Noor, Saya pikir yang (juga) menjadi major issue dalam hal ini, adalah apakah pembiayaan2 yang masuk dalam cost recovery ini, tidak ada sulap??? Salam,
-abl- 2008/6/19 noor syarifuddin <[EMAIL PROTECTED]>: > Mas Firman yang penuh semangat, > > Saya kira tidak perlu menunggu anda ditempatkan menjadi pengawas approval > CR untuk bisa berperan. Kita semua bisa mulai dari lingkungan kerja kita > sendiri dengan bekerja lebih profesional, efisien serta inovatif. Dengan itu > semua paling tidak kita bisa menghindarkan pembengkakan biaya operasional > yang nantinya akan berujung ke CR. > > Marilah kita bertanya kepada diri sendiri setiap kali akan mengambil > keputusan : apakah saya memang perlu untuk melakukan hal ini....(MDT point, > OFA, logging suite, log interpretation, seismic reprocessing, perbanyakan > dokumen dll). Mari kita berpikir secara inovatif dan tidak selalu menerima > hal-hal yang sudah menjadi KEBIASAAN dalam kita bekerja sehari-hari. > Dari hal kecil ini kita mungkin bisa berperan secara positif dan langsung > untuk mengurangi CR ini. > > > > > > salam, > NSy > ----- Original Message ---- > From: Firman Gea <[EMAIL PROTECTED]> > To: "iagi-net@iagi.or.id" <iagi-net@iagi.or.id> > Sent: Friday, June 20, 2008 8:53:10 AM > Subject: [iagi-net-l] Potensi Rp. 34 Trilyun, biaya cost recovery yg tidak > layak > > Dear Pejabat BP MIGAS yang membaca, mohon diteruskan ke yang berwenang, > > Bagaimana tanggapan pejabat BP MIGAS tentang hal ini? Apa tindak lanjutnya? > Penyempurnaan sistem pengawasan dan approval Cost Recovery? Atau bahkan > penghapusan sistem tersebut? Apapun lah metode perbaikannya, saya yang bodoh > ini cuma menghimbau Bapak-bapak pejabat yang pintar-pintar dan terbukti > pintar untuk dengan konsistensi dan memperhitungkan hati nurani segera > memperbaiki hal ini. Rp. 40 trilyun, Pak!! Kalau Bapak-bapak butuh yang > muda-muda dan fresh untuk berpikir dan bertindak tegas, Bapak tinggal cari > saja insinyur-insinyur muda yang siap untuk itu, di setiap pelosok negeri > ini. > > Stop kebocoran uang rakyat dari sistem Cost Recovery, sekarang juga!!! > > Salam, > > Firman Fauzi – geologist muda, siap digaji besar yang wajar untuk > ditempatkan di posisi pengawasan approval Cost Recovery, and I'm not the > only one, Sir. > > > > Penerimaan Minyak Berpotensi Dikorupsi Rp 228,096 Triliun > *Arin Widiyanti* - detikFinance > > [image: GB] > Tambang MInyak (ist) > > > > *Jakarta* - Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan potensi > penyelewengan dalam penerimaan minyak selama tahun 2000-2007 sebesar Rp > 228,096 triliun. > > Hal tersebut disampaikan Koordinator Pusat Data dan Analisis ICW Firdaus > Ilyas dalam jumpa pers di Kantor ICW Jalan Kalibata Timur IVD, Jakarta, > Kamis (19/6/2008). > > Angka itu timbul dari data resmi perminyakan dari Departemen ESDM selama > 2000-2007. Dari data itu pendapatan yang disimpangkan indikasinya sebesar Rp > 194,097 triliun ditambah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap > kontrak Kontraktor Kerja Sama minyak (KKSS) pada semester I-2006, semester > I-2007 dan semester II-2007 dengan temuan cost recovery yang tidak perlu > dibayarkan sebesar Rp 39,999 triliun. > > Dari angka itu sebesar Rp 6 triliun merupakan angka cost recovery yang > layak, dengan kata lain mengurangi pendapatan negara dari minyak sebesar Rp > 34 triliun. > > Firdaus mengatakan apabila pihak BP Migas merasa janggal akan temuan ini > dia menantang BP Migas untuk membuka data penerimaan minyak yang dimilikinya > secara head to head dengan ICW sehingga data penerimaan minyak menjadi > transparan. > > "Temuan ini akan dibawa ke KPK sebagai bahan investigasi KPK apakah ada > indikasi korupsi dalam pengelolaan minyak karena apabila penyimpangan ini > tidak ditegakkan maka saya yakin seperti sekolah gratis, dan jaminan > kesehatan gratis tidak akan teralisasi. Negara terlalu dirugikan dengan > penyimpangan ini," ujarnya. > > Dia meminta pemerintah untuk meninjau ulang regulasi dan otoritas BP Migas > dalam pengelolaan minyak dan gas apakah telah melakukan pengawasan dengan > benar. > > Tak lupa dia juga meminta pelaksanaan audit investigasi penerimaan minyak > secara menyeluruh. > > "Riset ini bisa merupakan shock theraphy. Indonesia selalu dirugikan dengan > cost recovery yang tidak erlu dibayarkan kepada pengusaha minyak," ujarnya. > > Hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun > 2005-2007 dimana ditemukan penerimaan migas yang tidak dicatat dan > dibelanjakan tanpa melalui APBN senilai Rp 120,329 triliun. > *( ddn / qom ) * > > > >
<<clip_image001.jpg>>