Merdeka Yang Sesungguhnya: Tiang Sangsaka Berada Tepat Di Tengah Lapangan

Menjadi merdeka, bukan hanya menjadi manusia yang menghargai sejarah
kemerdekaan. Menjadi merdeka adalah menjadi terbebas dari begitu banyak
hambatan dan kendala. Menjadi merdeka, tidak hanya dengan mengenangnya, tapi
mengisinya dengan pikiran dan tindakan yang merdeka. Menjadi merdeka, pun
juga tidak berarti berpikir atau bertindak semaunya.

*INDEPENDEN*

Independen berarti merdeka. Setiap kita dapat berfungsi sebagai manusia yang
self-reliant alias bisa mengandalkan diri sendiri. Sebab, seluruh sumber
daya yang diperlukan untuk berfungsi maksimal telah dianugerahkan-Nya ke
dalam diri kita.

Dengan semua sumber daya itu, kita memberi sumbangsih kepada dunia selagi
kita hidup, dan pada saat yang sama memberi sumbangsih kepada diri sendiri
untuk kehidupan di akhirat nanti.

Dengan kesadaran kemerdekaan ini, kita menjadi lebih aware tentang hubungan
kita dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan Tuhan yang Maha
Menciptakan.

Kemerdekaan dan penerimaan kita untuk menerima tanggung jawab sebagai
khalifah yang mengemban amanah untuk *"to uphold the religion* dan *to
administer the world"*, menciptakan batas-batas yang membantu manusia lain
merespon diri kita dan mengetahui apa dan bagaimana sikap dan tindakan yang
bisa kita terima.

Kemudian, otonomi ini memungkinkan kita bisa dengan aman mengekspresikan
kebutuhan dan keinginan kita kepada manusia lain yang terhubung dengan kita.

*INTERDEPENDEN*

Interdependen adalah saling ketergantungan. Setiap kita membutuhkan orang
lain. Sekalipun kita merdeka, kita tidak diciptakan untuk hidup sendiri.
Setiap kita saling terhubung, dan setiap kita membutuhkan rasa dibutuhkan.

Kita punya sesuatu, dan manusia lain punya sesuatu yang lain. Dengan
demikian, setiap kita menjadi makhluk yang unik. Keunikan ini, mestinya
menjadi alasan terkuat bagi upaya untuk saling mendukung dan saling
menghormati dalam batas-batas yang sesuai hukum moral dan nilai-nilai dari
Tuhan.

Saling ketergantungan, adalah ukuran yang tepat bagi kualitas kehidupan
kita. Seberapa baik kita bisa berhubungan dengan orang lain, dan seberapa
nyaman orang lain berhubungan dengan kita, adalah hal penting bagi
kebahagiaan hidup kita.

Setiap interaksi dan komunikasi kita dengan orang lain, berpeluang besar
untuk menciptakan hasil yang luar biasa besar.

Beberapa dari kita, mungkin masih memandang bahwa membutuhkan orang lain
adalah tanda kelemahan. Fenomena alamiah tentang saling ketergantungan ini,
*justru* menunjukkan pentingnya bekerjasama atau teamwork untuk mencapai
tujuan bersama. Merdeka yang lebih besar dan lebih luas. Merdeka
bersama-sama.

Jadi, sikap saling tergantung adalah bentuk kekuatan, bukan kelemahan.
Saling tergantung adalah pilihan yang lahir dari jati diri yang kuat dan
penuh kehormatan.

Pada akhirnya, saling ketergantungan menuntut performa terbaik dari setiap
orang dalam menilai, saling mempercayai, saling mendukung, DAN tetap mampu
menjaga kenyamanan dan keamanan pribadi.

*KO-DEPENDEN*

Ko-Dependensi, memungkinkan setiap tindakan orang lain menentukan kualitas
kehidupan orang lainnya. Ko-dependensi akan membuat manusia lain menentukan
kualitas kehidupan kita.

Dasar dari munculnya ko-dependensi, adalah keyakinan yang membatasi diri
alias *self limiting beliefs* dan pengambilalihan pengurusan dengan sangat
sedikit memberikan penghormatan dan penghargaan. Ini, justru sama dengan
penjajahan!

Setiap kita pasti ingin menyenangkan orang lain, dan dalam tingkat tertentu
masuk ke ko-dependensi. Namun jika itu menjadi terlalu jauh, kita akan
tenggelam dalam bayang-bayang manusia lain.

Earnie Larsen, seorang pakar terkait dengan fenomena ko-dependensi
mengatakan, *"Mereka yang terlanjur mengalahkan dirinya sendiri, akan
belajar berperilaku dalam cara tertentu yang akan mengakibatkan turunnya
kemampuan mereka untuk memulai atau melibatkan diri dalam berbagai hubungan
yang bernuansa kasih dan sayang."*

Ko-dependensi, pada akhirnya akan membuat kita menjadi manusia yang lebih
mencintai orang lain ketimbang diri sendiri. Tuhan memang menciptakan kita
untuk berbagi manfaat dan kasih sayang dengan sesama, akan tetapi Tuhan
tidak menciptakan kita untuk tidak menghormati diri kita sendiri.

Merdeka yang sesungguhnya adalah memerdekakan diri sendiri, dari kepentingan
egoisme pribadi yang tidak bertanggung jawab terhadap sesama, dan dari
kepentingan egoisme pribadi yang tidak bertanggungjawab pada diri sendiri.

Merdeka yang sesungguhnya adalah kemerdekaan pribadi dan saling
ketergantungan dengan sesama. Bukan semata-mata mementingkan kepentingan
pribadi, dan juga bukan malah memperkosanya.

Tiang sangsaka, berada tepat di tengah lapangan.

Mari merdeka. Mari merdeka yang sesungguhnya. Mari saling menghormati dan
saling bekerjasama. Mari saling menghargai dan bahu membahu, dan mari saling
bantu menghormati diri sendiri. Mari kita jaga persatuan bersama, dan mari
kita jaga kesatuan pribadi.

*Merdeka!*

Jakarta, 15 Agustus 2009.
Ikhwan Sopa
Master Trainer E.D.A.N.
http://milis-bicara.blogspot.com
http://www.facebook.com/motivasi
*Sumber dan inspirasi: Beth Burns, Professional Life Coach.*

Kirim email ke