http://forum.vivanews.com/showthread.php?p=205813#post205813
Jangan hanya tergantung dengan satu mata uang asing saja, seperti USD, saatnya 
dunia menyimpan cadangan devisanya dalam beberapa mata uang asing dan kalau 
perlu dalam bentuk emas sehingga krisis di satu negara tak cepat merembet 
kemana-mana............

Tiongkok Serukan Uang Global Baru 
Krisis,Ketergantung an pada Dolar AS Berisiko 

BEIJING - Posisi dolar AS sebagai mata uang global atau global currency terus 
digugat dan juga dipertanyakan. Bahkan, Tiongkok menyerukan mata uang global 
baru di bawah kendali Dana Moneter Internasional (IMF). Dalam suasana menjelang 
KTT G-20 di London, Inggris, 2 April nanti, hal ini jelas meningkatkan tekanan 
kepada para pemimpin global soal perlunya perubahan sistem finansial yang 
sangat didominasi dolar AS maupun pemerintah Barat.

Seruan itu disampaikan Gubernur People's Bank of China (bank sentral Tiongkok) 
Zhou Xiaochuan dalam tulisan yang dirilis Senin malam (23/3). Hal ini cermin 
meningkatnya perhatian maupun sikap tegas Tiongkok atas masalah-masalah ekonomi.

Negeri Presiden Hu Jintao itu diperkirakan terus menekan atau mendesak 
negara-negara berkembang agar lebih keras menyuarakan masalah finansial saat 
para pemimpin G-20 bertemu pekan depan untuk membahas krisis global.

Pernyataan Zhou memang tidak secara langsung menyebut dolar AS. Tapi, dia 
menyinggung bahwa krisis menunjukkan betapa berbahayanya bergantung pada mata 
uang salah satu negara (besar) sebagai alat tukar pembayaran internasional. 
Yang luar biasa, tulisan itu dirilis dalam bahasa Inggris dan Mandarin. Ini 
menunjukkan sengaja dipublikasikan untuk publik internasional.

''Krisis kembali menyerukan reformasi kreatif atas sistem moneter internasional 
yang ada selama ini ke suatu global currency yang baru,'' tulis Zhou. Tapi, dia 
menambahkan, mata uang baru yang diusulkan itu juga harus dapat digunakan untuk 
perdagangan, investasi, menentukan harga komoditas, maupun pembukuan korporasi.

Sejak lama Beijing agak bimbang atau tidak mau bergantung pada dolar AS untuk 
porsi terbesar perdagangannya maupun untuk menyimpan cadangan devisanya. PM Wen 
Jiabao secara terbuka mendesak Washington bulan ini supaya menghindari tindakan 
apapun dalam merespons krisis, yang mungkin dapat menggerus nilai tukar dolar 
AS dan aset Tiongkok. Negara itu ditaksir memiliki surat berharga maupun surat 
utang pemerintah AS lain senilai USD 1 triliun (sekitar Rp 1.100 triliun).

Mata uang baru itu, lanjut tulisan tadi, seharusnya didasarkan pada kepemilikan 
saham di IMF oleh 185 negara anggota atau yang dikenal sebagai special drawing 
rights (SDR). IMF yang berkantor pusat di Washington selama ini memberi advis 
pemerintah negara-negara di dunia soal kebijakan ekonomi serta memberi pinjaman 
untuk membantu masalah neraca pembayaran.

Ekonom independen juga pernah menyarankan perlunya pembentukan mata uang global 
baru untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Namun, mereka juga mengakui 
banyak kendala. Hal itu perlu dukungan pemerintah-pemerint ah yang sejak lama 
bergantung pada dolar AS dan memiliki cadangan mata uang tersebut dalam jumlah 
besar.

Tiongkok berkali-kali menuntut perubahan untuk memberi negara-negara berkembang 
pengaruh lebih kuat dalam IMF, Bank Dunia, dan lembaga finansial lain. Dalam 
pertemuan terakhir, para menkeu G-20 juga merilis pernyataan yang menyerukan 
perubahan semacam itu. Tapi, tak disebutkan detil bagaimana perubahan bisa 
terjadi. Russia pun pernah menuntut reformasi seperti itu dan berjanji 
mengangkat lagi di London nanti.

Menurut Zhou, new currency akan memungkinkan pemerintah-pemerint ah mengelola 
ekonomi mereka secara lebih efisien. Sebab, nilai uang itu tidak akan 
terpengaruh kebutuhan suatu negara tertentu untuk meregulasi perdagangan dan 
keuangannya.

''Super-sovereign reserve currency (mata uang berdaulat super) yang dikelola 
sebuah institusi global bisa dipakai untuk menciptakan maupun mengontrol 
likuiditas global,'' tulis Zhou. ''Hal ini akan secara signifikan mengurangi 
risiko krisis di masa depan dan meningkatkan kemampuan mengelola krisis.'' 
(AP/dwi)

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke