saya sependapat dgn pak Irman harus ada yg dikorbankan utk memilih yg terbaik utk keutuhan keluarga .... tugas utama suami mencari nafkah utk keluargannya. Insya Allah bisa mencukupi kebutuhan keluarga. ukuran duniawi tdk ada batasannya ibarat kita haus tapi minumnya air laut .... nach itulah ukurannya tdk akan pernah hilang haus dahagannya. sekedar saran barangkali istrilah yg harus mengorbankan demi masa depan cerah si anak tercinta....cobalah berkomunikasi . mudah2an ada jalan keluar terbaik. si istri bisa mengembangkan usaha di rmh atau dekat rmh sehingga keduannya bisa tercapai..... keluarga dapat side income juga dapat. maaf kalo kurang berkenan. saya pun sdg berusaha agar keutuhan keluarga bisa terjaga dgn baik. walaupun kami sama2 bekerja & anakkoe juga baru berumur 2,5 thn. cobalah ciptakan suasana kondusif di rumah agar suasana rumah selalu harmonis sehingga pengasuh/pembantu bisa betah serta anak bisa tenang bermain. sekedartukarpikiran.com
nughob4yuwardhana ayahnya ayu wardhani On 7/25/07, Irman Ard <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Kalo menurut saya, istrinya bisa cari pekerjaan lain yg tidak menuntut waktu yg banyak & masih bisa pulang gak terlalu malam. Memang perlu pengorbanan utk mendapatkan semuanya. Apa istrinya tidak bisa bisnis rumahan, mengumpulkan modal dari gaji puluhan juta yg ia terima ?? Kayaknya itu juga lebih baik. Menuntut suami utk cari uang yg lebih besar ?? Ada suami yg hanya bisa mengandalkan gaji yg ia terima dari kantor, seperti saya ini. Bukankah pas mau nikah juga ia sudah mempertimbangkan bahwa suaminya yg sekarang ini akan seperti ini ?? Standar yg seperti apa sih yg diharapkan ?? Susah juga kalo sebelumnya dia termasuk orang kaya sebelumnya. Menuntut suami yg tinggal di rumah ?? Wah yg ini kayaknya gak mungkin deh. Pada tanggal 25/07/07, Ratna Wulan Sari <[EMAIL PROTECTED]> menulis: > > Dear rekans BA, > Salah satu sobatku tadi nelpon curhat panjang banget,… singkatnya dia > dalam keadaan frustasi. > Sobatku ini seorang karyawati perusahaan asing, gajinya lumayan besar. > Punya suami yang bekerja di perusahaan konglomerasi dalam negri dengan > gaji 1/3 gajinya. > Punya anak balita 2 orang. Suami istri ini berasal dari latar belakang > berbeda. Sobatku anak orang kaya > dan biasa hidup enak. Suaminya anak orang kekurangan yang biasa prihatin. > Singkat cerita awalnya hidup mereka bahagia. Masalah muncul ketika sudah > punya dua orang anak, > Dan anak2nya kurang perhatian karena orang tuanya sibuk bekerja. Biarpun > masing2 anak punya baby sitter dan ada > pembantu lagi dirumah, masalah selalu timbul. Pembantu keluar-masuk. Baby > sitter sudah dicoba dari > pengasuh biasa sampai baby sitter selalu ngga pas. Yang bagus cuma kerja > sebentar keluar karena kawin, > urusan keluarga etc. Alhasil gonta-ganti pengasuh/pembantu sudah biasa. > Yang kasihan anak2 tsb > (2 dan 4 tahun) jadi terlantar dan kurang perhatian. Yang TK jadi nakal > dan kalau ngomong agak kasar, mungkin > karena ibunya ini stress dan jadi suka marah2 setelah memikirkan keadaan > rumah masih memikirkan pekerjaan > di kantor. Juga kurang perhatian karena pengasuhnya bolak-balik ganti. > Yang 2 tahun jadi kurus karena ternyata tidak diurus dengan baik oleh > BS-nya – akhirnya dipecat. Sekarang dalam > keadaan sakit dan sobatku ngga bisa cuti karena dikejar deadline. > Pekerjaannya sangat menyita waktu. > Terpaksa anak-anaknya dititipkan dirumah orangtuanya.Tapi kan tidak bisa > terus-terusan begitu. > Sebenernya sobatku ini ingin resign saja untuk bisa mengurus anak dengan > baik, tapi memikirkan kebutuhan > saat ini yang sangat tinggi rasanya ngga mungkin mengandalkan gaji > suaminya saja. Lagipula sayang > rasanya meninggalkan pekerjaan dengan gaji puluhan juta begitu saja. Yang > bikin sobatku frustasi suaminya > Itu dirasanya ngga mampu untuk menjadi kepala keluarga yang baik alias > ngga bisa menghasilkan dengan layak > untuk standard kehidupannya yang sebenernya tidak mewah tapi tidak > pas-pasan banget. - Sebetulnya sih menurut saya > bukan salah suaminya, tapi memang dia itu jauh lebih pintar dari suaminya > dalam hal mencari uang, jadi sulit kalau > dibandingkan karena kemampuan suaminya memang mentok -. Memikirkan kalau > dia resign berarti anak2nya harus pindah > kerumah yang lebih kecil, mungkin cuma punya pembantu 1 yang berarti > selain mengasuh anak dia harus mengerjakan > pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya jarang dikerjakan, mungkin dia > malahan bakal jatuh sakit kecapean, kemungkinan > anaknya ngga bisa les musik dan balet lagi atau beli susu dan buah-buahan > yang selama ini rutin dikonsumsi, dll, bikin > sobatku tambah frustasi. > Saya nulis ini karena rasanya banyak ibu2 BA yang mengalami kejadian yang > mirip, walau mungkin tidak 100% sama > (termasuk saya juga, karir dan anak selalu jadi dilema). Kalau ada yang > mau sharing atau sumbang saran untuk sobatku ini, > kira-kira bagaimana mengatasi masalahnya. Apa memang resign adalah pilihan > terbaik ? > > Regards, > ratna > > > __________________________________________________________________ > Yahoo! Singapore Answers > Real people. Real questions. Real answers. Share what you know at > http://answers.yahoo.com.sg