Membaca sinopsis film “Atas Nama” yang akan diputar oleh Komnas Perempuan 18 
Agustus 2010 di Gedung Usmar Ismail. Lebih kurang sinopsis filmnya adalah 
menggambarkan persoalan terkini yang dihadapi Indonesia dalam memastikan setiap 
warga negara dapat menikmati hak-hak konstitusional. Persoalan diangkat dari 
pengalaman perempuan; perempuan korban salah tangkap dalam pelaksanaan Perda 
Tangerang No. 8/2005 tentang pelacuran, perempuan Aceh berhadapan dengan 
kebijakan daerah tentang aturan busana dan perempuan Ahmadiyah yang terusir 
dari tempat tinggalnya. 
 
Melalui pengalaman-pengalaman tersebut, film “ATAS NAMA” mengajak pemirsa untuk 
berefleksi tentang arah dan kerja bersama yang mungkin dilakukan demi menggapai 
cita-cita Indonesia, yaitu mencerdaskan, menyejahterakan dan melindungi segenap 
bangsa Indonesia tanpa kecuali.
 
Dari ulasan itu, walau saya belum melihat film itu, tapi lagi-lagi saya agak 
"bosen/kecewa" kalau selalu "pelacur" jadi kambing hitam untuk menjelaskan 
bahwa saya/dia adalah perempuan "baik-baik".  Selalu yg diberikan contoh adalah 
perempuan yang dituduh "pelacur" menjadi korban salah tangkap. 
 
Pertanyaan saya adalah kalau benar-benar yang ditangkap adalah perempuan 
"pelacur", terus bagaimana? 
 
Faktanya "pelacur" memang jadi sasaran Perda itu dan tiap hari mereka 
ditangkap,dilecehkan,dihujat dan diperas uangnya. Sayangnya penderitaan yang 
mereka (baca:pelacur) alami jarang sekali terungkap ke publik. Saya tidak tahu 
kenapa kita masih terkesan malu-malu untuk mengungkap kekerasan yang dialami 
oleh “pelacur” itu?  Walau sudah ada beberapa film yang mengangkat itu. Apakah 
kemudian rasa empaty dan kepedulian kita menjadi berkurang? Karena dia memang 
benar-benar pelacur? 
 
Saya tahu ini mungkin strategi advokasi yang dilakukan oleh banyak aktivis 
khususnya Komnas Perempuan. Tapi kadang saya agak "bete" juga kalau terus-terus 
begini.  Karena tanpa disadari situasi ini semakin menunjukkan bahwa “pelacur” 
itu buruk sekali dan selalu dikambing hitamkan dalam segala hal. 
 
Saya menggunakan kata pelacur dalam tanda kutip karena profesi ini masih belum 
jelas disebut dengan kata Pelacur, Pedila, Pekerja Sex, Pekerja Sex Komersil 
atau Perek? 
 
Sekali lagi tanpa mengurangi rasa hormat dan dukungan saya terhadap Komnas 
Perempuan yang sudah membuat film "Atas Nama" ini. Lebih dan kurang saya minta 
maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan. Memang agak sulit saya komentar 
terlalu jauh karena belum melihat filmnya, ini berdasarkan sinopsis dan 
pengalaman selama ini saja.
 
 
 
Salam
 

Hartoyo
Sekretaris Umum Ourvoice
Telp : 021-92138925
http://ourvoice.or.id
http://forum.ourvoice.or.id




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke