang anda agung2kan itulah yang menjadi sumber
malapetaka ekonomi akhir2 ini?.

saya bukan pengagum pemerintahan sentralistik, tapi saya juga tidak
sepenuhnya sepakat dengan pendapat bang poltak.Seperti juga, saya tidak
bersimpati dengan ekonom indef yang memakai bahasa kasar "bodoh dan tolol",
tapi membaca nada komentar bang poltak, tampaknya juga menunjukkan kualitas
yang setali tiga uang...(maaf bang)

Buat saya, keputusan ekonomi tetap harus dibingkai oleh ideologi,harus ada
keberpihakan. Dan disinilah dimensi politik berperanan. Perkara siapa yang
ngibul dan dikibuli, itu urusan lain. Lha buat apa juga memberi analisis
yang penuh angka dan data, tapi kering dan miskin dengan sentuhan jiwa..
mudah2an bisa menjadi bahan renungan mas iman sugema dan bang poltak
hotradero

salam hangat

Rangga









2009/3/19 nazar <nazart...@gmail.com>

>   Daku la ya bilang, hehe..
>
> Bung, pendapat bung saya pikir sama saja. Artinya politik dan ekonomi itu
> harus dikelola secara seimbang dan bersamaan. Wajar jika politisi memikirkan
> tentang ekonomi (pembangunan ekonomi) dan ekonom memikirkan tentang politik
> (politik yang sehat, aman dan berkeadilan). Sederhananya, ekonom harus
> mengerti politik dan politikus harus mengerti ekonomi. Dalam teori ekonomi
> mikro dan makro juga dibahas tentang ekonomi dan politik. Artinya harus ada
> kerja sama antara politikus (pemerintah) dengan pelaku ekonomi (ecconomic
> hit man)
>
> salam
>
> nazar
> on: tebo-jambu
>
>
> --- In 
> AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com<AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com>,
> Poltak Hotradero <hotrad...@...> wrote:
> >
> > At 04:44 PM 3/19/2009, you wrote:
> >
> > >Bung poltak, kok jadi aneh seperti itu? Apa anda lupa bahwa ekonomi
> > >dan politik itu berjalan searah? Sederhananya, jika kondisi politik
> > >kacau bagai mana ekonomi suatu negara akan maju? Hm, ingat bung.
> > >Politik dan ekonomi berjalan searah.
> >
> >
> > Siapa bilang?
> >
> > Berdasarkan sejarah, gejala kekacauan politik dimulai dengan ketidak
> > beresan ekonomi. Bukan sebaliknya.
> >
> > Ekonomi yang normal dan wajar bersifat desentralistik - di mana tiap
> > orang memilih dan mengambil keputusan ekonomis masing-masing. Pada
> > keadaan seperti ini, maka otonomi ekonomi akan bermuara pada otonomi
> > politik. Indikator jelasnya adalah ketika fenomena politik menjadi
> > fenomena lokal. Saya lebih peduli pada siapa yang menjadi lurah
> > ketimbang siapa yang menjadi gubernur atau presiden. (dan ini
> > sebenarnya adalah bentuk partisipasi politik yang paling sehat)
> >
> > Keadaan jadi kacau ketika ada orang yang tidak rela orang lain
> > memiliki otonomi dalam memilih keputusan ekonominya sendiri. Mereka
> > merasa lebih tau apa yang terbaik bagi seseorang - lebih daripada
> > orang itu sendiri. Inilah awal dari pemerintahan sentralistik.
> >
> > Itulah awal matinya otonomi seseorang.
> > Itulah awal malapetaka politik (dan ekonomi).
> >
>
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke