Artikel:  Prinsip Dasar Cara Berbisnis Insan Pilihan
 
Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.
 
Apakah anda pernah mendengar seseorang mengatakan; ”Cari duit haram saja susah, 
apalagi yang halal?”. Saya pernah. Dan ketika mendengar itu, hati saya miris. 
Bukan karena sikap orang itu. Melainkan karena ketakutan saya untuk ikut-ikutan 
mempunyai prinsip hidup seperti itu. Sebab, saya ingin agar seluruh sel hidup 
dalam tubuh istri dan anak-anak, serta diri saya sendiri hanya memakan makanan 
yang dihasilkan dari nafkah yang halal saja. Saya takut Tuhan marah karena 
menafkahi keluarga dengan sesuatu yang Dia tidak suka. Masalahnya adalah; 
lingkungan bisnis kita sering menganggap seolah hal semacam itu merupakan 
sesuatu yang sudah lumrah.
 
Suatu sore belum lama ini, sahabat saya menelepon. Dia mengabarkan kalau saat 
ini sedang berada di sebuah pameran buku. Saya terkejut ketika dia bilang bahwa 
buku edisi pertama saya yang pertama kali diterbitkan di tahun 2005 itu katanya 
juga ikut dipamerkan. Padahal, selalu saya katakan bahwa buku itu sudah sejak 
lama tidak ada dipasaran. Buku itu sekarang muncul lagi setelah hampir dua 
tahun lamanya hak penerbitannya kembali ke tangan saya. Apa iya penerbit 
sebesar itu melakukan tindakan serupa itu? Begitu saya berpikir. Tetapi, saya 
yakin sahabat saya tidak sedang bercanda.
 
Maka keesokan harinya, saya meluncur ketempat pameran buku itu. Dan benar saja. 
Disana terdapat buku saya yang dulu oleh penerbitnya dilaporkan sudah tidak ada 
stok lagi. Memang, ada sedikit stok. Namun, jumlah copy yang ada dipameran itu 
saja sudah melebihi angka yang ada dalam lembar laporan mereka sekitar 2 tahun 
lalu. Untuk sekedar dokumentasi, saya memfoto stand pameran itu. Lengkap dengan 
tumpukan buku-buku saya. Lalu membeli satu copy. Lantas, saya tempelkan struk 
pembeliannya dibuku itu. Beberapa saat sebelum pengembalian hak penerbitan itu, 
memang saya sempat meminta penjelasan mengenai keanehan laporan status stok 
buku yang tidak terlacak sejumlah lebih dari 500 eksemplar.
 
Menemukan fakta ini, saya sempat menerawang atas apa yang akan terjadi pada 
naskah buku lain yang saya miliki. Padahal, tahun 2010 ini saya sudah 
mencanangkan untuk menerbitkan minimal 4 judul buku baru. Dan jika segala 
sesuatunya lancar; tepat pada saat ulang tahun pernikahan kami, dibulan April 
ini sudah tersedia di toko buku. Sesaat kemudian, kekhawatiran saya atas fakta 
ini segera tergantikan oleh kata-kata orang itu tentang duit tadi. Tetapi, saya 
tidak yakin kalau dari menjual buku itu mereka mendapatkan banyak penghasilan. 
Lalu, pikiran saya berkata;”Mungkin sekarang mereka menemukan stok buku yang 
dulu hilang.”  Daripada buku itu masuk ke tempat sampah, kan lebih baik di jual 
ke orang? Tetapi, siapa sih sesungguhnya pemilik buku-buku itu?
 
Dari sinilah kemudian saya teringat pelajaran yang disampaikan guru mengaji 
saya tentang ahlak Rasulullah. Beliau mengatakan bahwa Rasulullah SAW adalah 
seorang pengusaha yang sangat jujur. Dalam berniaga, beliau memastikan tidak 
ada hak-hak pihak lain yang terlanggar. Bahkan saking jujurnya Kekasih Allah 
itu, sampai-sampai beliau memberi tahu pelanggannya tentang berapa modal dasar 
barang yang dijualnya. Misalnya, beliau membeli barang modal seharga 10 dirham. 
Lalu membawa barang itu untuk dijual kembali. Dan saat bertemu dengan calon 
pembeli, Rasulullah mengatakan bahwa beliau membeli barang itu dipasar dengan 
harga 10 dirham. Lalu beliau menetapkan harga jual kembali dengan selisih 
keuntungan yang diambilnya.
 
Saya tidak terlampau kagum ketika mendengar kisah ini. Karena, waktu kisah itu 
diceritakan; umur saya masih kecil. Bukan tidak kagum kepada ahlak Nabi. 
Melainkan karena saya tidak memiliki kaitan dan pemahaman langsung tentang apa 
yang sesungguhnya terjadi didunia bisnis. Namun, ajaib sekali. Pelajaran yang 
saya peroleh dimasa belia itu masih bersemayam didalam alam bawah sadar saya 
hingga kini. Sehingga, ketika saya benar-benar mulai mengenal dunia kerja itu 
seperti apa; saya bisa menemukan relevansinya. Sekarang saya mengerti, mengapa 
Tuhan mengutus Nabi sebagai seorang pedagang. Karena, Tuhan ingin agar Nabi 
memberi contoh nyata tentang tata cara berniaga yang penuh berkah.
 
Nabi tidak pernah melarang para pedagang untuk mengambil keuntungan yang 
banyak. Karena, dalam berbisnis kita boleh mengambil untung sebanyak yang kita 
bisa. Kalau kita bisa mengambil untung yang banyak; silakan saja. Sebab, 
pelanggan memegang kendali sepenuhnya untuk membeli lagi, atau mencari pemasok 
lain saja. Tetapi, Nabi mengajarkan kita tentang etika. Supaya hasil yang kita 
peroleh dalam usaha tidak hanya banyak jumlah fisiknya saja. Melainkan juga 
berkah nilainya. Itulah sebabnya dalam berbisnis, Nabi mengutamakan kejujuran. 
Dan menghindari muslihat.
 
Kata guru mengaji saya; ”Nabi melarang kita mengurangi takaran.”.  Kita bilang 
satu kilo, tetapi berat sesungguhnya hanya 950 gram. Kita melaporkan terjual 3, 
padalah sisa hasil penjualan unit lainnya disembunyikan. Kita mengaku rugi 
kepada pemilik saham, padahal dalam pembukuan yang sebenarnya mencatatkan 
keuntungan. Ketika beliau menyampaikan ajaran itu; manusia berada pada jamam 
jahiliyyah. Artinya, kecurangan tengah merajalela. Tipu muslihat menjadi nafas 
cara berbisnis para pengusaha. Dan kebohongan, merupakah senjata utama para 
pelobi. Sedangkan kerakusan merupakan sifat dasar perencana proyek.
 
Anda yang bukan pengusaha mungkin terkekeh-kekeh. Karena, melalui guru mengaji 
saya Sang Nabi tengah menasihati para pengusaha. Tetapi, jangan lupa; bahwa 
sebelum menjadi pengusaha beliau juga seorang pegawai upahan. Beliaulah yang 
menggembalakan domba-domba milik para majikan. Dan dari pekerjaannya itulah 
beliau memperoleh bayaran. Sama seperti kita. Ternyata, sebelum diangkat 
menjadi Nabi; Muhammad juga adalah seorang pekerja. Hal terindah yang paling 
saya ingat tentang sifatnya yang terekam dalam sejarah adalah; para majikannya 
tidak pernah menemukan karyawan sejujur, dan segiat insan pilihan itu. Makanya, 
gelar Al-Amien melekat kepada dirinya sejak masih kanak-kanak hingga wafat. 
Artinya, orang-orang bersaksi bahwa Dia adalah manusia yang jujur, dan dapat 
dipercaya. Baik didalam kehidupannya sebagai seorang pekerja. Maupun sebagai 
pengusaha. Bisakah kita juga menirunya?
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
Learning Facilitator  of “Fundamental Leadership Development” Program
http://www.dadangkadarusman.com/  
 
Catatan Kaki:
Jika kita tahu bahwa mencari uang haram itu susah, mengapa kita tidak 
mengupayakan untuk memperoleh yang halal saja?
 
Melanjutkan tradisi tahun lalu, pada bulan April dan Mei 2010 ini kami akan 
mengundi/memilih 4 perusahaan untuk memperoleh sesi Pengembangan Diri Gratis 
kami selama 2 jam. Hanya berlaku di DKI Jakarta. Topiknya; ”Kita Ini Mahluk 
Sempurna, Tapi Tidak Berarti Tanpa Cela.”  Bagi Anda yang tertarik untuk 
mengikutsertakan perusahaannya dalam undian/pemilihan ini  silakan mendaftarkan 
nama dan identitas perusahaannya melalui email dengan subjek “Tradisi 2010” 
lalu kirim ke dkadarus...@yahoo.com . Perusahaan yang tahun lalu sudah terpilih 
diperbolehkan untuk mendaftar kembali.
 
Melalui project Mari Berbagi Semangat! (MBS!) sekarang buku saya yang berjudul 
”Belajar Sukses Kepada Alam” versi Bahasa Indonesia dapat diperoleh secara 
GRATIS. Jika Anda ingin mendapatkan ebook tersebut secara gratis silakan 
perkenalkan diri disertai dengan alamat email kantor dan email pribadi (yahoo 
atau gmail) lalu kirim ke bukudad...@yahoo.com


      

Kirim email ke