Anda terdaftar dengan alamat: arch...@mail-archive.com

e-JEMMi -- Las Casas
No.03, Vol.16, Januari 2013

Shalom,

Penyebaran Injil dan humanisme tidak dapat dipisahkan. Sebab, dari pelayanan 
kepada masyarakatlah orang-orang dapat melihat kasih Yesus dalam diri penyebar 
Injil. Inilah yang dilakukan Las Casas, seorang Spanyol yang menjadi penasihat 
hukum gubernur daerah koloni di Meksiko, yang kemudian menjadi seorang 
misionaris. Ia melihat bahwa banyak kaum kolonial yang bertindak tidak 
manusiawi kepada orang-orang Indian. Ketika melihat hal ini, ia menentang kaum 
kolonial dan membela kasus orang-orang Indian itu. Seperti apa kisahnya? 
Silakan simak sajian yang telah kami persiapkan berikut ini. Tuhan Yesus 
memberkati.

Redaksi Tamu e-JEMMi,
Yusak
< http://misi.sabda.org/ >


TOKOH MISI: LAS CASAS

Zaman Penjelajahan yang dimulai pada akhir abad ke-15 membuka sebuah era baru 
misi luar negeri bagi Gereja Katolik Roma. Dunia Baru dilihat sebagai lahan 
ekspansi yang potensial, sehingga baik Paus maupun para pemimpin politik 
menggebu-gebu dalam melakukan bagian mereka untuk membawa dunia baru tersebut 
ke bawah kekuasaan Katolik. Ratu Isabella, yang tanpa henti memburu penganut 
bidah Protestan di Spanyol, menganggap penginjilan kepada orang-orang Indian 
sebagai pembenaran yang paling utama bagi ekspansi kolonial; dan ia bersikeras 
bahwa para pendeta dan biarawan harus menjadi bagian dari pendatang pertama 
yang menetap di Dunia Baru. Golongan Fransiskus dan Dominian (dan nantinya 
golongan Jesuit) dengan antusias menerima tantangan ini dan dalam hitungan 
dekade, ajaran Katolik telah menjadi kekuatan yang permanen dan berpengaruh. 
Kecepatan perkembangan ini dianggap sebagai sesuatu yang fenomenal dalam 
kekristenan. Pada tahun 1529, seorang misionaris golongan Fransiskus di Meksiko 
menulis tentang pertobatan massal yang hampir mustahil untuk dicatat: "Kami 
membaptis begitu banyak orang. Saya tidak bisa memberikan perkiraan yang akurat 
tentang jumlahnya di sebuah provinsi di Meksiko. Sering kali kami membaptis 
14.000 orang dalam satu hari, kadang-kadang 10.000 orang, dan kadang-kadang 
8.000 orang."

Rintangan terbesar dalam misi di Dunia Baru adalah penduduk koloni itu sendiri 
dan perlakuan mereka yang kejam terhadap orang Indian pribumi. Meskipun Ratu 
Isabella telah mengeluarkan ketetapan bahwa kebebasan orang-orang Indian harus 
dihormati, namun dalam kenyataannya orang-orang Indian tetap diperlakukan 
dengan tidak manusiawi dalam sistem yang mendukung perbudakan terhadap mereka 
secara terang-terangan. Perlakuan kejam tersebut tidak luput oleh pengamatan 
para misionaris, dan beberapa dari mereka mengambil risiko untuk menerima 
kemarahan para penduduk koloni dengan berdiri di pihak yang benar. Salah 
seorang dari para misionaris itu adalah Las Casas, seorang yang meskipun lambat 
dalam menyadari dan mengakui kekejaman itu, namun akhirnya menjadi pahlawan 
terbesar bagi orang-orang Indian pada masa kolonialisme di Spanyol. Dalam diri 
Las Casas, semangat misi dan humanitarianisme terjalin dalam sebuah kesatuan 
yang jarang dimiliki oleh para misionaris, sebelum atau sesudah dirinya.

Las Casas lahir di Spanyol pada tahun 1474. Ia adalah putra seorang pedagang 
yang pernah berlayar bersama Colombus pada pelayarannya yang kedua. Setelah 
mendapat gelar dalam bidang hukum dari University of Salamanca, ia berlayar ke 
pulau Hispaniola untuk bekerja sebagai penasihat hukum gubernur. Dengan cepat, 
ia menyesuaikan diri dengan gaya hidup para kolonis yang makmur dan menerima 
pandangan konvensional terhadap penduduk pribumi. Ia ikut serta dalam 
penyerangan-penyerangan dan menjadikan penduduk pribumi sebagai budak di 
perkebunannya. Pada tahun 1510, ketika berusia 30-an, ia mengalami perubahan 
rohani dan kemudian ditahbiskan. Ia adalah pendeta pertama yang ditahbiskan di 
Amerika dan kemudian mengalami sedikit perubahan dalam sikap hidupnya. Dengan 
mudah, ia berpindah ke dalam gaya hidup boros yang merupakan ciri-ciri hidup 
sebagian besar pejabat gereja saat itu. Namun secara bertahap, ia mulai 
menyadari bahwa perlakuan terhadap orang-orang Indian tidaklah konsisten dengan 
ajaran Kristen sehingga di usianya yang ke-40, ia berpaling dari sistem kejam 
yang pernah menjadi bagian hidupnya itu dan mulai berjuang menentangnya. Ia 
kemudian bergabung dengan golongan Dominian yang memberi dukungan simpatik 
terhadap pandangannya.

Sebagai pengacara Dunia Baru yang paling vokal bagi orang-orang Indian, Las 
Casas bolak-balik ke Spanyol. Ia mengajukan kasus-kasus yang dihadapi 
orang-orang Indian kepada petugas-petugas pemerintahan dan siapa pun yang mau 
mendengarnya, meskipun kadang kala caranya mengajukan kasus itu cenderung naif 
dan terlalu menyederhanakan: "Allah menciptakan orang-orang sederhana ini tanpa 
kejahatan dan tanpa tipu muslihat. Mereka sangat taat dan setia kepada majikan 
mereka, begitu pula kepada orang-orang Kristen yang mereka layani. Mereka 
sangat patuh, sabar, pendamai, dan saleh. Mereka juga tidak suka bertengkar, 
membenci, bersungut-sungut, atau menaruh rasa dendam. Mereka tidak memiliki 
keinginan untuk memiliki kekayaan duniawi. Pastilah orang-orang ini akan 
menjadi yang paling diberkati di dunia jika saja mereka menyembah Allah yang 
benar."

Pelayanan Las Casas lebih dari sekadar humanitarianisme. Penginjilan adalah 
sebuah prioritas dan selama beberapa tahun ia berkeliling di Amerika Tengah 
untuk melakukan pelayanan perintisan. Salah satunya adalah membujuk seorang 
pemimpin suku pribumi yang sudah lama meneror penduduk koloni untuk 
menghentikan perbuatannya itu dan memperbolehkan semua anggota sukunya untuk 
dibaptis. Karena pertentangan penduduk koloni, sebagian besar pelayanannya 
tidak berkembang dengan mudah.

Di usia yang ke-70, Las Casas ditahbiskan menjadi Uskup Chiapa, keuskupan yang 
miskin di daerah Meksiko Selatan. Tempat itu dipilihnya dari antara keuskupan 
lain yang lebih makmur, meskipun menurut Latourette, dia pasti tahu bahwa 
keputusannya itu akan menjadi tugas yang paling sulit di sepanjang kariernya. 
Sebagian besar pemilik perkebunan di Spanyol menyalahkan dia karena 
undang-undang baru yang dikeluarkan oleh kerajaan Spanyol, yaitu hukum yang 
dirancang untuk memberi perlindungan dan kemerdekaan bagi orang-orang Indian. 
Pelaksanaan hukum ini akan meruntuhkan ekonomi perkebunan, begitu kata para 
tuan tanah Spanyol, dan mereka mengabaikan begitu saja undang-undang tersebut. 
Sebaliknya, Las Casas memerintahkan para imamnya untuk menolak pengampunan dosa 
bagi siapa pun yang melanggar hukum. Dengan demikian, genderang peperangan pun 
ditabuh. Saat itu, banyak imam yang dikepalainya berbalik menentang dirinya. 
Setelah 3 tahun, ia melepaskan jabatan keuskupannya karena putus asa dan merasa 
kalah. Pada tahun 1547, pada usianya yang ke-73, ia berlayar dari Dunia Baru 
dan tidak pernah kembali lagi. Perjuangannya demi hak asasi manusia 
dilanjutkannya dari Spanyol sampai hari kematiannya sekitar dua dekade 
kemudian. Sampai kini, ia masih dikenang sebagai salah satu misionaris Kristen 
yang paling berperikemanusiaan. (t\Jing Jing)

Diterjemahkan dari:
Judul Buku: From Jerusalem To Irian Jaya
Penulis: Ruth A. Tucker
Penerbit: Zondervan Corporation, Grand Rapids, Michigan
Halaman: 57 -- 59


DOA BAGI MISI DUNIA: ARAB SAUDI

Para pemimpin gereja di Arab Saudi kerap kali mendapat serangan dari polisi 
agama (mutawwa'in). Mereka bertindak secara independen di luar komando 
pemerintah dan berusaha menciptakan kerajaan agama lain, yang lebih dikenal 
dengan Commission for Promotion of Virtue and Prevention of Vice. Rezim Arab 
Saudi sendiri mengaku telah mencoba menghentikan aksi mereka, tetapi mutawwa'in 
melanjutkan aksinya sebagai polisi "moral" di Arab Saudi.

Pendeta G, seorang pendeta terkemuka dan ayah dari delapan anak, pindah ke Arab 
Saudi dari Eritrea untuk mendapatkan hidup yang lebih baik. Ia dan tiga pendeta 
lainnya mulai membangun gereja rumah, yang secara rutin beribadah setiap hari 
Jumat. Lebih dari 150 warga asing beribadah di sana. Untuk keselamatannya dan 
keluarganya, ia memutuskan untuk meninggalkan Arab Saudi. Secara terpisah, ia 
dan keluarganya pindah ke negara tetangga dan berharap dapat berkumpul kembali 
dengan selamat.

Sumber: Buletin Frontline Faith, Edisi November -- Desember 2012, Halaman 8

Pokok Doa:

1. Mari kita berdoa kepada Tuhan Yesus agar Ia melindungi anak-anak-Nya yang 
menetap dan melayani di Arab Saudi.

2. Berdoa bagi pendeta G dan keluarganya, agar Tuhan senantiasa melindungi dan 
suatu hari nanti mereka dapat berkumpul kembali.


DOA BAGI INDONESIA: RAKER YLSA 2013

Pada tanggal 10 -- 12 Januari 2013, Yayasan Lembaga SABDA telah mengadakan 
rapat kerja yang bertujuan untuk mengevaluasi segala pelayanan yang dilakukan 
sepanjang tahun 2012, sekaligus merencanakan kegiatan pelayanan untuk tahun 
2013.

Pokok Doa:

1. Mengucap syukur kepada Tuhan Yesus untuk gedung baru (Griya SABDA) yang 
sudah hampir selesai direnovasi sehingga bisa dipakai untuk raker tahun ini.

2. Mengucap syukur untuk penyertaan Tuhan selama raker tahun ini, dan campur 
tangan-Nya dalam setiap evaluasi dan perencanaan pelayanan.

3. Doakan pemimpin beserta segenap divisi pelayanan YLSA agar dapat 
melaksanakan rencana pelayanan tahun 2013 ini dengan baik, dengan hikmat dari 
Tuhan.


Kontak: jemmi(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Amy G., dan Yulia
Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

Kirim email ke