The Secret, Sebuah Pendalaman ataukah Pendangkalan?

Saya tidak tahu apakah tulisan saya ini termasuk basi atau tidak, 
karena hiruk pikuk bahasan tentang the secret saat ini sudah mulai 
agak surut. Booming the secret sendiri sudah terjadi kira-kira dua 
atau tiga bulan yang lalu. Tapi, ah saya tidak peduli. Saya hanya 
ingin berbagi perspektif saya pribadi atas teori law of attraction 
tersebut. Saya juga tidak ingin berbicara tetang benar atau salah. 
Karena saya yakin kita sudah mampu mencernanya dalam hati nurani 
masing-masing. Okey, mari kita mulai.

Membaca buku the secret rasanya seperti kembali membaca diri saya 
sendiri beberapa waktu yang lalu. Saat saya masih kuliah dulu, 
meskipun tidak persis berada pada sudut pandang yang sama dengan 
Rhonda Byrne, saya menganggap bahwa diri pribadi saya berperan 
sangat penting pada setiap langkah dalam hidup ini. Saya adalah 
penguasa kehidupan saya di dunia. Sedangkan Allah saya letakkan pada 
barisan terakhir penentu nasib. Saat itu saya sangat yakin bahwa 
apabila saya selalu mengafirmasi diri melalui pikiran ataupun 
tulisan maka keinginan saya pasti akan terwujud. Hanya tinggal 
menunggu waktu saja. 

Akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu, prinsip tersebut juga 
ikut berubah. Bagi saya selalu ada Allah di balik apapun yang 
terjadi di alam semesta ini. Dalam lauhil mahfudz sudah tertulis 
semua perjalanan hidup setiap manusia. Saya haya tinggal 
menjalaninya saja. Tidak lebih dari itu. 

Membaca buku the secret terasa seperti membaca pikiran manusia yang 
sangat rasional. Logika-logika yang diketengahkan juga disertai 
dengan argumen yang rasa-rasanya sulit untuk dibantah. Namun rasa 
yang berbeda muncul saat saya membaca the alchemist-nya Paulo 
Coelho. Meskipun sama-sama berbicara tentang semesta yang akan 
membantu mewujudkan keinginan kita, namun sense yang muncul dari the 
alchemist jauh lebih lembut. Jauh lebih spiritual. Rasanya the 
alchemist seperti berasal dari hati, sedangkan the secret berasal 
dari otak.

Sebenarnya the secret juga mengakui kekuatan yang tak kasat mata. 
Rhonda mengajak pembacanya untuk mengimani dan meyakini kekuatan 
yang maha hebat diluar dimensi manusia. Kekuatan itu dia definisikan 
sebagai kekuatan semesta yang bernama hukum tarik menarik.

Selain tentang iman dan yakin, beberapa hal lain dari the secret 
yang saya kagumi adalah ajakan untuk selalu berpikir positif, 
optimis, selalu membangun perasaan baik, segera bertindak untuk 
mewujudkan, bersyukur dan menghargai atas apa yang kita miliki saat 
ini, dan selalu berterimakasih. Dua hal terakhir inilah yang menurut 
saya menjadi sisi spiritual dari the secret meskipun bahasa yang 
digunakan juga sangat rasional. 

Saya jadi ingat firman Allah dalam QS Ibrahim ayat 7 yang menyatakan 
bahwa "sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah 
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka 
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Bersyukur, sebuah kata yang 
sangat indah menurut saya. Konsep syukur ini kemudian diaplikasikan 
dengan selalu mengucap terimakasih dalam kondisi apapun dalam setiap 
kejadian keseharian di kehidupan kita. 

Syukur dan terimakasih inilah yang seringkali terlupakan oleh 
mayoritas dari kita. Padahala apabila dua hal ini "diugemi" dan 
dijadikan sebagai panduan hidup, sungguh hasilnya akan menjadi 
sangat hebat. Tidak ada lagi intrik yang muncul akibat ego masing-
masing. Yang ada hanya rasa optimis dan pikiran positif. Tidak akan 
ada lagi terminologi musuh ataupun pesaing. Yang ada hanya kawan dan 
partner. Mengasyikkan rasanya apabila hidup dalam dunia seperti itu.

Satu hal dari the secret yang tak kalah menarik adalah pemahaman 
bahwa tidak ada papan tulis di langit yang ditulis oleh Tuhan 
mengenai maksud dan tujuan hidup kita. Menurut Rhonda, akal atau 
pikiran kita sendirilah yang membentuk semesta. Tidak ada campur 
tangan siapapun atau apapun dalam perjalanan hidup manusia. Kita 
adalah penguasa kehidupan kita sendiri, kata Rhonda.

Secara eksplisit terlihat bahwa the secret tidak mengakui adanya 
takdir. Padahal beberapa tahun terakhir ini masyarakat barat melalui 
film-filmnya sudah banyak yang mulai memahami bahwa tidak ada yang 
kebetulan di semesta ini. Ada grand design yang melatarbelakangi 
segala kejadian di dunia. Grand design itulah yang mereka sebut 
sebagai destiny. Takdir. Bahkan as sekop, dalam buku miteri soliter, 
mengatakan bahwa yang mengetahui takdirnya harus menjalaninya.

Dalam pemahaman saya, memang semuanya akan selalu bermuara kepada 
diri sendiri. Apapun yang kita cari, jawabannya ada di hati dan diri 
kita. Dalam bahasa salah seorang kenalan, kambing hitam tidak berada 
di mana-mana tetapi ada di diri sendiri. Namun tidak berarti bahwa 
manusia kemudian merasa sombong dan mengatakan bahwa "saya yang 
menciptakan semesta, sehingga semesta ini milik saya, dan hanya saya 
yang berhak untuk mengaturnya".

Dalam keyakinan yang saya anut, wajib hukumnya untuk meyakini dan 
mengimani enam hal yang salah satunya adalah percaya pada qadha dan 
qadar. Percaya pada ketentuan Allah yang sudah tertulis bahkan 
sebelum kita diciptakan ke dunia. Keyakinan tersebut mengkristal 
dalam konsep "la haula wala quwwata illa billah". Tiada daya dan 
tiada upaya kecuali hanya milik Allah.

Seakan-akan manusia memang memiliki free will untuk memilih. Namun 
pada hakikatnya sama sekali manusia tidak memiliki kemampuan untuk 
berbuat apapun. Segala sesuatu terjadi atas izin Allah. Pada 
hakikatnya manusia dan semesta ini sesungguhnya tidak ada, yang ada 
hanya Allah.

Pada posisi manakah the secret berada? Saya yakin bahwa sebenarnya 
Rhonda dan rekan-rekannya yang memunculkan konsep the secret adalah 
para filosof yang telah mengalami begitu banyak hal di dalam 
kehidupannya. Saya juga yakin sesungguhnya mereka adalah para 
spiritualis dan shaman yang dalam proses perjalanan dan pencariannya 
telah menemukan sangat banyak hal. Namun apabila kesimpulan yang 
mereka ambil adalah tidak ada papan tulis kehidupan di langit yang 
ditulis oleh Tuhan mengenai maksud dan tujuan hidup kita, apakah 
merupakan sebuah penggalian yang lebih dalam? Ataukah malah sebuah 
pendangkalan?

Mari kita tanyakan jawabannya kepada hati nurani kita masing-masing.


Banyuwangi, 16 Desember 2007
Aziz Fajar Ariwibowo
see my blog : http://aziz-fajar.blogs.friendster.com/azizfajar/


Kirim email ke