Peluncuran Buku Banten Bangkit:

MELIHAT KEBANGKITAN BANTEN DARI BERBAGAI SISI

 

Buku yang ditulis keroyokan berbagai kalangan dari mulai praktisi politik
sampai akademisi ini dianggap cukup tepat, dalam mengkritisi kondisi Banten
yang dinilai belum mengalamai banyak oerubahan pasca dibentuk menjadi provinsi.

 

Kemunculan buku Banten Bangkit yang diterbitkan Gong Publishing,
diapresiasi berbagai kalangan. Praktisi politik Gandung Ismanto yang megupas
tuntas buku tersebut mengatakan, di tengah carut marut dan disorientasi yang
tidak memiliki master plan yang jelas, ada proses demokratis yang diabaikan
daripada keberpihakan. “Inilah sesungguhnya yang melatarbelakangi kegelisahan
sejumblah penulis buku ini, tapi kegelisahan ini tidak berhenti sampai di
sini,” jelas Gandung saat acara peluncuran dan diskusi Banten Bangkit di toko
buku Tisera Mal Serang, Selasa (20/7).

 

Lebih lanjut Gandung mengatakan, Banten Bangkit menjadi semacam kritik
sekaliguspengingat terhadap geliat Banten selama satu dasawarsa ini. “Yang kita
prihatinkan dari demokrasi sekarang ini manakala demokrasi dimonopoli dan
disabotase untuk kepentingan kelompok tertentu. Ini disebut oligarki kekuasaan,
menggunakan kekuasaan untuk melanggengkan kekuasaan salah satu kelompok
tertentu. Ini menutup peluang masyarakat untuk mendapat hak serupa. Jika ini
yang terjadi, selayaknya mengembalikan makna demokrasi sepenuhnya pada makna
yang benar,” papar Gandung.

 

Gandung mengatakan, karena penulis di buku Banten Bangkit terlalu banyak,
ide yang dituangkan pun berbagai rupa. “Tapi tertangkap ada semangat
bersama-sama menyalakan lilin agar tetap hangat, bersemngat menjaga ide dan
yakin harapan itu masih ada, suatu saat Banten akan bangkit,” tambah Gandung.

 

Abdul Malik, akademisi Unsera yang bertindak sebagai moderator mengaku agak
sedikit pesimistis melihat kondisi Banten setelah mendengar pemaparan Gandung.
“tapi kita harus tetap opyimistis, Banten harus lebih baik dari hari ini. Sama
seperti penulis di buku ini yang menyirat sikap optimisme Banten bisa lebih
baik lagi,” ujar Malik.

 

Narasumber lain pada diskusi tersebut yakni Bonnie Tryana, lebih meyoroti
sisi historis Banten. Menurut Bonnie, selayaknya Banten berkaca pada masa lalu
dan melihat jejak yang ditinggalkan sejarah.

 

Sementara Das Albantani, penulis yang menjadi narasumber lebih bmembahas
master plan yang perlu dikonsep banten. “Kita tidak pernah benar-benar membuat
master plan yang jelas,” jelas Das saat diskusi nberlangsung.

 

Diskusi yang berjalan pukul 13.00-15.30 WIB ini dihadiri sekitar 40 peserta
dan diapresiasi secara antusias. Encop Sofia, seorang guru asal Serang yang
mengikuti diskusi ini mengatkan, mengapresiasi luar biasa Banten Bangkit. 
“Selama
ini literatur tentang Banten sangat sedikit. Buku ini megnisi kekosongan itu,
semoga nantinya semakin banyak yang membahas tentang Banten.”

 

Sementara Febri Setiadi, mahasiswa IAIN SMHB Banten yang menyimak diskusi
ini mempertanyakan, apakah Banten sudah bangkit dari keterpurukan? Menurutnya
tidak mudah menyatukan beragam elemenm di bante nuntuk mewujudkan kebangkitan
Banten. Kegiatan yang diselingi pembacaan puisi dan door prize ini diakhiri 
dengan kesimpulan, untuk memajukan Banten
perlu ada upaya bersama untuk mewujudkannya. (rbnn)

 

*) Dimuat di koran Banten Raya Post,
Rabu 21 Juli 2010




      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke