Pak Awang

Hanya mau Cross Check saja pak Awang, saya pernah lihat tayangan di National
Geographic Channel bahwa Komodo itu dulunya lebih besar dari ukuran nya
sekarang dan dikarenakan jembatan darat tadi tertutup maka para komodo
tersebut terisolasi sehingga terjadi penurunan kuantitas (jumlah dan ukuran
binatang buruan)  makanan sehingga mereka berbadan kecil (Dwarfism) seperti
saat ini. Tapi tentu saja ini perlu di cross cek juga bila ditemukan fosil -
fosil komodo purba.

salam
Rimbawan

2011/9/15 Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>

> Sulawesi, yang sepuluh hari lagi akan banyak dikunjungi para geoscientists
> yang mengikuti pertemuan ilmiah gabungan antara HAGI dan IAGI (JCM- Joint
> Convention Makassar, 26-29 September 2011), merupakan wilayah yang sangat
> unik-menarik-namun rumit secara geologi maupun biologi. Sulawesi adalah
> wilayah benturan antara berbagai terrane (mintakat) geologi, sekaligus
> merupakan wilayah benturan antara dunia fauna. Kedua benturan geologi dan
> biologi ini 'klop' alias saling mendukung dan saling berhubungan
> sebab-akibat.  Fenomena ini bukan barang baru, tetapi saya ingin
> mengangkatnya lagi menggunakan analisis dan sintesis baru dalam rangka
> menghargai sebuah pulau unik di Indonesia dalam sebuah makalah yang akan
> dipresentasikan di JCM berjudul,"Sulawesi: Where Two Worlds Collided -
> Geologic Controls on Biogeographic Wallace's Line." Tujuannya adalah semoga
> kita makin menghargai bagian Tanah Air kita yang unik-menarik-walaupun rumit
> ini. Abstrak makalahnya ada di
>  bawah tulisan ini.
>
> Sulawesi menduduki daerah Wallacea paling barat. Wallacea adalah suatu nama
> wilayah di bagian tengah Indonesia gagasan Dickerson (1928) yang di sebelah
> barat dibatasi oleh Garis Wallace (1863), di sebelah timur dibatasi Garis
> Lydekker (1896). Garis Wallace membatasi tepi timur penyebaran fauna
> Asiatik, sedangkan Garis Lydekker membatasi tepi barat fauna Australis.
> Secara geologi tepi-tepi ini masing-masing berhubungan dengan tepi Sunda
> Land dan Sahul Land. Di daerah Wallacea-lah terjadi percampuran dua dunia
> fauna Asiatik dan Australis. Nama Wallacea tentu kita bisa duga, yaitu
> berasal dari Alfred Russel Wallace, naturalist  Inggris yang menjelajah alam
> Indonesia selama delapan tahun (1854-1862). Daerah Wallacea adalah daerah
> yang sangat rumit dalam geologi Indonesia, banyak mikrokontinen, sliver,
> oceanic plateaux,  ofiolit, baik secara in-situ maupun ex-situ yang berasal
> dari berbagai area asal dipindahkan ke sini. Laut-laut paling dalam
> Indonesia dan
>  pembusuran (arching) Banda terjadi  di sini juga. Endemisme fauna
> Indonesia paling tinggi berasal dari daerah Wallacea, sebut saja misalnya
> keberadaan komodo, babirusa, anoa, dan maleo; yang berasal dan hidup hanya
> di daerah Wallacea, tidak ada di bagian dunia yang lain.
>
> Dalam tulisan kali ini, saya ingin mengulas sedikit tentang gagasan
> terkenal dalam dunia paleontologi vertebrata/mamalia Indonesia berasal dari
> D.A. Hooijer (1957, 1967), ahli paleontologi vertebrata berkebangsaan
> Belanda yang pernah bekerja di Indonesia, yang konsepnya bernama
> "Stegoland". Hooijer menemukan fosil-fosil gajah kerdil Stegodon di berbagai
> pulau di Indonesia (Sangihe, Sulawesi, Jawa, Flores, Sumba, Timor).
> Bagaimana Stegodon yang berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal ini (1,2-1,0
> Ma) ditemukan di berbagai pulau tersebut yang sekarang terpisah cukup jauh
> satu sama lain? Hooijer berpendapat bahwa dahulu Nusa Tenggara-Jawa-Sulawesi
> dihubungkan oleh suatu jembatan daratan yang disebutnya "Stegoland", di
> sepanjang jembatan daratan itulah Stegodon berjalan. Lalu karena aktivitas
> tektonik dan fluktuasi muka laut pada Plistosen, jembatan ini tenggelam.
> Konsep Hooijer ini mendapat tantangan dari beberapa ahli paleontologi yang
> datang lebih kemudian,
>  misalnya Gert van den Bergh (yang juga beberapa kali berkarya di
> Indonesia). Gert yang belum lama ini (2009) membantu Tim Paleontologi
> Vertebrata Badan Geologi dalam penelitian penemuan gajah purba di Blora
> menyebutkan bahwa konsep Hooijer tak bisa diterima, gajah-gajah itu
> berenang, bukan berjalan melalui jembatan daratan. Begitulah Stegoland,
> setiap konsep yang diajukan, ada yang mendukungnya (pro) tetapi selalu ada
> juga yang menentangnya (kontra).
>
> Dalam makalah saya, saya memuat model paleogeografi Sulawesi dan sekitarnya
> yang dibuat oleh Moss dan Wilson (1998) serta fluktuasi muka laut di
> pulau-pulau Indonesia Timur dari Tjia (1996) pada Pliosen-Holosen, lalu
> menggunakannya untuk meneliti konsep Hooijer (1957) tentang Stegoland.
> Beberapa citra satelit yang dalam zaman Hooijer (1957) belum ada, saya lihat
> juga untuk memeriksa adakah jembatan daratan antara
> Timor-Sumba-Flores-Jawa-Sulawesi-Sangihe pada sekitar Pliosen-Plistosen -
> Holosen. Dari model-model dan data satelit itu dapat diketahui bahwa
> kemungkinan jembatan seperti yang dimaksud Hooijer (1957) kelihatannya ada
> walaupun memang sekarang sudah tenggelam. Dari model ini, bisa diduga pola
> migrasi Stegodon di sepanjang Stegoland, kalau kita meyakininya ada.
>
> Wilayah penemuan fosil-fosil Stegodon atau spesies sejenisnya (Stegoloxodon
> celebensis, Fachroel Aziz dkk, 2009) di Sulawesi terjadi di Lembah Walanae,
> Sulawesi Selatan. Dan, ini bisa dipahami kalau melihat peta paleogeografi
> dari Tjia (1996) atau Moss dan Wilson (1998). Ada jembatan daratan pada
> Plistosen Awal dari Jawa timurlaut ke Sulawesi Selatan. Jawa sendiri saat
> itu bergabung menjadi satu dengan Kalimantan dan Sumatra sebagai Sunda Land.
> Dari Jawa ada jembatan daratan ke timur ke sepanjang Nusa Tenggara dan ke
> timurlaut ke Sulawesi. Dalam kondisi tersebut, dapatlah berlaku prinsip
> island biogeography (teori biogeografi pulau) yang dua komponennya adalah:
> island dwarfism (pengerdilan di pulau) dan island gigantism (peraksasaan di
> pulau). Secara sederhana, islad dwarfism mengatakan bahwa hewan besar dari
> wilayah induk yang pindah ke pulau lebih kecil akan mengalami pengerdilan
> karena keterbatasan makanan dan ruang gerak; sementara itu hewan-hewan
>  kecil di pulau itu lalu akan membesar (island gigantism) karena ketiadaan
> pemangsa. Kedua komponen ini telah dipenuhi secara memuaskan di Flores dan
> sekitarnya. Homo floresiensis, jenis hominid kerdil yang ditemukan di Flores
> pada tahun 2004 adalah produk island dwarfism Homo ngandongensis yang
> bermigrasi ke sana, sementara komodo di sekitarnya adalah produk gigantisme
> kadal. Kemudian pulau-pulau ini terisolasi, sehingga membatasi aliran gen
> (genetic drift) yang akan mengganggu endemismenya. Maka Stegodon di Flores,
> Sumba, Timor, Walanae, dan Sangihe mungkin adalah produk genetic drift dari
> gajah besar Asia (Siwalik-India) dari Jawa dan Kalimantan melalui jembatan
> daratan Stegoland lalu mengalami pengerdilan di pulau baru yang ditempati
> yang lebih kecil dan terisolasi. Pengerdilan juga terjadi atas kerbau dari
> Jawa/Kalimantan yang menjadi anoa di Sulawesi.
>
> Demikian, Sulawesi adalah tempat ideal untuk menguji: plate tectonics,
> amalgamation of terranes by collision, collision of faunal worlds, genetic
> drift and island dwarfism.
>
> Salam,
> Awang
>
> LAMPIRAN
>
> PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011
> The 36th HAGI and 40th IAGI Annual Convention and Exhibition
>
> SULAWESI: WHERE TWO WORLDS COLLIDED -
> GEOLOGIC CONTROLS ON BIOGEOGRAPHIC WALLACE'S LINE
>
> Awang Harun Satyana (BPMIGAS, Jakarta)
>
> ABSTRACT
>
> "Wallace's Line", line of dividing faunal distribution in central
> Indonesia, came into being in 1863 and was named after Alfred Russel
> Wallace, the great English naturalist travelled Indonesian islands from
> 1854-1862. This was all biologic line but since the beginning, Wallace
> thought that the line could have geologic background. Currently, it is known
> that the position of the line is geologically-dependent, a result of plate
> tectonic movements. The Wallace's Line separates the Oriental (Asian) and
> the Australian fauna and flora. Original Wallace's Line ran between Bali and
> Lombok, extending between Borneo/ Kalimantan and Sulawesi, and between
> Philippines and Indonesia. The revised Wallace Line (1910) lies more
> eastward than the original line to the east of Sulawesi.
>
> Two faunal assemblages from Asian and Australian worlds meet in Sulawesi
> side by side with the endemic faunas of Sulawesi. Two faunal worlds, meeting
> in Sulawesi was controlled by geologic processes. Two "geologic worlds" of
> Sundaland (Asian) and Australian crustal masses/ microcontinents collided in
> Miocene to Pliocene making Sulawesi and adjacent islands. Living creatures
> are passive passengers on drifted microcontinents. When the microcontinents
> collided, the faunal and floral assemblages from two areas met. The Miocene
> to Pliocene collision of Australian microcontinents with Sundaland from 20-5
> Ma, occurred in the region of Wallace's Line. The collision brought two
> originally separate faunas and floras into direct contact, ultimately giving
> rise to the present-day distribution of plants and animals.
>
> It is observed that in Sulawesi there were four types of geologic events
> could have significant biogeographic consequences, called here as: (1)
> longitudinal displacement, (2) land connections and sea barriers, (3) sea
> level history and speciation and (4) island dwarfism.
>
>
>
> --------------------------------------------------------------------------------
> PP-IAGI 2008-2011:
> ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
> sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
> * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
>
> --------------------------------------------------------------------------------
> Ayo siapkan diri....!!!!!
> Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
> September 2011
>
> -----------------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
>
> For topics not directly related to Geology, users are advised to post the
> email to: o...@iagi.or.id
>
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> No. Rek: 123 0085005314
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> Bank BCA KCP. Manara Mulia
> No. Rekening: 255-1088580
> A/n: Shinta Damayanti
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net 
> <http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/%0AIAGI-net>Archive 2:
> http://groups.yahoo.com/group/iagi
> ---------------------------------------------------------------------
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted
> on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall
> IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct
> or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss
> of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any
> information posted on IAGI mailing list.
> ---------------------------------------------------------------------
>
>

Kirim email ke