Hari itu Jum'at 18 Juni 2009, pukul 5 sore. Saya ke Marriot karena ada janji 
dengan seorang klien yang sudah menelpon saya dua hari sebelumnya. Saya datang 
dengan hati jengkel karena semuanya mendadak hingga tak sempat mempersiapkan 
semua yang mereka perlukan. Bahkan lewat telpon dan email sebelumnya saya juga 
sempat kasih ancaman mereka harus tetap bayar saya meski nanti dapat hasil nihil
di Jakarta.

Dalam hati saya juga heran karena dia minta saya ke hotel itu padahal dalam 
email dari salah satu stafnya, meeting akan dilakukan di Hotel Four Seasons. 
Dia bilang dia mendapat diskon karena rutin menginap di situ. Saya percaya 
meski tetap heran bahwa ternyata ada juga orang kaya yang peduli diskon. 
Sementara rekan-rekannya seperusahaan dan juga sebelumnya biasa menginap di 
Marriot (yang tentu saja ditawarkan fasilitas serupa karena sudah menginap 
berkali-kali)tenang-tenang saja melenggang ke hotel lain.

Tanda tanya dalam hati terjawab ketika kita duduk di Lounge hatel sambil minum 
jus dia menawarkan pekerjaan yang tidak saya duga. Dan tampaknya dia tak mau 
teman-temannya tahu bahwa saya dan dia ada kerjasama. Saya terima karena itu 
halal:) Dan sore itu sebelum magrib saya melenggang pulang dengan gembira tanpa 
menyadari bahwa Allah sudah menyelamatkan kami semua sebab ternyata klien saya 
itu datang sebulan sebelum jadwal yang semestinya. Dan juga rupanya yang
tak saya sadari, celoteh saya tentang kisah peledakan Marriot 2003 waktu kami 
makan siang bersama bulan Januari 2009 mereka tanggapi dengan serius. Sehingga 
semua kegiatan pada kedatangan mereka Juni itu dipindahkan ke hotel lain.

Dan tanpa disangka Marriot kembali mendapat bencana 17 Juli lalu. Tanggal yang 
seharusnya menjadi hari ke 5 dari meeting saya dan tim klien. Entah apa yang 
terjadi kalau jadwal yang setiap enam bulan itu tak digeser bulan Juli dan 
lokasi tak diubah.

Yang saya herankan bagaimana pihak keamanan sampai kebobolan. Setahu saya 
standar pengamanan mereka sangat ketat. Dan lebih mengenaskan lagi kali ini bom 
meledak di dalam. Ritz Carlton hotel kembarannya juga mengalami hal serupa. 
Saya sebut kembaran karena pemiliknya sama dan basemen parkiran yang salah satu 
levelnya digunakan untuk sholat Jumat juga terintegrasi. Makanya bila salah 
satu kebobolan, yang lainnya juga bisa tertular.

Sekarang citra itu harus diperbaiki kembali. Sulit memang. Tapi seperti 
pengacau yang selalu punya taktik, kita yang juga punya strategi. Tak ada 
alasan untuk pesimis.

Kirim email ke