Fyi
Saya punya file isinya table/rangking channel tv di Indonesia yg paling banyak 
memutar adegan2 :
-       Pornografi, Obrolan Porno, Pertunjukan Erotis
-       Sinetron Kekerasan
-       Pergaulan Bebas, Gaya Hura2 Remaja
-       Tema Tahayul, Horor
-       Berita Kekerasan
-       Infotainment Gosip/Gibah

Bagi bapak/ibu yg mau bisa japri. Soalnya pernah saya kirim ke BA tapi tdk bisa 
karena terlalu besar sizenya.
So dgn table tersebut paling tdk kita bisa menilai channel tv mana yg paling 
buruk, dlm menyajikan acara2 tv.

Saya tunggu hari ini 16Nov2005 sampai jam 15:00 wib 

Papanya Hafizh
= = = = = = = = = == = 

Address : http://www.mediaindo.co.id
Televisi
70% Tayangan Anak dan Remaja Berbahaya
Penulis: Iis Zatnika
SUKABUMI--MIOL: Lebih dari 70% tayangan televisi untuk anak dan remaja beresiko 
berdampak negatif pada penontonnya. Hanya 10% yang berkategori bermanfaat, dan 
20% sisanya tak memiliki dampak negatif atau positif apapun.
Demikian diungkapkan Kepala Divisi Informasi Yayasan Kesejahteraan Anak 
Indonesia (YKAI) B Guntarto kepada Media di sela acara workshop Meningkatkan 
Kualitas Program TV untuk Anak dan Remaja di Sukabumi, Selasa (15/11).
Guntarto menjelaskan, berdasarkan riset yang dilakukan pihaknya, disimpulkan 
televisi di Indonesia sangat tidak bersahabat dengan anak-anak dan remaja.
Pasalnya, tayangan berbau mistis, seks dan kekerasan tidak hanya ditayangkan 
pada program untuk dewasa. Namun juga, sangat mudah ditemui pada tayangan yang 
ditujukan pada anak dan dewasa.
"Secara general, 95% tayangan kita sangat berbahaya. Ini sangat memprihatinkan. 
Televisi kita jauh lebih parah dibandingkan negara tetangga kita, bahkan lebih 
rusak dari Amerika Serikat (AS). Setidaknya mereka masih punya aturan, 
sementara kita tidak punya aturan, bebas sebebas-bebasnya," kata Guntarto.
Guntarto menuturkan, hingga saat ini belum ada aturan disertai sanksi jelas 
pada stasiun televisi yang menayangkan program berpotensi berpengaruh negatif 
pada penontonnya. Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan 
SPS) yang ditetapkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) belum dilengkapi sanksi 
rinci.
Akibatnya, lanjut Guntarto, hingga kini belum ada satu pun stasiun televisi 
yang dapat dijerat hukum karena menayangkan program yang merusak mental 
penontonnya. Kondisi itu membuat pihak stasiun televisi dapat dengan bebas 
menayangkan program apapun tanpa perlu khawatir terkena dampak hukum apapun.
Sebenarnya, lanjut Guntarto, secara kuantitatif, jumlah tayangan yang ditujukan 
untuk anak dan dewasa telah mencukupi yaitu 10% dari total jam tayangnya. 
Bahkan, beberapa stasiun televisi mengalokasikan waktu lebih dari 30%. Namun, 
hal itu lebih didasari oleh pertimbangan bisnis. Sehingga kualitas tayangan 
tidak menjadi pertimbangan utama.
"Idealnya anak dan remaja menonton televisi tidak lebih dari dua jam setiap 
harinya. Tapi, tentunya dengan pilihan tayangan yang bukan cuma menjadi sarana 
hiburan, namun juga pembelajaran," kata Guntarto.
Guntarto juga menegaskan, kenyataannya, tayangan yang ditujukan untuk anak dan 
remaja tidak sepenuhnya ditujukan pada penonton muda usia. Sebagian besar 
tayangan hanya dibalut dengan kemasan yang terkesan tayangan anak dan remaja 
namun jalinan cerita yang ditayangkan sangat tidak bersahabat bagi anak dan 
remaja.
Belum serius
Hal senada diakui Sekretaris Perusahaan RCTI Gilang Iskandar. Ia mengaku, 
sebagian besar stasiun televisi belum menggarap tayangan anak dan remaja dengan 
serius. Pasalnya, secara komersial tayangan untuk kedua golongan usia tersebut 
masih dianggap tidak potensial secara bisnis. Sehingga, sebagai jalan pintas 
tayangan impor berupa kartun dipandang sebagai solusi instan untuk menghadirkan 
program untuk anak. Sedangkan untuk remaja, drama serial impor juga menjadi 
pilihan yang dianggap efisien dan praktis.
"Kami akui televisi juga berupaya menjaring penonton anak dan remaja pada 
tayangan yang ditujukan untuk dewasa. Misalnya, pada sinetron yang dipasang 
pada prime time. Ini jelas menguntungkan, semua segmen teraup," kata Gilang.
Kondisi serupa juga terjadi di TPI. Manajer Program TPI Sribudi Santosa 
mengungkapkan memang masih banyak program televisi yang samar-samar, tak jelas 
segmen penontonnya.
"Sebagai solusi, memang sulit menayangkan program idealis murni. Yang bisa 
dilakukan menayangkan program dengan ide bagus tapi kemasannya harus bersahabat 
dengan pasar dan rating. Unsur rating serta komersial memang masih menjadi 
proritas," kata Sribudi.
Sebagai langkah praktis yang dapat ditempuh masyarakat, kata Guntarto, orang 
tua harus disiplin menerapkan diet televisi. Membatasi jam menonton dan 
menyeleksi tayangan.
Sedangkan sebagai langkah advokasi, lanjut Gunarto, masyarakat dapat 
mengartikulasikan protesnya terhadap tayangan yang merusak dengan berbagai 
cara. Langkahnya mulai dari pemboikotan, mengirim surat protes, surat pembaca 
hingga menggalang kekuatan publik untuk menekan stasiun.
"Tahun lalu, kami berhasil menghentikkan sinetron Bunglon di SCTV, memang perlu 
kerja keras. Sekarang kami perlu bergerak untuk mendorong program anak dan 
remaja yang berkualitas dan tentunya menggerakkan genderang perang pada program 
yang merusak. Yang terdekat, sinetron Akibat Pergaulan Bebas yang bukan cuma 
merusak tapi juga membahayakan," kata Guntaro. (Zat/OL-02)
 
--------------------------------------------------------

This message (including any attachments) is only for the use of the person(s) 
for whom it is intended. It may contain Mattel confidential, proprietary and/or 
trade secret information. If you are not the intended recipient, you should not 
copy, distribute or use this information for any purpose, and you should delete 
this message and inform the sender immediately.

Kirim email ke