Dokter spesialis rata-rata terkonsentrasi di Jawa & itu pun di
kota-kota besarnya. Hanya dokter umum muda yang mau dikirim ke daerah
terpencil.
Dari pada susah-susah, pemerintah harus berani buat program pendidikan
untuk kompetensi semi spesialis bagi dokter umum. Mau sistem blok
seperti spesialis/S2 atau sistem modular (sesuai kebutuhan & peralatan
yang ada di daerah), itu tergantung maunya pemerintah. Toh banyak
daerah nggak punya peralatan kerja memadai untuk spesialis tersebut,
akhirnya buat spesialisnya nggak betah karena nggak bisa memaksimalkan
penggunaan kompetensinya, juga berimbas pada penghasilannya.
Daerah tersebut hanya punya set bedah dasar atau rontgen konvensional
& USG, buat apa spesialis yang dikirim? Sekarang pun di daerah yang
jauh dari kota besar akhirnya dokter umum yang dipaksa melakukan
berbagai pembedahan gawat darurat dari SC sampai apendiktomi, ya lebih
baik diformalkan seperti FP di USA yang bisa jadi semi spesialis,
tangani sebagian besar pasien penyakit dalam umum, pediatri umum,
neurologi umum, bedah gawat darurat, obstetri patologi-operatif,
sonografi, dst.
Kita juga harus adil pada FK swasta yang sejauh ini nggak pernah bisa
buka PPDS walaupun punya staf pengajar lebih banyak & lengkap di suatu
bidang dibanding FKN yang sudah boleh buka PPDS tersebut. Jadi lebih
baik berikan kesempatan pada FKS buka program pendidikan semi
spesialis tersebut.
Kebutuhan spesialis menurun, JKN lebih mangkus-sangkil biaya, pasien
terlayani tanpa perlu banyak dirujuk. Tapi ini bukan berarti jadi
mengurangi kewajiban pemerintah untuk melengkapi peralatan kerja
dokter di berbagai daerah & perbaikan sarana transportasi agar mudah
merujuk pasien.
Mayoritas masyarakat nggak peduli itu spesialis atau umum, yang
penting mereka dilayani oleh dokter dengan mutu baik & bisa sembuh.
---

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news_smg/2013/08/22/169211/-Ribuan-Dokter-Bedah-Terkonsentrasi-di-Pulau-Jawa
Ribuan Dokter Bedah Terkonsentrasi di Pulau Jawa

Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (Ikabi) berkomitmen
membantu pemerintah dalam mengisi kekosongan dokter ahli bedah di
daerah tertinggal dan kepulauan terluar, menyusul masih
terkonsentrasinya ribuan dokter spesialis tersebut di Pulau Jawa.
Ketua Ikabi Prof Dr dr Paul Tahalele FCTS mengungkapkan, saat ini
jumlah dokter bedah di Indonesia mencapai 3.700 orang dan hampir
sebagian besar berpraktek di Pulau Jawa.
''Ikabi menyediakan diri sebagai sukarelawan daripada harus diisi
dengan orang asing. Kami berharap Kementerian Kesehatan bisa
memperhatikan hal tersebut karena selain dokter bedah, spesialis
anestesi juga sangat kurang padahal keduanya sangat dibutuhkan,'' ujar
Prof Paul di sela The 19th Annual Scientific Meeting of Indonesian
Surgical Association di Crowne Plaza Hotel, Semarang, Kamis (22/8).
Wakil Menteri Kesehatan Prof dr Ali Ghufron Mukti MSc Ph.D yang hadir
dalam kesempatan tersebut menjelaskan, sejak tahun 2008 memang sudah
merekrut lewat beasiswa tugas belajar bagi sekitar 3.800 dokter
spesialis.
Dari jumlah tersebut, dokter bedah mencapai sekitar 300-an orang dan
selepas lulus para dokter ini akan ditempatkan kembali ke daerah
asalnya.
''Sejak 2008 kita sudah lakukan perekrutan beasiswa dan sekarang sudah
mulai bisa dipanen hasilnya, mudah-mudahan secepatnya bisa
mengakomodir kekurangan yang ada di daerah khususnya wilayah
terpencil,'' terang Prof Ali Ghufron.
Dia menambahkan, untuk kebutuhan dokter umum diperkirakan masih
terdapat kekurangan sekitar 12.000 orang.
Dengan rasio ideal 1 dokter melayani 2.500 pasien, diharapkan
kekurangan tersebut bisa ditutup dari lulusan kedokteran yang setiap
tahunnya bisa menghasilkan 5.000-7.000 lulusan berasal dari 73
fakultas kedokteran di seluruh Indonesia.


------------------------------------

Archives terdapat di http://www.yahoogroups.com/group/desentralisasi-kesehatan
Situs web terkait http://www.desentralisasi-kesehatan.net


Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/desentralisasi-kesehatan/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/desentralisasi-kesehatan/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    desentralisasi-kesehatan-dig...@yahoogroups.com 
    desentralisasi-kesehatan-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    desentralisasi-kesehatan-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke