~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Layanan Informasi Aktual
         eskol@mitra.net.id
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hot Spot: Senin, 21 November 2005

Gereja Harus Pertahankan Papua dan Ambon Sebagai Bagian NKRI
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
SUKABUMI - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim 
Muzadi, meminta agar gereja Katolik Indonesia dan juga gereja yang berada 
dibawah Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) tetap mempertahankan 
Papua, Ambon dan Sulawesi Utara sebagai bagian dari negara kesatuan republik 
Indonesia (NKRI). Para pemimpin dan tokoh agama harus senantiasa menciptakan 
kesejukan dan memberikan informasi secara damai, tepat, baik dan konstruktif 
bagi NKRI.

"Perbedaan serta konflik horisontal yang terjadi di tengah masyarakat di 
sejumlah tempat jelas bermuara dan disebabkan oleh persoalan agama akan 
tetapi oleh aktor atau sekelompok elite politik yang mempunyai kepentingan 
atau motif ekonomi dan kekuasaan yang mempergunakan agama sebagai kendaraan. 
Karena itu, saya tegaskan kepada mereka penjahat moral dan kemanusiaan itu 
agar menghentikan agama sebagai kendaraan untuk menciptakan konflik 
horisontal," ujar Hasyim dalam sambutannya dalam penutupan Sidang Agung 
Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) di Sukabumi, Jawa Barat (20/11).

Dikatakan, pemimpin dan tokoh gereja Katolik di Indonesia sangat diharapkan 
membawa sebuah warna kesejukan di tengah kegelisahan masyarakat Papua, Ambon 
dan Sulawesi Utara yang kecewa dengan persoalan kerukunan umat beragama di 
Indonesia karena munculnya sejumlah persoalan kebangsaan menyangkut 
pluralitas berbangsa dan bernegara. "Seberat persoalan apapun, saya sangat 
berharap masyarakat Papua dan Ambon tidak termakan hasutan untuk memisahkan 
diri dengan negara kesatuan republik Indonesia," tegas Hasyim.

Acara penutupan di hadiri oleh tokoh lintas agama seperti Ketua Umum PP 
Muhammadiyah, Prof Dr Din Syamsuddin, Wakil Sekretaris Umum PGI, Weinata 
Sairin, Wakil Umat Buddha Indonesia, Biksu Sri Vanyavaro Mahatera, Wakil 
Parisada Hindu Dharma, Wayan Widia Saputhera. Para tokoh agama ini pun 
menyampaikan pidato perdamaian.

Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin meminta agar umat 
Islam dan Nasrani untuk segera membangun dialog jujur, terbuka, bersih dan 
amanah. Dengan demikian segala bentuk masalah, kecurigaan serta persoalaan 
yang terjadi dalam hubungan antar umat beragama di tengah masyarakat 
mendapat solusi serta jalan keluar yang tepat.

Budaya Dialogis

"Saya kira sudah waktunya kita bangun budaya dialogis. Mungkin dalam dialog 
itu umat Islam dapat menyusun daftar persoalan yang menyangkut hubungan umat 
Islam dan Nasrani dan akan ada 10 persoalan, dan umat Nasrani juga membuat 
daftar persoalan yang sama dan mungkin ada 50 persoalan. Kemudian dengan 
hati bersih, jujur, damai dan semangat persaudaraan sebagai sesama warga 
bangsa kita cari solusi penyelesaiannya. Sudah saatnya tidak boleh ada lagi 
dusta diantara umat beragama di Indonesia," ujar Din.

Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Julius Kardinal Darmaatmadja SJ 
mengemukakan, Gereja Katolik Indonesia mendorong umatnya melaksanakan 
serangkaian tindakan nyata pada titik sasaran yang tepat agar terbangun 
gerakan berkesinambungan demi terwujudnya keadaban publik baru bangsa 
Indonesia.
"Sebagai umat minoritas, amat terbatas apa yang dapat dilakukan Gereja. 
Sementara itu, Gereja percaya, banyak pihak lain merasakan kebutuhan yang 
sama akan terciptanya keadaban publik di negara tercinta ini. Karena itu, 
Gereja mengajak semua pihak yang berkehendak baik untuk sama-sama bergerak 
membentuk keadaban publik baru itu," kata Julius dalam jumpa pers seusai 
penutupan Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2005 di Wisma 
Kinasih Caringin, Kabupaten Bogor, Minggu (20/11).

Dorongan bagi umat Katolik Indonesia itu, diharapkan mampu meningkatkan 
semangat Gereja terlibat dalam masalah keprihatinan bangsa, yang sekaligus 
merupakan keprihatinan Gereja.

SAGKI, yang berlangsung sejak Rabu lalu diikuti 36 uskup dari seluruh 
Indonesia serta sekitar 300 peserta lain yang mewakili umat Katolik 
se-Indonesia, itu menganalisis secara obyektif situasi ketidakadaban publik 
negeri ini dengan kacamata iman. Sidang melihat, ketidakadaban publik telah 
berlangsung lama sehingga poros badan publik, poros pasar, maupun poros 
komunitas warga telah terbiasa hidup dalam kondisi di mana, misalnya, tak 
ada lagi rasa bersalah saat melakukan hal yang salah. "Kondisi seperti itu 
telah berlangsung begitu lama sehingga telah tercipta habitus yang bahkan 
menganggap hal yang salah sebagai suatu yang benar," katanya.

Menurut Kardinal, karena Gereja Katolik Indonesia merupakan bagian dari-dan 
punya andil baik langsung atau tidak langsung dalam-ketidakadaban publik 
itu, maka SAGKI melakukan pertobatan dan mencoba mencari jalan untuk 
membentuk habitus baru yang berkeadaban publik. (E-5/H-12)

Last modified: 21/11/05
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/11/21/Nasional/nas09.htm

*************************************************************************************************
Satu tangan tak kuasa menjebol 'penjara ketidakadilan'.
Dua tangan tak mampu merobohkannya.
Tapi bila satu dan dua dan tiga dan seratus dan seribu tangan bersatu,
kita akan berkata, "Kami mampu!"

"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36)
*************************************************************************************************
Redaksi Eskol-Net menerima informasi/tulisan/artikel yang relevan.
Setiap informasi/tulisan/artikel yang masuk akan diseleksi dan di edit 
seperlunya.
Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan masukan harap 
menghubungi
Redaksi Eskol-Net <eskol@mitra.net.id>
*************************************************************************************************
 

Kirim email ke