Tulisan lama dari 2004, tidak saya edit, kalau ada yang kurang
manis, mohon dimaafkan... :)

Semoga bisa menjadi hadiah waisak yang manis...

  
  ===
  Tahukah kau sahabat!
  Sering dalam hidup ini, kita mencari pembenaran atas tindakan kita dengan menyalahkan orang lain, mengatakan orang lain membenci kita, menghina kita, menjatuhkan kita dst, dst. Namun, kalau kita mau mencoba berhenti sejenak dan merenung, dengan jujur, coba menilik kembali perjalanan kita, kejadian-kejadian yang kita alami, bagaimana reaksi kita atas pernyataan orang lain, dan sebaliknya juga reaksi orang lain atas reaksi yang kita buat, baik dalam kejadian biasa-biasa saja, maupun dalam keributan atau konflik yang kita alami. Dan terutama dalam suatu konflik, coba kita bertanya, apakah tangan yang bertepuk sebelah akan berbunyi? Apakah ada api yang akan menyala jika tidak diberikan faktor pendukung nyala api itu? Oksigenkah, bahan bakarkah?
  
  
  Kita akan menemukan bahwa selalu ada titik atau persimpangan, di mana kita bisa mengarahkan agar keributan tidak terjadi, pertumpahan darah atau adu keras kepala, tidak sampai terjadi, dan sering kali, moment itu demikian singkatnya sampai kita seolah-olah tidak pernah memperoleh kesempatan untuk mempertimbangkan segala sesuatunya sebelum mengambil tindakan atau memberikan reaksi atas kejadian yang kita alami, kita terlalu sibuk untuk berpikir bagai mana memuaskan diri kita dalam kejadian yang kita alami itu, sehingga moment atau saat yang mestinya menjadi moment perenungan dan pertimbangan akan akibat yang bisa ditimbulkan oleh perbuatan kita, menguap di udara atau lewat seperti kilatan petir, hingga pada akhirnya selalu timbul penyesalan, “ Kenapa! Saya tidak berpikir jernih?”, “Kenapa saya melakukannya tanpa mempertimbangkannya?”
  
  Ketika kesadaran ini timbul, sebetulnya, kejujuran telah berbicara dalam diri kita, dan kita telah mulai menilik diri kita sendiri, dan pada akhirnya jika kita cukup jeli dan peka, moment persimpangan itu akan kita temukan, dan ini merupakan suatu modal dasar bagi kemajuan besar bagi diri kita untuk bergerak dan melangkah lebih jauh dalam perjalanan batin kita agar terjadi transformasi batin dan diri kita sebagai mahluk sosial dalam kaitannya dengan eksistensi kita sebagai mahluk yang disebut manusia.
  
  Kemampuan mengenali moment persimpangan itu adalah suatu tanda akan batin yang telah peka, pribadi yang telah terlatih untuk bermain dalam tataran batin. Di suatu sisi, kemampuan ini menunjukkan suatu kemajuan dalam latihan meditasi, namun, di sisi lain ini juga merupakan suatu titik kritis, di mana kalau kita salah mengambil tindakan dalam hal ini salah belok, kerusakan yang bisa ditimbulkan akan lebih berbahaya dari pada orang bisa yang tidak biasa bermain dalam tataran batin.
  Pertanyaan selanjutnya tentu; Kenapa demikian?
  Ya, kepekaan yang timbul dari latihan meditasi ini menjadikan kita bisa bermain mengenali emosi, perasaan dan bentuk pikiran, dan ketika kita telah salah mengambil keputusan dalam suatu moment persimpangan atas masalah yang kita hadapi, akan timbul masalah, gesekand dan friksi yang pada akhirnya sangat mungkin menjadikan ybs itu marah, emosi. Dan emosi atau gejolak perasaan yang timbul itu akan jauh lebih besar, ganas dan mengerikan kalau dibandingkan dengan marah, emosi dan perasaan yang timbul pada sesorang yang tidak terbiasa bermain dalam tataran batin, nah ini sangat besar kemungkian terjadi karena, sebagai meditator yang belum mencapai esensi dari batin, kita masih belum sepenuhnya menundukkan emosi, ego dan keakuan yang ada dalam diri kita, mereka hanya tiarap dan bersembunyi, menunggu datangnya percikan api untuk menyalakan bensin yang disimpan di gudang emosi, ego dan bentuk-bentuk pikiran lainnya.
  
  Nah, dari uraian di atas, sebetulnya kita semua diberikan kemampuan untuk menentukan apa yang akan kita tuai. Kadang proses menuai apa yang ditabur atau ditanam ini bisa jadi hanya berselang beberapa detik dari apa yang kita lakukan, bisa jadi lama, hanya masalah waktu dan tempat, tepatnya itu menyangkut moment waktu dan tempat. Namun, sekali lagi, kita memiliki porsi yang sangat bersar dalam menentukan arah dan perjalanan kita, karena prinsip, pola atau hukum menanam-menuai itu tidak pernah berubah, selalu ada dan kadang demikian kompleksnya sehingga kita seringkali tidak mau memahaminya dan malah menjadikannya kambing hitam yang lain.
  
  Hidup kambing hitam,
  
  Jakarta 12 Augustus 2004
  Irwan

                 
---------------------------------
Yahoo! Mail goes everywhere you do.  Get it on your phone.




** Menyadari apa yang sesungguhnya sedang terjadi SAAT INI di dalam diri saya maupun di luar diri saya **

** Kami kembali tuk hidup dalam kekinian yang menakjubkan; tuk menanami taman hati kami benih-benih kebajikan; serta membuat fondasi pengertian dan cinta kasih yang kokoh **

** Kami mengikuti jalur perhatian penuh, latihan tuk melihat dan memahami secara mendalam agar mampu melihat hakikat segala sesuatu, sehingga terbebas dari belenggu kelahiran dan kematian **

** Kami belajar tuk: berbicara dengan penuh cinta kasih, menjadi penuh welas asih, menjadi perhatian terhadap pihak-pihak lain pagi ataupun sore hari,  membawa akar-akar suka cita ke banyak tempat, membantu sesama melepaskan kesedihan; dan tuk menanggapi dengan penuh rasa syukur kebajikan orang tua, para guru, serta sahabat-sahabat kami **




SPONSORED LINKS
Religion and spirituality Spirituality


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke