Nah, Bung Soedarmoko, seandainya sejak di tulisan awal Anda ada batasan-batasan dan kejelasan-kejelasan seperti yang kini Anda sampaikan atas bagian-bagian tertentu dari tulisan Anda, tentu tanggapan saya akan berbeda. Soal data, bagi saya, tulisan Anda pun adalah data. Dan data itu langsung hadir di depan saya. Tanggapan saya dibuat murni berdasar tulisan Anda. Dalam proses, seperti sekarang ini, jika terjadi perkembangan baru (artinya ada "data" baru), ya bisa saja ada perkembangan tanggapan, yang juga beda dari sebelumnya. Bagi saya, inilah bagian dari sebuah diskusi. makanya, tak perlu pakai mutung-mutungan. Jika Anda membuat generalisasi-generalisasi, tentu wajar jika ada yang menuntut Anda untuk dapat menjelaskan generalisasi itu. Jika tidak, kita bisa dituding sedang menyebarkan kampanye hitam tentang subjek yang kita diskusikan itu. manneke imie_imita <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Bung Manneke yang baik,
Dari postingan anda: Mengenai asumsi Sdr. Soedarmoko yang kandidat PhD di Prancis itu, jangan lupa bahwa di negara-negara seperti AS, Kanada, dan Belanda pun coursework tetap menjadi bagian integral dari studi S3. Mudah-mudahan ini bukan karena apa yang diasumsikan Sdr. Soedarmoko ya, yaitu bahwa tesis-tesis S3 di negeri-negeri itu juga cuma nongkrong di perpustakaan. Produk inovasi negeri-negeri itu tak kalah banyak daripada Prancis, bukan? * Sepertinya Sdr. Manneke yang Budiman salah paham. Coba baca postingan saya sebelumnya ini: Berbeda dng Indonesia, dimana S3 "hanya" merupakan proyek individual mahasiswa yg notabene bukan lagi hal yg benar2 baru, jadi tesis yg akan dia hasilkan pun tidak langsung aplikatif menjawab permasalahan di dunia nyata dan SERINGKALI hanya berhenti di rak perpustakaan. Jadi sebenarnya, esensi riset itulah yg belum nampak di perguruan2 tinggi Indonesia. Saya disini mengatakan "seringkali", artinya saya menggunakan populasi di semua universitas di Indonesia, secara umum. Saya berbicara ttg hal yg general. Artinya ada suatu pencilan dari populasi dimana inovasi di universitas di indonesia, juga sangat berkualitas. Dan tentunya, di universitas-universitas yg ternama di Indonesia, gelar S3 pun juga dapat dipertanggung jawabkan. Saya tidak meragukan itu. Lalu kalimat terakhir saya, "esensi riset itulah yg belum nampak di perguruan2 tinggi di Indonesia", artinya saya kembali berbicara di berbagai universitas secara umum. Memang ada suatu pencilan, dimana kualitas universitas di Indonesia sangat bagus, saya angkat topi. Tapi hanya sekian persen. Namun, tidak semuanya bisa dipertanggungjawabkan saat membuka program studi S3. Berbeda dng di Eropa, hampir semua universitas memiliki kualitas yg seragam. Artinya tidak penting lulus darimana, tapi apa yg dihasilkan dalam risetnya itulah yg penting. Sehingga orang tdk akan menanyakan anda lulus darimana?. Berbeda lagi dng di Indonesia, pertama yg ditanyakan adalah : anda lulusan mana? benar tidak?? artinya masyarakat pun secara umum telah mengakui bahwa tidak semua universitas di Indonesia memiliki kualitas yg seragam. Dari fenomena sederhana itulah, sebenarnya kita bisa memetakan kondisi di Indonesia, dan tidak perlu ada uji statistik utk menguji kebenarannya. Tapi kalau ada yang mau menguji, bagus juga sebagai bahan tugas akhir mahasiswa misalnya. Kemudian yang kedua, tentang coursework di Canada atau AS, saya tidak mengatakan itu akan berhenti di rak perpustakaan. Payung dari semua yg saya bicarakan ini adalah bermula dari konsep atau strategi. Hanya suatu proyek individual atau termasuk juga proyek pemerintah. Sekali lagi saya menggaris bawahi, pendidikan doktoral di luar negeri, tidak hanya di Perancis, dikonsep dan dikemas berdasarkan proyek pemerintah atau industri yang ingin konvergen dicapai. Jadi di AS, Canada dll, saya tidak meragukan inovasi mereka, jelas. Mengenai metode utk mencapainya, bisa menggunakan research langsung atau perlu ditambahkan coursework. Jadi coursework adalah bagian dari metode saja, atau tools, utk menghasilkan sesuatu yg aplikatif dan inovatif, berdasarkan proyek pemerintah atau industri tadi itu. Namun, sekali lagi coursework bukan suatu keharusan. Kalau memang dibutuhkan, ya ada coursework. Sedangkan di Indonesia, seakan-akan coursework di tingkat doktoral adalah keharusan yg sebenarnya materinya jg sudah sering didapat di tingkat magister bahkan sarjana. Kenapa saya bilang "seakan-akan", karena stereotype masyarakat Indonesia ttg kuliah doktoral di Indonesia, masih menggunakan coursework, sprti yg diungkapkan oleh bung Hendra sebelumnya. Hanya karena berkesempatan studi S3 di Prancis sebaiknya tidak membuat seseorang menjadi pongah dengan merendahkan lulusan-lulusan S3 dalam negeri, apalagi tanpa punya data yang solid untuk membuktikan pernyataan-pernyataannya yang merendahkan itu. Saya itu bukan siapa-siapa,dan tidak merasa menjadi apa-apa, yang tahu diri saya adalah diri saya sendiri. Saya hanya menanggapi apa yg menjadi kegelisahan Mas Hendra dng apa yang sudah saya amati sebelumnya. Artinya, ungkapan saya tidak bermaksud merendahkan, namun bermaksud agar rekan-rekan berhati-hati utk mengambil keputusan untuk studi S3 di dalam negeri, artinya lagi harus benar2 diamati bagaimana kualitas dan strategi riset, strategi kerjasama, dll di universitas yg ingin dimasuki. Memang, saya tidak menggunakan data-data yg solid utk menyampaikan pendapat saya, saya hanya menggunakan pengalaman yg saya amati utk memetakan itu. Seperti itu pun juga yg terjadi dengan Sdr Manneke yang Budiman, tanpa menggunakan data-data yg solid ttg siapa diri saya, memberikan penilaian bahwa saya ini pongah. Kalau sudah masuk ke penilaian subjektif seperti ini, saya keluar ring saja dech. Salam hangat, Wahyoe Soedarmono --------------------------------- Be smarter than spam. See how smart SpamGuard is at giving junk email the boot with the All-new Yahoo! Mail [Non-text portions of this message have been removed]