Wah mohon maaf sebesar-besarnya, teman2

Tadi waktu saya kirim email ini bermaksud japri

 

BR, ari.ams

 

 

From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of anton ms wardhana
Sent: 05 Maret 2010 15:20
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Keuangan] Pajak atas penghasilan bagi wanita kawin.. was: Wanita 
kawin mandiri..

 

  

wkwkwkwkwk

Pada 5 Maret 2010 11:35, devry bonte <devryiskan...@yahoo.com 
<mailto:devryiskandar%40yahoo.com> > menulis:

>
>
>
> Besok hire staf ahli bahasa indonesia, bahasa SE susah benar dipahami.
>
> --- On Fri, 3/5/10, anton ms wardhana <ari.am...@gmail.com 
> <mailto:ari.ams03%40gmail.com> <ari.ams03%40gmail.com>>
> wrote:
>
> From: anton ms wardhana <ari.am...@gmail.com <mailto:ari.ams03%40gmail.com>  
> <ari.ams03%40gmail.com>>
> Subject: [Keuangan] Pajak atas penghasilan bagi wanita kawin.. was: Wanita
> kawin mandiri..
> To: ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com 
> <mailto:ahlikeuangan-indonesia%40yahoogroups.com> 
> <ahlikeuangan-indonesia%40yahoogroups.com>
> Date: Friday, March 5, 2010, 8:48 AM
>
>
>
>
> masih soal SE 29/PJ/2010 tanggal 1 Maret 2010
>
> di bawah ini, tulisan rekan AKI-ers juga, seorang konsultan pajak yang
> namanya cukup berkibar (bendera,kali. .) baik di dunia konsultasi dan
> pendidikan, lingkungan pengadilan pajak, maupun komunitas blogger.
>
> tulisan ini sendiri menegaskan kesamaan persepsi dengan mas pras dan mbak
> devry ( maaf saya ikut2an manggil mas dan mbak :) mengenai SE 29/PJ./2010
> ini, sekaligus sebagai penegasan bahwa persepsi saya sebelumnya salah :(
>
> dan mohon maaf bagi rekan2 lain, rupanya kami belum meng-upload SE yang
> terhitung baru ini ke file milis. file PDF akan segera menyusul
>
> *BR, ari.ams*
> *
> *
>
> artikel asli:
> http://triyani. wordpress. com/2010/ 03/05/pajak- atas-penghasilan
> -bagi-wanita- kawin/
>
> Triyani Budianto:
> Pajak atas penghasilan bagi wanita kawin
> *
> *
>
> Sore tadi, saya baru sempat membaca SE-29/PJ./2009 (yang saya salin dari
> www.ortax.org) dan hanya berkomentar singkat bahwa point 3d dari SE-29
> tersebut “aneh dan tidak memberikan perlakuan yang equal bagi wajib pajak”.
>
> SE-29 ini merupakan penegasan mengenai pengisian SPT Tahunan bagi Wanita
> Kawin yang mempunyai perjanjian pisah harta dan penghasilan atau wanita
> kawin yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban pajaknya sendiri,
> terpisah dari kewajiban pajak suaminya. Hal ini karena banyaknya pertanyaan
> terkait dengan pengisian SPT Tahunan bagi Wanita Kawin. Meskipun sudah ada
> buku petunjuk pengisian SPT Tahunan namun memang masih banyak pertanyaan
> yang muncul terkait dengan pengisian SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi,
> terutama bagi Wanita Kawin yang telah memiliki NPWP tersendiri.
>
> Berikut ini penegasan yang disampaikan Dirjen pajak melalui SE-29 tsb :
>
> ———–quote—————–
>
> *a. bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta
> dan penghasilan atau yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
> perpajakannya sendiri wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang
> Pribadi atas namanya sendiri terpisah dengan SPT Tahunan PPh suaminya.*
>
> *b. Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh wanita
> kawin sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah seluruh penghasilan yang
> diterima atau diperoleh wanita kawin tersebut dalam suatu tahun pajak,
> tidak
> termasuk penghasilan anak yang belum dewasa.*
>
> *c. Penghitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin
> sebagaimana dimaksud pada huruf a didasarkan pada penggabungan penghasilan
> neto suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri tersebut dihitung
> sesuai dengan perbandingan penghasilan neto antara suami dan isteri.*
>
> *d. Penghitungan PPh terutang sebagaimana dimaksud pada huruf c,
> berlaku juga bagi wanita kawin sebagai pegawai yang mempunyai penghasilan
> semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah
> dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.*
>
> *e. Harta dan kewajiban/utang yang dilaporkan dalam SPT Tahunan
> PPh wanita kawin sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah harta dan
> kewajiban yang dimiliki dan/atau dikuasai wanita kawin tersebut pada akhir
> tahun pajak.*
>
> ——————-end of quote———–
>
> *Menurut saya, point d yang saya kutip diatas (atau point 3d dari SE-29)
> tidak sesuai dg ketentuan pasal 8 UU PPh.*
>
> Berbicara mengenai NPWP bagi karyawati, dalam praktek, wanita kawin yang
> memiliki NPWP tersendiri bisa jadi disebabkan hal-hal berikut ini :
>
> 1. Karena memiliki perjanjian pra nikah mengenai pemisahan penghasilan
> dan harta,
> 2. Karena wanita tsb memilih untuk menjalankan kewajiban pajaknya
> sendiri, terpisah dari suaminya,
> 3. Karena diberikan NPWP yang berbeda dengan NPWP suaminya, misalnya
>
> karena didaftarkan secara kolektif melalui pemberi kerja atau karena
> diberikan NPWP secara jabatan yang berbeda dengan NPWP suami, dan Wanita
> tsb
> tidak mengajukan penghapusan (atau perubahan) NPWP.
>
> Pasal 2 ayat 1 UU KUP berikut penjelasannya mengatur mengenai kewajiban
> pendaftaran NPWP bagi wanita kawin sbb :
>
> *“Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
> sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib
> mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
> kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
> kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak”.*
>
> Penjelasan :
>
> *“Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
> sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan
> sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat
> Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk
> mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
> *
>
> *Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan
> mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan
> perubahannya. *
>
> *Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima
> atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan
> pemotongan/pemungut an sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak
>
> Penghasilan 1984 dan perubahannya. *
>
> *Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin
> yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan
> keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian
> pemisahan penghasilan dan harta.
>
> Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk
> memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin
> tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya
> terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.”*
>
> Sesuai dengan penjelasan pasal 2 tsb di atas, wanita kawin yang memiliki
> kewajiban untuk mendaftarkan diri guna memperoleh NPWP adalah sbb :
>
> 1. Wanita Kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup berpisah
> berdasarkan keputusan hakim; atau
> 2. Wanita Kawin yang menghendaki pengenaan pajak secara terpisah
>
> berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau
> 3. Wanita yang memilih untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan
>
> secara terpisah dari suaminya.
>
> Sedangkan mengenai perhitungan PPh terutang atas penghasilan suami dan
> istri, diatur dalam pasal 8 UU PPh berikut penjelasannya sbb :
>
> (1) * Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin
> pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula
> kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum
> dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap
> sebagai
> penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut
> semata-mata
> diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong
> pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada
> hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga
> lainnya.*
>
> *(2) Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah
> apabila:*
>
> *a. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;*
>
> *b. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian
> pemisahan harta dan penghasilan; atau*
>
> *c. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan
> kewajiban
> perpajakannya sendiri.*
>
> *(3) Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat
> (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan
> neto suami isteri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing
> suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.*
>
> *Penjelasan
> *
>
> *Sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang ini menempatkan keluarga
> sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari
> seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai
> pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.*
>
> *Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan
> secara terpisah.*
>
> *Ayat (1)*
>
> *Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun
> pajak atau pada awal bagian tahun pajak dianggap sebagai penghasilan atau
> kerugian suaminya dan dikenai pajak sebagai satu kesatuan. Penggabungan
> tersebut tidak dilakukan dalam hal penghasilan isteri diperoleh dari
> pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak oleh pemberi kerja,
> dengan ketentuan bahwa:*
>
> *1. penghasilan isteri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi
> kerja, dan*
>
> *2. penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada
> hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga
> lainnya.*
>
> *Contoh:*
>
> *Wajib Pajak A yang memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar
> Rp100.000.000, 00 (seratus juta rupiah) mempunyai seorang isteri yang
> menjadi
> pegawai dengan penghasilan neto sebesar Rp70.000.000, 00 (tujuh puluh juta
> rupiah). Apabila penghasilan isteri tersebut diperoleh dari satu pemberi
> kerja dan telah dipotong pajak oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut
> tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya,
> penghasilan neto sebesar Rp70.000.000, 00 (tujuh puluh juta rupiah) tidak
> digabung dengan penghasilan A dan pengenaan pajak atas penghasilan isteri
> tersebut bersifat final.*
>
> *Apabila selain menjadi pegawai, isteri A juga menjalankan usaha, misalnya
> salon kecantikan dengan penghasilan neto sebesar Rp80.000.000, 00 (delapan
> puluh juta rupiah), seluruh penghasilan isteri sebesar Rp150.000.000, 00
> (Rp70.000.000, 00 + Rp80.000.000, 00) digabungkan dengan penghasilan A.*
>
> *Dengan penggabungan tersebut, A dikenai pajak atas penghasilan neto
> sebesar
> Rp250.000.000, 00 (Rp100.000.000, 00 + Rp70.000.000, 00 + Rp80.000.000,
> 00).
> Potongan pajak atas penghasilan isteri tidak bersifat final, artinya dapat
> dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas penghasilan sebesar
> Rp250.000.000, 00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) tersebut yang
> dilaporkan
> dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. *
>
> *Ayat (2) dan ayat (3)*
>
> *Dalam hal suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim,
> penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan pengenaan pajaknya dilakukan
> sendiri-sendiri. Apabila suami isteri mengadakan perjanjian pemisahan harta
> dan penghasilan secara tertulis atau jika isteri menghendaki untuk
> menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, penghitungan pajaknya
> dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami-isteri dan
> masing-masing memikul beban pajak sebanding dengan besarnya penghasilan
> neto.*
>
> *Contoh:*
>
> *Penghitungan pajak bagi suami-isteri yang mengadakan perjanjian pemisahan
> penghasilan secara tertulis atau jika isteri menghendaki untuk menjalankan
> hak dan kewajiban perpajakannya sendiri adalah sebagai berikut.*
>
> *Dari contoh pada ayat (1), apabila isteri menjalankan usaha salon
> kecantikan, pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan jumlah penghasilan
> sebesar Rp250.000.000, 00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).*
>
> *Misalnya, pajak yang terutang atas jumlah penghasilan tersebut adalah
> sebesar Rp27.550.000, 00 (dua puluh tujuh juta lima ratus lima puluh ribu
> rupiah) maka untuk masing-masing suami dan isteri pengenaan pajaknya
> dihitung sebagai berikut:*
>
> - Suami = 100.000.000, 00 : 250.000.000 x Rp27.550.000, 00 = Rp
> 11.020.000
>
> - Isteri = 150.000.000, 00 : 250.000.000 x Rp27.550.000, 00 =
> Rp 16.530.000
>
> Sesuai dengan apa yang tertulis dalam pasal 8 UU PPh berikut penjelasannya,
> menurut saya penghasilan istri yang memenuhi kriteria berikut ini :
>
> 1. *Penghasilan istri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi
> kerja, dan*
> 2. *Penghasilan istri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada
>
> hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga
> lainnya.*
>
> TIDAK DIGABUNGKAN DENGAN PENGHASILAN SUAMI.
>
> Dalam formulir SPT PPh WP Orang Pribadi (Form 1770 atau form 1770-S),
> penghasilan istri dari satu pemberi kerja tsb di atas merupakan penghasilan
> yang telah dikenakan pajak tersendiri dan bersifat final, sehingga pada
> saat
> pelaporan SPT Tahunan, penghasilan tersebut tidak digabungkan dengan
> penghasilan suami, namun tetap diinformasikan dalam SPT Tahunan suami.
>
> Menurut saya, ketentuan tsb (penghasilan istri dari satu pemberi kerja
> tidak
> digabungkan dg penghasilan suami) semestinya juga tidak berubah meskipun
> suami istri tsb memiliki perjanjian pemisahan penghasilan dan harta maupun
> karena istri memilih untuk menjalankan kewajiban pajaknya sendiri, terpisah
> dengan penghasilan suami.
>
> Jika mengacu pada point 3d SE-29 tsb, maka akan mengakibatkan Suami Istri
> yang memilih untuk menjalankan kewajiban pajak secara terpisah harus
> membayar pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan suami istri yang
> menjalankan kewajiban pajaknya secara gabungan.
>
> Contoh 1 :
>
> A+ B suami istri yang masing2 telah memiliki NPWP sendiri, sehingga istri
> dianggap memilih untuk menjalankan kewajiban pajaknya sendiri. Keduanya
> bekerja sebagai karyawan dan belum memiliki anak. Tahun 2009 memperoleh
> penghasilan sbb : penghasilan neto A (Suami) Rp 200.000.000 sedangkan
> penghasilan neto B sebesar Rp 100.000.00
>
> jika kita mengacu pada ketentuan 3d SE-29, maka perhitungan PPh terutang
> bagi A+B dilakukan sbb :
>
> Penghasilan neto gabungan = 300.000.000 (a)
>
> PTKP (K/I/0) = (33.000.000) (b)
>
> Penghasilan Kena Pajak : 267.000.000 (a-b)
>
> PPh terutang : 36.750.000
>
> PPh terutang a/n Suami = Rp 200jt/300jt x Rp 36.750.000 = 24.500.000
>
> PPh terutang a/n Istri = Rp 100jt/300jt x Rp 36.750.000 =Rp 12.250.000
>
> PPh 21 yang telah dipotong pemberi kerja adalah sbb :
>
> a/n Suami = 22.426.000
>
> a/n Istri = 7.624.000
>
> Dengan demikian pada akhir tahun (Maret ini) , keluarga A+B harus membayar
> PPh pasal 29 (PPh kurang bayar) sbb :
>
> a/n Suami = 2.074.000
>
> a/n Istri = 4.626.000
>
> Contoh 2 :
>
> C+D suami istri yang memiliki satu NPWP. Istri menggunakan NPWP anggota
> keluarga yang sama dg NPWP Suami. sehingga pemenuhan hak dan kewajiban
> pajak
> hanya dilakukan oleh suami. C+D juga belum memiliki anak. Data penghasilan
> neto tahun 2009 sama dengan penghasilan A&B, masing2 Rp 200 Jt dan Rp 100
> Jt.
>
> Perhitungan PPh terutang C dilakukan sbb :
>
> Penghasilan neto = 200.000.000 (a)
>
> PTKP (K/0) = (17.160.000) (b)
>
> Ph Kena Pajak = 182.840.000 (a-b)
>
> PPh terutang = 22.426.000
>
> PPh 21 dipotong = 22.426.000
>
> PPh kurang dibayar = Nihil
>
> Ph istri telah dikenakan Pajak tersendiri dan bersifat final sbb :
>
> Ph neto = Rp 100.000.000 (a)
>
> PTKP (TK) = (15.840.000) (b)
>
> Ph Kena Pajak = Rp 84.160.000
>
> PPh terutang = Rp 7.624.000
>
> sesuai dg SE-29, hanya karena perbedaan cara pelaporan (cara pemenuhan
> kewajiban pajak) maka A+B vs C+D harus membayar pajak dengan jumlah yang
> berbeda* (dlm contoh di atas lebih tinggi 22%), *padahal kondisi wajib
> pajak
> sama-sama berstatus sbg karyawan dg jml tanggungan yang sama dan memperoleh
> penghasilan yang sama besarnya.
>
> *hmmm,.. aneh khan?*
>
> Agar memberikan perlakuan yang sama thd wajib pajak & memberikan keadilan,
> Semoga Point 3d SE-29 tsb segera diralat dan diganti menjadi*
> “**Penghitungan
> PPh terutang sebagaimana dimaksud pada huruf c, TIDAK berlaku bagi wanita
> kawin sebagai pegawai yang mempunyai penghasilan semata-mata diterima atau
> diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong Pajak Penghasilan
> Pasal 21″.*
>
> *[image: :)]*
> Maret 5, 2010 <http://triyani. wordpress. com/2010/ 03/05/> - Ditulis oleh
> triyani <http://triyani. wordpress. com/author/ triyani/> | PPh Orang
> Pribadi<http://id.wordpress .com/tag/ pph-orang- pribadi-pajak/>
> , Pajak <http://id.wordpress .com/tag/ pajak/> |
> Karyawati<http://id.wordpress .com/tag/ karyawati/>
> , NPWP Sendiri <http://id.wordpress .com/tag/ npwp-sendiri/>, Pisah
> Harta<http://id.wordpress .com/tag/ pisah-harta/>
> , Wanita Kawin <http://id.wordpress .com/tag/ wanita-kawin/> | Belum Ada
> Tanggapan<http://triyani. wordpress. com/2010/ 03/05/pajak-
> atas-penghasilan -bagi-wanita- kawin/#comments>
> --
> -----
> *save a tree, don't print this email unless you really need to*
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> 
>

-- 
-----
save a tree, don't print this email unless you really need to

[Non-text portions of this message have been removed]



Tidak ada virus ditemukan dalam pesan masuk.
Diperiksa oleh AVG - www.avg.com
Versi: 9.0.733 / Basis Data Virus: 271.1.1/2721 - Tanggal Rilis: 03/05/10 
02:34:00



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke