Rabu, 28 April 2004
I. Masalah Ambon II
“Rekayasa NKRI Menghadapi RMS/FKM” JAKARTA-Setelah beberapa hari terjadinya kerusuhan Ambon, maka semakin banyak terdapat korban yang meninggal dan yang terluka. Pernyataan para pejabat setempat seperti Kapolda Brigjen Pol Bambang Sutrisno dan Gubernur Maluku Karel Ralahalu menunjukkan bahwa kerusuhan massal tersebut sebenarnya bukan hanya karena akibat kelompok RMS (Republik Maluku Selatan) dan FKM (Front Kedaulatan Maluku) bergerak memperingati HUT pada Mingu 25 April 2004. Namun anehnya pernyataan Gubernur Maluku Ralahalu,
Rabu 27 April di salah satu stasiun TV justru mengecam RMS sebagai separatis
yang harus ditindak.
Kini terkesan kuat ada suatu rancangan atau “rekayasa politik” untuk menimbulkan kerusuhan baru, setelah Ambon dan Maluku tenang selama kl setahun. Ketenangan Ambon dan Maluku setidaknya sejak Penjabat Gubernur Sinyo Sarundayang mencabut darurat militer tahun 2003 dan mengadakan pemilihan gubernur baru. Sejak Gubernur Karel Ralahalu menjabat menggantikan
Saleh Latuconsina dan Sarundayang, termasuk pergantian Pangdam dan Kapolda
Maluku (masing-masing Mayjen Djoko Santoso dan Brigjen Pol Sunarko DA-kini Wakil
Kepala Divisi Penerangan Mabes Polri) pada tahun yang lalu, kondisi Maluku mulai
kondusif.
Kita menjadi penasaran, kenapa situasi kondusif
tersebut, termasuk tak ada gangguan berarti pada pelaksanaan Pemilu Legislatif 5
April 2004, namun mengapa tiba-tiba ada kerusuhan baru?
Penembak Jitu Selain rombongan massa ditembaki, ada pula kenyataan bahwa yang beroperasi adalah para penembak jitu (snipers). Mantan Panglima Laskar Jihad Jafar Umar Thalib yang ditanya ANTV Kamis pagi, menegaskan hanya militer dan polisi yang bisa menembak jitu. Begitukah? Apakah tak ada kelompok yang sudah berlatih militer dan punya penembak jitu? Kita tahu bahwa banyak anggota TNI dan Polri yang dipecat karena disersi (indisipliner dan meninggalkan kesatuannya) dan menjadi masyarakat sipil. Kalau dulu ada diplomat asing yang mengaku menemukan tentara sewaan (mujahidin Afghanistan?) di Ambon dan Poso, apakah kini hal itu berulang? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini tentu harus
datang dari penanggung jawab keamanan, dalam hal ini Kapolda Maluku dan Pangdam
Pattimura. Bukan membentuk tim pencari fakta yang selalu kandas hasilnya, namun
membangun kejujuran dan kesungguhan untuk menerangjelaskan sebab-sebab
terjadinya kerusuhan dan solusi yang jitu.
Sejak kerusuhan berulang pada Minggu 25 April
sepertinya sudah direkayasa agar kelompok RMS dibuat sebagai kalangan yang
dipersalahkan-dikambinghitamkan. Mereka disudutkan dengan tuduhan mengibarkan
bendera dalam rangka memperingati HUT RMS 25 April 2004. Padahal menurut
keterangan Sekjen Moses Tuanakota maksud peringatan tersebut sudah diajukan
kepada pihak polisi, sejak dua bulan silam.
Mestinya berbarengan dengan pernyataan Tuanakota
dan para simpatisan RMS, aparat keamanan sudah menjalankan upaya preventif.
Misalnya berupaya menegaskan kepada Tuanakota dan para aktifis RMS untuk
mengurungkan niatnya, karena jelas bertentangan dengan asas-asas Negara Kesatuan
RI. Dan tindakannya akan bisa memancing memanasnya situasi.
Dan tentu bukan hanya Polda, tetapi bersama
Pemerintah Provinsi dan militer setempat (Pangdam) Mayjen Sarifuddin Sumah,
mengambil langkah-langkah preventif, sehingga kemungkinan atau kecenderungan
timbulnya kerusuhan, bisa dicegah.
Kita berasumsi apabila Muspida Maluku dan
tokoh-tokoh masyarakat berkomunikasi dan tidak berpangku tangan, maka tindakan
memancing atau provokasi siapapun termasuk dari RMS dan kelompok anti-RMS tak
akan ada. Dan mereka tak mungkin mampu mengobarkan situasi yang sudah setahun
lebih kondusif dan mulai normal.
Belum Optimal Barangkali pemerintah dan kita harus
mengintrospeksi diri, bahwa setelah kondisi kembali normal maka upaya pendekatan
berbagai pihak yang berselisih melalui komunikasi dan interaksi belum optimal.
Belum ada upaya maksimal agar mampu menjauhkan prasangka dan tidak memanaskan
kembali luka lama dendam, amarah dan kebencian antarkelompok yang pernah
bertikai selama kl 4 tahun lamanya.
Dalam konteks kerusuhan dan upaya untuk menenangkan
situasi yang telanjur menelan korban 30 orang tewas serta seratusan orang
terluka, kita setuju dengan sikap Gubernur Ralahalu agar semua pihak
menghentikan upaya dikotomi (mempertentangkan) antara kelompok RMS dan NKRI.
Bahkan seperti yang diungkapkan oleh tokoh
pemerhati Ambon Lis Maloa bahwa tidak benar anggapan bahwa RMS dan FKM didukung
oleh umat Kristen Ambon serta kelompok NKRI didukung oleh umat Islam.
Pernyataan Maloa ini benar; karena umat Islam maupun Kristen sama-sama berada dalam kelompok RMS-FKM maupun dalam kelompok yang menamakan diri kelompok NKRI. Mungkin saja ada pihak yang menghasut sekelompok orang yang kebetulan Kristen dan berada di pihak RMS, agar melawan kelompok NKRI, yang nota bene atau kebetulan sebagiannya adalah pemeluk Islam. Kita khawatir ada pihak tertentu dan mungkin juga
sebagian orang di aparat keamanan yang menempuh jalan pintas memberantas kaum
seperatisme RMS, dengan membuat dikotomi di atas.
Seperti kita tekankan dalam analisis berita Senin
26 April 2004, bahwa kalangan RMS dan samahalnya kelompok proNKRI, adalah dua
fenomena yang sama-sama memiliki perasaan ketidakadilan, ketertindasan dan
pemarjinalan di masa-masa lampau.
Mungkin akibat pola sentralisme yang dijalankan
pemerintah pusat dan sikap demikian diadopsi secara ekstrem, tanpa memikirkan
bahwa ketidakadilan dalam pembangunan fisik maupun mental, justru dampaknya
akanberbahaya di masa depan seperti sekarang.
Adapun pemihakan kepada RMS karena sebagian rakyat
Ambon merasa tidak diadilkan, dimarjinalkan dan terabaikan oleh sistem
sentralisme yang retorik dan hanya simbolik semata di masa silam. Tetapi karena
kepentingan politik golongan dan oknum, ada saja yang menghasut keberpihakan
kepada NKRI.
Contoh Aceh Kita bisa melihat model penyelesaian Aceh Nangroe
Darussalam, di mana operasi militer terus digalakkan, sementara promosi n
kondisi sosial psikologis rakyat Aceh seolah dinomorduakan.
Setiap kali masyarakat nasional selalu disuguhi oleh berita-berita media massa tentang penumpasan anggota dan tokoh GAM (Gerakan Aceh Merdeka) atau GSA (Gerakan Separatis Aceh). Tiba-tiba ada rombongan rakyat Aceh yang dimobilisasi untuk mendukung tetapnya status Darurat Militer dan membuat pernyataan mempertahankan keberadaan pasukan TNI di Provinsi NAD. Kita jarang mendengar lagi hasil penerapan
syariah Islam, aksi-aksi penutupan gereja dan pembatasan aktifitas umat
Kristen/Katolik di Aceh. Namun ada berita-berita mengenai bupati, atau gubernur
dan pejabat pemerintah yang diperiksa kejaksaan, karena diduga kuat terlibat
penyelewengan dana pembangunan dan dana pengungsi.
Di Maluku beberapa kali lewat forum ini diungkap
selain ada sedikit upaya membangun kembali solidaritas antarumat (Kristen dan
Islam) terdapat berbagai laporan tentang ketidaksempurnaan pembangunan
rumah dan fasilitas pengungsi kerusuhan Ambon.
Kita berharap pemerintah lebih sungguh menuntaskan
kerusuhan Ambon dengan tindakan pragmatis dan mengedepankan kepentingan semua
kelompok/golongan tanpa memenangkan salah satu atau sebaliknya memarjinalkan
kelompok lainnya. *** (015)
II. Gereja Nazareth di Ambon Dibakar Gereja Nazareth jemaat Bethseba, di Desa Karanganyar, Ambon, Provinsi Maluku dilaporkan dibakar massa, Rabu (28/4) subuh. Orang-orang yang tinggal di sekitar gereja dilaporkan berhasil menyelamatkan diri. Penduduk di desa setempat juga dikabarkan telah mengungsi ke belakang kawasan Soya, dekat Karangpanjang. Selain itu, beberapa warga juga meminta perlindungan ke Kantor Polda Maluku. Demikian informasi yang diperoleh Komintra di Jakarta, Rabu. Ini bukan pembakaran pertama yang menimpa bangunan
gereja di Ambon sejak kerusuhan meletus 25 April silam. Beberapa bangunan gereja
sebelumnya sudah diperlakukan sama. Seperti Gereja Silo di dekat Tugu Trikora.
Bangunan ini sebelumnya pada kerusuhan Ambon 1999 juga pernah dibakar. Selain
kedua gereja itu, Gereja Rehoboth yang terletak antara daerah Talake dan
Kudamati juga terancam dibumihanguskan.
Sementara itu, aktivitas masyarakat sehari-hari
lumpuh total. Para pegawai tak masuk kantor. Begitu juga anak-anak sekolah, tak
bisa mengikuti proses belajar mengajar karena sekolah-sekolah ditutup. Sementara
aktivitas ekonomi sebagian ada yang hidup. Seperti pasar di daerah
Batumeja.
III. PGI Menjamin Kristen Ambon Tak Terkait RMS Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Natan Setia Budi menegaskan, tidak benar orang-orang Kristen di Ambon, Provinsi Maluku, mendukung Front Kedaulatan Maluku/RMS. Dia mensinyalir isu itu memang sengaja diembuskan oleh pihak lain yang hendak mengacau kedamaian di sana. “Saya jamin orang Kristen (di Ambon) tak ada hubungannya dengan RMS,” kata Natan kepada Komintra usai mengadakan jumpa pers di Kantor PGI, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Selasa (27/4). PGI mengeluarkan pernyataan di atas sehubungan
dengan berkembangnya isu bahwa konflik di Ambon merupakan perang antar dua kubu,
Kristen dan Islam. Kristen diidentikkan dengan pendukung FKM/RMS. Sementara
Islam dicitrakan sebagai kubu merah putih yang membela keutuhan Negara Kesatuan
RI (NKRI). “Kelihatan sekali rekayasa,” ucap pendeta yang juga penulis buku
ini.
Natan mensinyalir adanya pihak ketiga dalam
kerusuhan yang meledak pada peringatan hari jadi RMS di Ambon, 25 April silam.
Namun dia mengaku tak mengetahui sama sekali dari pihak mana aktor tersebut.
Biarlah penyelidikan soal para pelaku dipercayakan pada pihak intelijen, lanjut
Natan.
Sinyalemen tersebut bukan dilontarkan tanpa sebab.
Indikasinya antara lain, tambah Natan, adalah diizinkannya para pendukung RMS
mengadakan pawai. Seharusnya, menurut Natan, pemerintah melarang semua kegiatan
kelompok separatis tersebut. Selain itu, lanjut Natan, tak mungkin orang Ambon
begitu bodoh sehingga mudah terpancing untuk perang lagi. Sebab, mereka tahu
betul betapa sengsaranya hidup di alam perang.
Untuk itu, PGI dalam press releasenya meminta semua
pihak terkait menghentikan kekerasan dan pembunuhan. PGI juga meminta TNI/Polri
menegakkan hukum dan menangkap pelaku tanpa pandang bulu. Selain itu, semua
lapisan masyarakat diminta tak terpancing segala provokasi yang bertujuan
merusak kedamaian.
Sumber: komintra.com |