~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Layanan Informasi Aktual
         eskol@mitra.net.id
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hot Spot: Jumat, 9 September 2005

Senin, 05 September 2005/KORAN TEMPO
Massa Tutup 'Gereja' di Solo
Polisi menyetujui keinginan massa.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
SOLO -- Sekitar 300 orang yang tergabung dalam Koalisi Umat Islam Surakarta
(KUIS) pada Sabtu (3/9) menutup sebuah rumah di Desa Madegondo RT 4 RW IV,
Grogol, Sukoharjo. Rumah milik Pendeta Syarif Hidayatullah ini diduga
menjadi gereja terselubung. Untuk mencegah keadaan yang lebih buruk, polisi
menyetujui keinginan massa menyegel rumah.

KUIS, gabungan sejumlah organisasi Islam, seperti Majelis Mujahidin
Indonesia Solo dan Laskar Hizbullah, mendatangi rumah Syarif sejak pukul
20.00 WIB. Dengan meneriakkan takbir, mereka menuntut agar rumah yang masih
dalam pembangunan itu disegel.

Aksi massa sempat membuat kampung itu terasa mencekam. Massa, yang sebagian
menutupi mukanya dengan sorban, memenuhi jalan kecil di depan rumah Syarif.
Mereka bahkan mengusir seregu polisi bersenjata laras panjang yang akan
melakukan penjagaan.

"Kami tidak butuh senjatamu. Pergi dari sini!" teriak seorang peserta
penyegelan.
Kepala Kepolisian Resor Sukoharjo Ajun Komisaris Besar Handono pun menemui
massa dan akhirnya menyetujui penyegelan. Massa lalu menempelkan dua lembar
kertas bertulisan "Gereja Ini Disegel dan Dihentikan Pembangunannya oleh
Koalisi Umat Islam Surakarta" yang ditandatangani Awud, Koordinator KUIS,
dan Kepala Polres.

Menurut Handono, berdasarkan penyelidikan polisi, rumah bertingkat tiga itu
seharusnya menjadi rumah tinggal. "Tapi, kenyataannya, setiap Minggu
digunakan untuk kegiatan keagamaan. Penutupan dilakukan karena alasan tidak
sesuai dengan IMB (izin mendirikan bangunan)-nya dan alasan situasional,"
katanya kepada Tempo.

Seusai penyegelan, Kepala Polres mengundang perwakilan KUIS dan Pendeta
Syarif Hidayatullah untuk berunding di Markas Polsek Grogol. Disaksikan
antara lain Camat Grogol, Syarif setuju menghentikan pembangunan Gereja
Tiberias di Madegondo dan aktivitas keagamaan di sana.

Dalam pertemuan itu, Camat Grogol Rusmanto membenarkan bahwa Syarif sedang
mengurus perizinan pembangunan gereja di lokasi yang kini disegel itu.
Rencananya, gereja akan ditempatkan di lantai tiga. Tapi rekomendasi
Departemen Agama setempat menyatakan tempat itu tidak layak untuk bangunan
gereja.

Khalid Syaifullah, juru bicara KUIS, mengakui bahwa bangunan itu memang
belum digunakan untuk aktivitas keagamaan seperti kebaktian. Tapi, menurut
dia, pembangunannya memunculkan keresahan.

Berbeda dengan Khalid, beberapa warga yang ditemui Tempo justru merasa tak
terganggu dengan kegiatan di rumah itu. "Setahu saya, tidak ada kegiatan
kebaktian atau kegiatan rumah ibadah di rumah itu," ujar Mukiyo, warga yang
tinggal di depan rumah Syarif. "Saya tidak kenal dengan orang-orang yang
berdemo itu," kata tetangga Syarif lainnya.

Penutupan gereja oleh massa berlangsung di sejumlah daerah dalam beberapa
pekan terakhir. Seperti halnya di Solo, massa selalu mempermasalahkan
perizinan.

Menteri Dalam Negeri M. Ma'ruf menganggap surat keputusan bersama dua
menteri pada 1969 yang mengatur perizinan pendirian tempat ibadah sudah
seharusnya direvisi.

Namun, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur menganggap surat
keputusan itu masih relevan. "Pendirian tempat ibadah suatu agama tetap
harus seizin warga sekitar," kata Ali Maschan Moesa, Ketua PW NU Jawa Timur,
kepada Tempo, Sabtu (3/9) pagi. IMRON ROSYID | MAHBUB DJUNAIDY



Kirim email ke