Kerukunan antar etnis di Pekojan
Sri Lestari, BBC Indonesia

Sri Lestari

BBC Indonesia

Masjid Langgar Tinggi

Masjid tertua di Pekojan yang didirikan oleh warga keturunan Arab tahun 1833

Kerukunan hidup beragama dan antar etnis di kawasan Pekojan, Kecamatan Tambora, 
Jakarta Barat diyakini sudah berlangsung sejak masa pendudukan Belanda di 
Batavia.

Di perkampungan di pinggir Kali Angke ini keturunan Arab, Cina dan Betawi masih 
memelihara tradisi saling membantu dan menghargai antar umat yang sudah 
berlangsung sejak abad ke 17.

Toleransi kehidupan beragam itu terlihat pada bulan Ramadhan ini. Warga 
keturunan Cina akan membantu warga keturunan Arab yang menjalankan ibadah puasa.

Seperti pada Minggu malam, ketika warga muslim menggadakan pengajian di bulan 
Ramadhan di depan masjid warga keturunan Cina yang tinggal di sekitar masjid 
merelakan jalanan depan rumah mereka ditutup, bahkan memberikan bantuan berupa 
aliran listrik untuk penerangan.

Tokoh pemuda Pekojan Faisol Amri mengatakan sikap saling membantu dan 
menghargai ini sudah berlangsung sejak lama.

"Saya diajarkan oleh kakek dan ayah saya untuk saling menghargai sesama manusia 
apapun agama dan etnisnya, sebab itu pula yang diajarkan oleh Rasulullah SAW," 
jelas Faisol.

    Saya diajarkan oleh kakek dan ayah saya untuk saling menghargai sesama 
manusia apapun agama dan etnisnya

Faisol Amri

Dia menambahkan, sebagai mayoritas, umat muslim tetap harus menghargai 
minoritas yang hidup berdampingan.

Faisol mencontohkan sebelum menggelar acara di masjid biasanya panitia akan 
meminta ijin kepada warga sekitar terutama yang bukan muslim, meski itu 
merupakan acara rutin.

"Kewajiban kita untuk datangi tiap warga dekat masjid untuk minta izin, 
memberitahu dan meminta maaf jika acara pengajian akan menganggu aktivitas 
warga non muslim," kata Faisol.

"Meski rutin tetap harus minta izin, manusia itu kan hatinya berubah, jadi 
sebagai muslim harus menghilangkan image yang terkesan keenaknya," tambah dia.

Di bulan puasa ini, warung makan di Pekojan juga buka seperti biasa dan tidak 
menggunakan tirai sebagai penutup.

Bahkan, meski tengah puasa, Faisol tetap menyuguhi kopi untuk Koh Aseng 
rekannya yang bertamu ke rumahnya sore itu.

Koh Aseng yang merupakan pengusaha kurma, rutin memberikan kurma untuk berbuka 
puasa di masjid. Warga keturunan Cina yang lain, Gunawan rutin membagikan beras 
kepada warga sekitar menjelang lebaran.

"Itu sudah kebiasaan keluarga kami, ketika menjelang lebaran kami membagikan 
beras dan ketika perayaan imlek kami juga mengundang masyarakat di sini," kata 
Gunawan.
Perkawinan
Faisol dan Sumiati

Faisol dan Sumiati pasangan beda etnis yang sudah menikah selama 17 tahun

Tahun 1986, Walikota Jakarta Barat pernah menjadikan Kelurahan Pekojan sebagai 
proyek percontohan untuk pembauran antar etnis di kawasan Jakarta Barat.

Bahkan, ketika terjadi kerusuhan Mei 1998, Kampung Pekojan dapat dikatakan 
daerah yang teraman, karena seluruh warga dari berbagai etnis keturunan Arab, 
Cina dan Betawi berpatroli bersama.

"Ini merupakan daerah yang paling aman, tuh diseberang kali Angke hancur, 
tetapi kita warga keturunan disini melakukan patroli bersama dengan warga 
Betawi dan Arab," jelas Gunawan.

Gunawan merasa aman tinggal di Pekojan, dan tidak terbesit keinginan untuk 
pindah ke negara lain seperti yang dilakukan warga etnis keturunan Cina setelah 
kerusuhan Mei 1998 lalu.

"Saking merasa aman, rumah saya ini tak pernah dikunci, jadi siapa pun bisa 
masuk," kata dia.

Tradisi lain di Pekojan, adalah saling membantu ketika salah seorang warga 
mengalami kesulitan, seperti masalah bisnis, keuangan atau pun ketika ada warga 
meninggal.

    Saking merasa aman, rumah saya ini tak pernah dikunci, jadi siapa pun bisa 
masuk

Gunawan

"Kami akan saling membantu warga yang tengah susah, tanpa memandang etnis dan 
agamanya," kata Faisol.

Diantara bangunan tua, warga Pekojan hidup berdampingan selama sejak lama, 
perkawinan antar etnis pun terjadi seperti Faisol dan istrinya Sumiati yang 
keturunan Cina.

Pasangan yang tinggal di rumah tua gaya Cina, hanya salah satu dari sejumlah 
pasangan menikah yang berasal dari beda etnis.

Faisol mengatakan tradisi perkawinan antar etnis sudah lama terjadi di Pekojan, 
tetapi biasanya pasangan yang akan menikah memeluk agama yang sama.

Sumiati yang dulu beragama Katolik, menjadi mualaf setelah mempelajari agama 
Islam sebelum menikah.

Faisol mengatakan merasa nyaman dengan kehidupan antar umat beragama dan etnis 
di Pekojan dan berkewajiban untuk terus menjaganya.

Antara lain menularkan sikap toleransi dan saling menghargai antar sesama 
manusia kepada ketiga anaknya.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/09/100907_pekojan.shtml

Kirim email ke