Selamat pagi,

Saya ikut berkomentar karena kebetulan topik diskusinya berkaitan
dengan analisis cekungan. Pertama mengenai Beta Factor atau stretching
factor, yang secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai rasio
antara panjang cekungan setelah rifting dengan panjang semula cekungan
(diukur pada posisi sejajar dengan arah ekstensi). Ambil contoh, jika
faktor Beta adalah 2, maka telah terjadi ektensi sebanyak 100%, yang
berarti panjang cekungan sekarang adalah 2 kali panjang awal cekungan.

Seandainya kita membandingkan 2 cekungan rift yang membuka sebagai
sebuah half graben, dimana sudut kemiringan boundary fault (active
margin) kedua cekungan ini berbeda, kita asumsikan half graben A
memiliki sudut kemiringan 45º dan half graben B 20º, maka untuk
stretching factor yang sama, half graben A akan lebih dalam daripada
half graben B. Dengan demikian, half graben A akan menghasilkan
accomodation space yang lebih banyak daripada half graben B. Jadi,
untuk mendapatkan accomodation space dan subsidence rate yang berbeda,
stretching factor tidak harus berbeda. Ada makalah dari Lambiase dan
Morley (1999) yang membahas tentang sudut kemiringan boundary fault
dan bagaimana mereka bisa mengontrol depositional system.

Berkaitan dengan sedimentation rate, kalau saya tidak salah ingat
hafalan ketika masih kuliah, sedimentation rate ditentukan oleh
climate dan luas tidaknya catchment area. Berkaitan dengan beta factor
cekungan rift yang tinggi, saya pikir tidak akan terus diikuti oleh
sedimentation rate yang tinggi juga. Jika iklimnya kering, apakah
memang suplai sediment ke cekungan akan setinggi cekungan di wilayah
beriklim tropis?

Jika kita berada di iklim tropis dengan curah hujan tinggi dan
catchment area juga luas, maka saya yakin tingkat erosi akan tinggi
dan sedimentation rate juga tinggi. Mungkin kalau kita hendak
mengambil contoh, kita ambil saja Delta Mahakam dan Kutei Basin,
walaupun bukan persis rift basin yang sedang kita diskusikan.

Kita tahu bahwa Kutei Basin memiliki batuan induk, bahkan di bagian
laut dalam ada model batuan induk yang katanya berasal dari material
kayu/dedaunan/material yang mengandung carbon yang menjadi batuan
induk beberapa lapangan gas/condensate. Dari contoh ini, saya berpikir
bahwa sedimentation rate yang tinggi tidak serta merta membuat sebuah
cekungan tidak memiliki potensi batuan induk, asal ada material
organik yang dibawa dan diendapkan di cekungan. Mungkin akan lain
ceritanya jika material yang digelontorkan ke dalam cekungan adalah
konglomerat, lithic sandstones dan yang sejenisnya, misalnya berasal
dari singkapan batuan metamorf dan vulkaniklastik (Gorontalo?).

Hal lain yang dapat menyebabkan tidak adanya hydrocarbon charge dari
cekungan rift walaupun ada potensi batuan induk adalah batuan induk
tersebut sudah terlalu matang karena saat berada di fase rifting
mereka sudah dimasak oleh arus panas yang terlalu tinggi dari
astenosfer. Jadi, bukan karena tidak ada material organik, tapi
overmature karena tertimpa overburden sediment yang tebal dan heat
flow tinggi. Jika tidak ada early post-rift sequences seperti
fluvio-deltaic atau marginal marine shales yang mulai terendapkan saat
heat flow sudah menurun dan kemudian dimasak oleh tambahan heat flow
seperti di back-arc basin atau oleh overburden sediment yang lebih
tebal dan muda, maka kita tidak bisa mengandalkan batuan induk dari
bagian synriftnya.

Demikian sumbangan komentar dari saya, semoga berkenan.

Salam
mnw

2011/8/25 Gadjah Eko Pireno <gadjah.pir...@krisenergy.com>
>
> Maaf kalau bikin bingung.....
> Sebenarnya yang saya maksud adalah suplay sedimennya kedalam cekungannya.
> Kalau supply sedimennya over tentunya tidak akan ada organik carbonnya karena 
> pengaruh oksidasinya, tetapi kalau sediment rates nya imbang dengan penurunan 
> cekungannya, maka akan berkembang cekungan danau tempat berkembangnya fresh 
> water algal dan juga tempat pengendapan kerogen yang berasal dari hutan 
> disekitar danaunya....
>
> Gadjah E. Pireno
> New
> ________________________________
> From: Awang Satyana [awangsaty...@yahoo.com]
> Sent: Thursday, August 25, 2011 9:56 AM
> To: iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
> Subject: [SPAM] - [iagi-net-l] Rate of Rifting & Organic Richness: Makassar 
> Straits Case (was: Nyiragongo...) - Email found in subject
>
> Ferdi & rekan2,
>
> Iya memang terbalik antara Pak Gadjah dan saya; mungkin Pak Gadjah 
> berpendapat lain atau salah tulis, tolong mas Gadjah klarifikasi; saya 
> meyakini kalau rifting terlalu cepat tak ada kesempatan untuk calon source 
> rocks punya kapasitas kekayaan organik yang baik. Karena rifting Makassar 
> Strait utara lebih cepat (sebab dipicu sea-floor spreading Celebes/Sulawesi 
> Sea) daripada Makassar Strait selatan, maka secara 'kasar' kekayaan organik 
> sources di rifting-nya diasumsikan lebih kaya di Makassar Strait selatan. 
> Tentu ini pernyataan awal yang harus diuji dan dibuktikan, tetapi alasannya 
> saya terangkan di bawah ini.
>
> Sebenarnya, tingkat pembukaan rifting tak menyambung langsung ke kekayaan 
> organik sedimen. Yang menyambung langsung ke kekayaan organik adalah rate of 
> sedimentation (Johnson & Ibach, 1982). Dikatakan oleh mereka bahwa ada 
> hubungan antara TOC (total organic carbon) dan sedimentation rate dalam m/my 
> (meter/juta tahun). Setiap sedimen punya nilai terbaik TOC (optimum TOC) pada 
> sedimentation rate tertentu. Bila sedimentation rate terlalu rendah, maka 
> oksidasi terjadi yang akan merusak pengawetan organik, bila sedimentation 
> rate terlalu tinggi maka kandungan organik pun akan rendah karena sedimentary 
> dilution. Secara umum untuk shale silisiklastik, maka sedimentation rate 
> terbaik agar TOC optimum adalah sekitar 21 m/juta tahun (Johnson & Ibach, 
> 1982). Kurang atau lebih dari itu, TOC-nya menurun. Untuk sedimen gampingan 
> (misalnya source napal), sedimentation rate terbaik untuk mencapai TOC 
> optimum adalah sekitar 14 m/juta tahun.
>
> Hubungan dengan rifting. Rifting yang relatif cepat (Beta faktor tinggi) akan 
> menyebabkan sedimentation rate terlalu tinggi, juga pembukaan yang terlalu 
> cepat akan mengundang sirkulasi oxic dari open sea masuk. Akibatnya adalah 
> kekayaan organik akan rendah. Tetapi rifting yang biasa saja, tak cepat, tak 
> lambat, akan menghasilkan sedimentation rate yang biasa juga, dan 
> mempertahankan kondisi rifting dalam lingkungan anoxic atau sub-oxic, 
> sehingga pengawetan organic matters akan relatif lebih baik. Terhadap 
> rendahnya kandungan organik, efek dilution karena too high sedimentation rate 
> akan lebih memiskinkan kandungan organik, dibandingkan sedimentation rate 
> yang too slow. Artinya, rifting yang membuka terlalu lambat, dengan 
> sedimentation rate yang terlalu lambat juga akan lebih baik untuk pengawetan 
> organik daripada di rifting yang terlalu cepat dengan efek sedimentary 
> dilution yang tinggi.
>
> Kekayaan organik Makassar Strait utara dan Makassar Strait selatan tentu 
> kompleks, masalah kecepatan rifting dan sedimentation rate hanyalah salah 
> satu faktor saja. faktor lain adalah masalah lebar pembukaan Makassar Strait 
> utara yang lebih lebar daripada Makassar Strait selatan. Ini akan berpengaruh 
> kepada source facies in situ relatif terhadap sumber2 organik di 
> onshore-onshore sebelah barat dan timur (Delta Mahakam, onshore western 
> Sulawesi, Paparan Paternoster).
>
> 'Seruan' saya kepada para operator di West Sulawesi offshore (Exxon, 
> Maratahon, COPI, Statoil, Pertamina, Talisman, PTTEP, dll) yang saya 
> sampaikan di Jakarta Scout-Check Meeting Juni lalu adalah seperti yang saya 
> sampaikan di atas. Mereka, seperti pada umumnya semua operator, kurang 
> melihat 'yang tidak atau susah terlihat', yaitu masalah source rocks dan 
> migrasi. Fokus terlalu besar kepada trap dan reservoir, yang memang 
> 'terlihat' di seismik. Ketika trap dan reservoir ditemukan dan kualitasnya 
> baik, tetapi kosong, sebenarnya problem ada di source dan migrasi.
>
> Harus diingat bahwa ketiadaan source akan menjadi pembunuh regional 
> prospektivitas; yang akan membunuh beberapa WK sekaligus. Jadi, mulailah dari 
> sekarang melakukan evaluasi yang seimbang atas geologti-geofisika-geokimia; 
> atas semua unsur dan proses dalam petroleum system - jangan hanya melulu trap 
> dan reservoir.
>
> salam,
> Awang
>


--
- when one teaches, two learn -
http://www.geotutor.tk
http://www.linkedin.com/in/minarwan

--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
Ayo siapkan diri....!!!!!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id

For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke