http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2010090801183515

      Rabu, 8 September 2010 
     

      BURAS 
     
     
     

Polemik tentang Regulasi Zakat!


       
      "ORANG kota sudah datang!" Pak Modin, pengurus keagamaan dusun, menyambut 
kehadiran Temon di musala. "Langsung mau bayar zakat fitrah?"

      "Itulah salah satu alasan mudik, membayar fitrah di kampung!" jawab 
Temon. Seusai bayar fitrah ke amil, sambil duduk dekat Pak Modin ia menukas, 
"Jangan-jangan ini jadi kesempatan terakhir membayar zakat fitrah ke amil 
musala!"

      "Memangnya ada apa?" tanya Modin.

      "Saya baca di koran, pemerintah menyiapkan perubahan menyeluruh 
Undang-Undang (UU) tentang Zakat Nomor 38/1999 untuk meregulasi zakat! (Koran 
Tempo, Editorial, [6-9]). Maksudnya, pengelolaan zakat yang sekarang ini 
ditangani masyarakat, nantinya dikelola negara!" jelas Temon. "Dengan dikelola 
negara itu, wajib zakat akan diberi sanksi denda dan hukuman jika enggan atau 
lalai menunaikan kewajibannya!"

      "Begitu? Perubahan luar biasa itu!" timpal Modin. "Kami para petugas amil 
zakat musala tentu amat senang menyambutnya, tak perlu repot lagi menangani 
zakat warga karena bakal ada pejabat negara yang mengurusnya!"

      "Jadi Pak Modin setuju?" tanya Temon.

      "Kalau UU-nya begitu, siapa berani melanggar?" jawab Modin. "Soal zakat 
diurus negara, di zaman sahabat sebagai khalifah dahulu begitu! Sedang sanksi 
hukumnya, mungkin sebanding dengan penegasan Abu Bakar Siddik ra., bahwa dia 
akan memerangi siapa yang tidak melunasi zakatnya!"

      "Tapi kenapa koran itu menentang pengalihan pengelolaan zakat dari 
masyarakat ke negara dengan sanksi hukum itu?" timpal Temon.

      "Polemik itu mungkin karena masyarakat sudah terbiasa pada pengelolaan 
zakat yang sekarang!" jawab Modin. "Juga kepercayaan masyarakat pada badan amil 
zakat (BAZ) pelat merah masih kurang, sehingga lebih banyak orang memilih untuk 
membayar zakat ke masjid dan musala, atau lembaga amil zakat (LAZ) swasta yang 
terlihat nyata penggunaan dananya bagi umat!"

      "Soal kepercayaan itu yang penting!" timpal Temon. "Kalau zakat dikelola 
negara seperti pajak, bisa-bisa ditangani ala Gayus Tambunan pula!"

      "Tak perlu suuzan!" tegas Modin. "Tapi sebaiknya Presiden dan DPR 
memikirkan masak-masak soal ini, agar maksud baik tak malah jadi bencana! Juga, 
yang selama ini sudah berjalan baik tak berubah justru menjadi buruk!"

      "Paling tidak buktikan dahulu pengelolaan uang negara bersih dari 
korupsi, baru masukkan zakat dalam keranjang keuangan negara!" timpal Temon. 
"Kan lucu kalau yang tak bayar zakat dibui, padahal uang zakatnya dikorupsi!"

      H. Bambang Eka Wijaya
     




Kirim email ke