At 05:30 PM 2/2/2010, you wrote:

Inilah konsekuensi panjang dari subsidi, yaitu 
menghasilkan rantai subsidi yang makin lama akan 
semakin panjang dan semakin kompleks.

Subsidi beras berarti harus menyediakan subsidi atas padi.
Subsidi padi hanya bisa sukses kalau disertai 
dengan subsidi benih dan subsidi pupuk.
Subsidi pupuk hanya bisa sukes kalau disertai dengan subsidi gas alam.
Subsidi gas alam hanya bisa sukses kalau ada subsidi modal.
Subsidi modal diambilnya dari pajak.

Kalau pajak naik - berarti secara implisit harga barang menjadi naik.
Maka selisih antara angka inflasi umum dengan 
harga beras -- akan semakin melebar.
Ongkos subsidi akan meningkat - karena sekalipun 
barang lain naik - harga beras harus ditekan.
Dengan kata lain - pos subsidi akan cenderung semakin membesar...

Ketika orang Indonesia menjadi sedemikian 
tergantung pada beras.  Maka akan semakin panjang 
rantai subsidi dan akan semakin mahal subsidi yang harus ada.

Solusinya?
1. Jangan gampang memberi subsidi.
2. Kalaupun harus memberi subsidi - maka kenakan 
pada konsumen BUKAN pada barangnya, supaya 
subsidi dinikmati hanya oleh orang yang benar-benar tidak mampu.



>Persoalan yang nampaknya cuma berputar2. Keluhan 
>selalu muncul, tapi tak ada atau kurang, usaha untuk memperbaikinya.
>
>Apa sih yg sebenarnya keliru? kita yang ngak 
>paham akan aturan main, sistem yang keliru atau lagi-lagi faktor korupsi...?
>
>===========
>
>Ladang Gas Dikuasai Asing
>Indonesia Tidak Berdaya Atur Pasokan Gas
>Laporan wartawan KOMPAS Orin Basuki
>Minggu, 31 Januari 2010 | 17:03 WIB
>KOMPAS/WISNU AJI DEWABRATA
>
>Karyawan PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri), Palembang, 
>Sumatera Selatan, mengemas pupuk urea bersubsidi 
>ke dalam kantong, Kamis (31/12). PT Pusri 
>berencana mendirikan pabrik pupuk NPK di 
>Palembang tahun ini dengan investasi 6 juta dollar AS.
>
>JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia tidak berdaya 
>mengatur pasokan gas di dalam negeri karena 
>investasi di ladang gas dikuasai asing. 
>Akibatnya, gas yang diproduksi di dalam negeri 
>lebih banyak diambil ke negara-negara tempat 
>para investor itu berasal atau dijual ke pasar 
>internasional. Salah satu industri yang menjadi 
>korban adalah pabrik pupuk yang menjadikan gas sebagai bahan baku utamanya.
>
>"Kalaupun ada pasokan ke pabrik pupuk, itu bukan 
>karena diprioritaskan melainkan karena pembeli 
>asingnya tidak jadi membeli. Ketika dijual ke 
>PIM (Pupuk Iskandar Muda), misalnya, harga 
>jualnya sama dengan gas impor," ujar Ketua 
>Kelompok Kerja Pupuk Nasional Edy Putra Irawadi di Jakarta, Minggu (31/1/2010).
>
>Menurut Edy, kondisi itu menjadi penyebab 
>keputusan Presiden sekalipun sulit dipenuhi. 
>Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
>telah menyetujui pasokan gas pada pabrik-pabrik 
>pupuk baru di Pusri dan Kaltim, tetapi sulit dipenuhi secara teknis.
>
>"Tidak ada tata niaga gas ataupun bea keluar 
>seperti CPO (minyak kelapa sawit mentah) dan 
>rotan sehingga strategi untuk meningkatkan 
>manfaat atau mengamankan anugerah Tuhan ini 
>untuk kita, untuk kepentingan sendiri, apalagi 
>gas ini memberikan nilai tambah yang berdampak 
>luas kepada masyarakat luas," ungkapnya.
>
>Dengan kondisi tersebut, semua pabrik pupuk di 
>dalam negeri tetap tidak menarik untuk 
>mendapatkan dukungan kredit perbankan. Bank 
>melihat pabrik pupuk bermasalah karena tidak 
>mendapatkan pasokan gas yang jelas.
>
>"Bagaimana bank mau memberikan kredit kalau tidak ada jaminan gas," tutur Edy.

Kirim email ke