Dear Mamanya Donna,
Oh....sangat menyentuh sekali :-) e-mail ini untuk kita-2 yang sedang
sibuk bekerja sementara anak-2 di tinggal rumah...
Disamping masalah narkoba yang baru kita-2 bahas dan sangat
mengerikan....kisah yang dikirimkan Mamanya Donna juga sangat...dan sangat
mengharukan...kenapa...karena umumnya kondisi seperti ini sulit diatasi oleh
kita-2 sebagai Ayah & Ibu dari anak-2 kita....biasanya atau umumnya banyak
yang patah semangat dan tidak mau sama-2 berembuk, berkomunikasi untuk
mencari jalan keluarnya...dan akhirnya ....yang jadi korban...biasanya
anak-2 menjadi kurang perhatian, kurang dijaga kesehatannya, dlsb.....
Jadi prinsipnya.....sama bebannya dengan masalah narkoba......perlu kita
hati-2 juga....
Beberapa waktu yang lalu...ada berita di sebuah TV Swasta yang memberitakan
seorang ibu dan seorang anak balita yang ditinggalkan oleh
suaminya....tantangan untuk kaum ibu untuk tetap konsisten & semangat
sebagai pelindung anak-2 dalam keluarga :-)
Terima kasih sekali lagi untuk mamanya Donna.
Salam,
Papanya Oliver & Christover
-----Original Message-----
From: Rosita [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Thursday, May 11, 2000 3:07 PM
To: '[EMAIL PROTECTED]'
Subject: [balita-anda] FW: Kau Sungguh Beruntung !
Hallo semua
sorry yah saya kirim email yang nyimpang , tapi saya pikir ini bagus
loh
untuk kita baca
Thank's
Mama Donna
> Subject: Kau Sungguh Beruntung !
>
>
>
> Para penumpang bus memandang penuh simpati ketika wanita
muda
> berpenampilan > menarik dan bertongkat putih itu dengan
hati-hati menaiki tangga. Dia
> membayar sopir bus lalu, dengan tangan meraba-raba kursi,
dia berjalan
> menyusuri lorong sampai menemukan kursi yang tadi
dikatakan kosong oleh
> si > sopir. Kemudian ia duduk, meletakkan tasnya
dipangkuannya dan
> menyandarkan tongkatnya pada tungkainya.
>
> Setahun sudah lewat sejak Susan, tiga puluh empat, menjadi
buta.
> Gara-gara > salah diagnosa dia kehilangan penglihatannya
dan terlempar ke dunia yang
> gelap gulita, penuh amarah, frustasi, dan rasa kasihan
pada diri
> sendiri. > Sebagai wanita yang sangat independen, Susan
merasa terkutuk oleh nasib
> mengerikan yang membuatnya kehilangan kemampuan, merasa
tak
> berdaya, dan menjadi beban bagi semua orang
disekelilingnya. "Bagaimana
> mungkin ini bisa terjadi padaku ?" dia bertanya-tanya,
hatinya mengeras
> karena marah. Tetapi, betapa pun seringnya ia menangis
atau menggerutu
> atau > berdoa, dia mengerti kenyataan yang menyakitkan
itu-penglihatannya
> takkan pernah pulih lagi.
>
> Depresi mematahkan semangat Susan yang tadinya selalu
optimis. Mengisi
> waktu seharian kini merupakan perjuangan berat yang
menguras tenaga dan
> membuatnya frustasi. Dia menjadi sangat bergantung pada
Mark, suaminya.
>
> Mark seorang perwira Angkatan Udara. Dia mencintai Susan
dengan tulus.
> Ketika istrinya baru kehilangan penglihatannya, dia
melihat bagaimana
> Susan > tenggelam dalam keputusasaan. Mark bertekat untuk
membantunya menemukan
> kembali kekuatan dan rasa percaya diri yang dibutuhkan
Susan untuk
> menjadi > mandiri lagi. Latar belakang militer Mark
membuatnya terlatih untuk
> menghadapi berbagai situasi darurat, tetapi dia tahu, ini
adalah
> pertempuran yang paling sulit yang pernah dihadapinya.
>
> Akhirnya, Susan merasa siap bekerja lagi. Tetapi,
bagaimana dia akan
> bisa > sampai ke kantornya ? Dulu Susan biasa naik bus,
tetapi sekarang terlalu
> takut untuk pergi ke kota sendirian. Mark menawarkan untuk
> mengantarkannya > setiap hari, meskipun tempat kerja
mereka terletak di pinggir kota yang
> berseberangan. Mula-mula, kesepakatan itu membuat Susan
nyaman dan Mark
> puas karena bisa melindungi istrinya yang buta, yang tidak
yakin akan
> bisa > melakukan hal-hal paling sederhana sekalipun.
Tetapi, Mark segera
> menyadari > bahwa pengaturan itu keliru-membuat mereka
terburu-buru, dan terlalu
> mahal. Susan harus belajar naik bus lagi, Mark
menyimpulkan dalam hati.
> Tetapi, baru berpikir untuk menyampaikan rencana itu
kepada Susan telah
> membuatnya merasa tidak enak. Susan masih sangat rapuh,
masih sangat
> marah. > Bagaimana reaksinya nanti ?
>
> Persis seperti dugaan Mark, Susan ngeri mendengar gagasan
untuk naik bus
> lagi. "Aku buta !" tukasnya dengan pahit. "Bagaimana aku
bisa tahu
> kemana > aku pergi ? Aku merasa kau akan meninggalkanku"
>
> Mark sedih mendengar kata-kata itu, tetapi ia tahu apa
yang harus
> dilakukan. Dia berjanji bahwa setiap pagi dan sore, ia
akan naik bus
> bersama Susan, selama masih diperlukan, sampai Susan hafal
dan bisa
> pergi > sendiri.
>
> Dan itulah yang terjadi. Selama dua minggu penuh Mark,
menggunakan
> seragam > militer lengkap, mengawal Susan ke dan dari
tempat kerja, setiap hari.
> Dia > mengajari Susan bagaimana menggantungkan diri pada
indranya yang lain,
> terutama pendengarannya, untuk menemukan dimana ia berada
dan bagaimana
> beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Dia menolong
Susan berkenalan
> dan > berkawan dengan sopir-sopir bus dan menyisakan satu
kursi kosong
> untuknya. > Dia membuat Susan tertawa, bahkan pada
hari-hari yang tidak terlalu
> menyenangkan ketika Susan tersandung waktu turun dari bus,
atau
> menjatuhkan > tasnya yang penuh berkas di lorong bus.
>
> Setiap pagi mereka berangkat bersama-sama, setelah itu
Mark akan naik
> taksi > ke kantornya. Meskipun pengaturan itu lebih mahal
dan melelahkan
> daripada > yang pertama, Mark yakin bahwa hanya soal waktu
sebelum Susan mampu naik
> bus tanpa dikawal. Mark percaya kepadanya, percaya kepada
Susan yang
> dulu > dikenalnya sebelum wanita itu kehilangan
penglihatannya; wanita yang
> tidak > pernah takut menghadapi tantangan apapun dan tidak
akan pernah menyerah.
>
> Akhirnya, Susan memutuskan bahwa dia siap untuk melakukan
perjalanan itu
> seorang diri. Tibalah hari Senin. Sebelum berangkat, Susan
memeluk Mark
> yang pernah menjadi kawannya satu bus dan sahabatnya yang
terbaik.
> Matanya > berkaca-kaca, penuh air mata syukur karena
kesetiaan, kesabaran dan
> cinta > Mark. Dia mengucapkan selamat berpisah. Untuk
pertama kalinya mereka
> pergi > ke arah yang berlawanan.
>
> Senin, Selasa, Rabu, Kamis... Setiap hari dijalaninya
dengan sempurna.
> Belum pernah Susan merasa sepuas itu. Dia berhasil ! Dia
mampu berangkat
> kerja tanpa dikawal.
>
> Pada hari Jum'at pagi, seperti biasa Susan naik bus ke
tempat kerja.
> Ketika > dia membayar ongkos bus sebelum turun, sopir bus
itu berkata. "Wah, aku
> iri > padamu".
>
> Susan tidak yakin apakah sopir itu bicara kepadanya atau
tidak. > Lagipula,
> siapa yang bisa iri pada seorang wanita buta yang
sepanjang tahun lalu
> berusaha menemukan keberanian untuk menjalani hidup ?
Dengan penasaran,
> dia > berkata kepada sopir itu, "Kenapa kau bilang kau iri
kepadaku ?"
>
> Sopir itu menjawab, "Kau pasti senang selalu dilindungi
dan dijagai
> seperti > itu" Susan tidak mengerti apa maksud sopir itu.
Sekali lagi dia
> bertanya, > "Apa maksudmu ?"
>
> "Kau tahu, minggu kemarin, setiap pagi ada seorang pria
tampan
> berseragam > militer berdiri di sudut jalan dan
mengawasimu waktu kau turun dari bus.
> Dia memastikan bahwa kau menyeberang dengan selamat dan
dia mengawasimu
> terus sampai kau masuk ke kantormu. Setelah itu dia
meniupkan ciuman,
> memberi hormat ala militer, lalu pergi. Kau wanita yang
beruntung", kata > sopir itu.
>
> Air mata bahagia membasahi pipi Susan. Karena meskipun
secara fisik
> tidak > dapat melihat Mark, dia selalu bisa memastikan
kehadirannya. Dia
> beruntung, > sangat beruntung, karena Mark memberikannya
hadiah yang jauh lebih
> berharga > daripada penglihatan, hadiah yang tak perlu
dilihatnya dengan matanya
> untuk > menyakinkan diri-hadiah cinta yang bisa menjadi
penerang > dimanapun ada kegelapan.
>
>
> Sharon Wajda
> Chicken Soup for the Couple's Soul
>> Pusing milih POP3 atau web mail? mail.telkom.net solusinya <<
>> Belanja Info & Keperluan Balita? Klik, http://www.balitanet.or.id
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]