ini jawaban mengenai perbudakan dari  guruku yg mulia di website nya : 
www.majelisrasulullah.org > forum  > masalah fiqih > masalah perbudakan.
  
  kalau kalian ingin konsultasi dg seorang guru mulia yg lembut tutur  katanya, 
(ngga kayak gue, huee..he..he,,), silahkan kunjungi website  itu, dia seorang 
karismatik, bahasanya sastra, dan ceramah2nya bisa  didengar di multi media di 
website nya itu..
  
  maaf yah..  ketika dfitanya soal perbudakan dalam islam beliau menjawab sbgbr 
: 
  
  Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Cahaya keridhoan Nya semoga selalu melimpah pada hari hari anda, 

1.  perbudakan Berlaku bila ada peperangan antara muslimin dan kafir harby 
(kafir yg  memerangi muslimin dg pedang/senjata dg terang terangan) dan kaum 
kafir  yg terkalahkan maka mereka menjadi budak muslimin, namun hingga kini  
hal itu belum terjadi lagi.

2. Setelah kebangkitan Nabi saw para  budak itu adalah hasil tawanan perang dan 
juga para budak dari  musyrikin yg diperjualbelikan oleh orang kafir, seperti 
Bilal ra, ia  seorang musyrik lalu beriman semasa ia masih menjadi budak, lalu 
ia  dibeli oleh Abubakar shiddiq ra lalu dibebaskan.
  
Dan semakin  meluasnya muslimin maka perbudakan terhapus, karena para budak  
musyrikin terus dibebaskan dengan masuknya mereka kepada Islam, 
  budak  budak yg membela muslimin disuatu wilayah kafir yg dikuasai muslimin  
mereka dibebaskan, dan tuan tuan mereka yg memerangi muslimin justru  dijadikan 
budak, dan tak lama kemudian dibebaskan,
  
Orang orang kafir  terus mengatakan bahwa muslimin ini agama sadis dengan 
perbudakannya,  namun buktinya hingga masa kini sudah tidak ada lagi budak, 
  
  menunjukkan  bahwa para budak itu terus dibebaskan dan dibebaskan dan hingga 
kini  sudah tak ada lagi budak muslimin dimuka bumi, 
  padahal anak dan  keturunan budak tetap menjadi budak tuannya jika tak 
dibebaskan, namun  sesudah beberapa abad kemudian maka semakin terhapus dan 
terhapus. 

3. Boleh disetubuhi dengan syarat yg sangat banyak, tidak semudah 
menyetubuhinya begitu saja, 
tapi  diantaranya dengan mahar tertentu, perjanjian tertentu, dan bila hamil  
maka ia harus dijaga, dan anaknya kelak hukumnya adalah bebas, dan anak  itu 
mendapat hak waris, dan tidak boleh menyetubuhi budak yg mempunyai  suami, tak 
pula boleh disetubuhi oleh orang lain bila sudah disetubuhi  oleh tuannya, tak 
pula boleh disetubuhi oleh anak tuannya walau tuannya  telah wafat, tak pula 
diperbolehkan menyetubuhi hamba sahaya yg non  muslim walaupun ahlulkitab, 
  dan bila ia telah menyetubuhinya maka haram  ia menyetubuhi putri hamba 
sahaya itu dan ibu dari hamba sahaya itu,  
  
  dan bila ia telah menyetubuhinya lalu mempunyai keturunan maka jika  tuannya 
wafat maka budak wanita itu dan keturunannya bebas, dan masih  banyak lagi 
syarat permasalahan Wath’ul amah (menyetubuhi hamba sahaya  wanita) yg tak 
mungkin saya sebutkan karena sangat pelik.

4.  Membebaskan budak dalam keadaan kafir tidak dilarang syariah, banyak  para 
sahabat membebaskannya, mereka malah diberi harta dan dijadikan  teman, dan 
mempertahankan budak yg muslim pun tidak dilarang syariah, 
karena  terus terang saja, 
  
  permasalahan ini tidak semudah yg kita ketahui  mengenai perbudakan, Islam 
mengajari perbudakan adalah untuk mendakwahi  mereka, mendakwahi musuh musuh 
islam, menjadikan mereka serumah, 
  makan  sepiring dan tidur seatap, mereka dimuliakan, diajari, dijadikan  
keluarga, namun tentunya mereka tetap terikat dg kemestian untuk taat  kepada 
tuannya, seakan anak yg mesti taat pada ayahnya, 
  alangkah indahnya agama ini, menjadikan musuhnya tidur serumah, makan  
bersama, adakah ajaran yg mengajarkan musuh musuhnya tinggal serumah?,  diberi 
kebebasan beragama?, dan penyiksaan pd budak akan dikenai  hukunan berat
  
  dan Rasul saw  pun banyak mempunyai budak, jumlah budak lelaki beliau saw 
adalah 43  orang, budak wanitanya 11 orang, beliau saw membimbing mereka,  
menafkahi mereka, hidup bersama mereka seperti anak anaknya, ah..  alangkah 
indahnya menjadi budak sang Nabi saw, 
  karena selalu dapat  dekat dg beliau saw, mereka dijadikan budak lalu 
dibebaskan dan  dibebaskan, hingga mereka menjadi da’I, menjadi pahlawan perang 
dll. 

bahkan  kejadian dimasa Imam Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi  
Thalib, beliau mempunyai budak yg tanpa sengaja menumpahkan air  mendidih 
kewajah putra Imam Ali Zainal Abidin, maka wafatlah putra  tercintanya yg masih 
bocah itu, apakah ia marah?, memukul?, mencambuk?,  tidak.. beliau berkata : 
“engkau kubebaskan..”, demikian perbudakan itu  dalam islam, 

Allah Maha Adil dengan memilih generasi zaman  dahulu itu untuk diamanati hukum 
perbudakan, dan kini perbudakan sudah  sirna, coba kalau saat ini masih ada 
perbudakan??, pastilah  diselewengkan dengan kekejian dan kebiadaban oleh oknum 
oknum muslimin  yg sudah kehilangan akhlak, 
  
  mereka sudah berani memperbudak orang yg  bebas, memperbudak pembantu, 
memperbudak karyawan, memperbudak kaum  intelijen, dan kesemuanya terjadi 
dimuka bumi, 
  di Negara arab dan  Negara barat perbudakan terus terjadi, namun sungguh 
bahwa perbudakan  ini bukanlah perbudakan yg sesuai dg syariah islam, ini 
perbudakan  dengan hukum nafsu dan kebiadaban, jauh berbeda dengan perbudakan 
di  zaman Nabi saw.

5. Membebaskannya dengan ucapan/ pernyataan,  yaitu kubebaskan engkau, atau 
kulepaskan engkau, atau dg bahasa arabnya  : A’taqtuka, atau Abra’tuka. Maka ia 
bebas.

sumber : 
Al Umm (kitab Induk) oleh Imam Syafii juz 5 hal 9, 
Almughniy oleh Imam Abu Hamid Almaqdasiy, 
Subulussalam Juz 3 oleh Imam Asshan’aniy, 
Syarh Imam Azzarqaniy Juz 3, 
Yaqutunnafiis oleh Imam Ahmad Assyatiri 

Wallahu a’lam

Kang-Nceps <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                                           
       

---------- Forwarded message ----------
From: Baz <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Nov 7, 2006 8:27 PM
Subject: Pandangan Islam tentang Budak Wanita 1  


                  
                                        
Pandangan Islam   tentang Budak Wanita
Assalamu'alaikum wr. wb.

Ustadz ykh., selama ini   yang saya fahami adalah bahwa ketika seorang
muslim memiliki budak wanita   maka dia boleh menyetubuhi budak tersebut
tanpa lebih dulu menikahinya. Saya   mohon ustadz menjelaskan apakah
pemahaman saya itu benar dan kalau salah   bagaimana sebenarnya pandangan
Islam tentang hal ini. Atas jawaban ustadz   saya haturkan jazakumullah
khair.

Wass. wr.   wb.

Acep


Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi   wabarakatuh,

Apa yang anda sebutkan itu memang benar dan dibenarkan   langsung oleh
Al-Quran Al-Karim, kitab suci yang kita absolutkan itu. Dalam   banyak
ayatnya, Al-Quran memang membolehkan laki-laki menyetubuhi   budaknya
sendiri. Tetapi bukan budak orang lain.

Hal itu antara lain   terdapat dalam ayat-ayat ini:

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,   kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki; maka   sesungguhnya mereka dalam hal
ini tiada tercela. (QS Al-Mu'minun:   5-6)

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap   perempuan
yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua,   tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,   maka
seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu   adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS An-Nisa: 3)

Dan   wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki   sebagai
ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang   demikian
mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk   berzina.
Maka isteri-isteri yang telah kamu ni'mati di antara mereka,   berikanlah
kepada mereka maharnya, sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah   mengapa
bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya,   sesudah
menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi   Maha
Bijaksana. (QS An-Nisa: 24)

Pembolehan itu kalau kita lihat di   masa sekarang ini, sekilas memang
terasa aneh dan tidak sesuai dengan rasio   kita. Sebab kita hidup di abad
21, di mana perbudakan sudah menjadi barang   yang asing. Kalau sampai
kita membaca ayat Al-Quran yang seolah menerima   konsep perbudakan,
bahkan pemiliknya sampai boleh menyetubuhinya, tentu saja   kita akan
merasa sangat heran.

Namn pahamilah bahwa status budak itu   amat hina. Budak dianggap sebagai
makhluk setengah binatang dan setengah   manusia. Maka tindakan
menyetubuhi budak di masa itu jangan dianggap sebagai   kenikmatan, justru
sebaliknya, masyarakat di masa itu memandangnya sebagai   sebuah tindakan
yang hina dan kurang terhormat. Meski pun dihalalkan oleh   Al-Quran.

Dan ketika Al-Quran menghalalkan laki-laki menyetubuhi   budaknya, hal itu
merupakan dispensasi atau keringanan belaka. Terutama buat   mereka yang
tidak mampu menikahi wanita terhormat dan mulia. Masyarakat   sendiri
tidaklah memandang bahwa menyetubuhi budak itu sebagai sebuah   fasilitas
penyaluran aktifitas seksual yang 'wah' di masa itu. Sebab memang   sudah
menjadi konvensi bahkan sebuah kelaziman.

Berbeda dengan zaman   sekarang, kalau kita mendengar kebolehan
menyetubuhi budak, seolah kita   merasakan kehebohan tersendiri. Padahal
para budak wanita itu bukan sekedar   wanita murahan atau rendahan, bahkan
dianggap sebagai separuh binatang. Anda   bisa bayangkan, mana ada orang
di masa itu mau menyetubuhi makhluk setengah   manusia dan setengah
binatang. Pastilah mereka lebih memilih untuk menikah   dengan para wanita
mulia, ketimbang menggauli budak. Kalau sampai ada yang   menyetubuhinya,
mereka pun merasa kurang terhormat.

Mari kita   renungkan kembali keadaan sosiol kemasyarakatan di masa itu,
yakni abad   ketujuh masehi, tentu pandangan kita akan berbeda jauh.

Ketahuilah bahwa   perbudakan itu sendiri bukan produk agama Islam.
Perbudakan itu sudah ada   jauh sebelum Al-Quran ini diturunkan. Di zaman
Romawi dan Yunani Kuno, Persia   kuno, China dan hampir seluruh peradaban
manusia di masa lalu telah dikenal   perbudakan. Dan semua itu terjadi
berabad-abad sebelum Islam   datang.

Sedangkan negeri Arab termasuk negeri yang belakangan   mengenal
perbudakan, sebagaimana belakangan pula dalam mengenal kebejadan   moral.
Minuman keras, pemerkosaan, makan uang riba, menyembah berhala,   poligami
tak terbatas dan budaya-budaya kotor lainnya bukan berasal dari   negeri
Arab, tetapi justru dari peradaban-peradaban besar manusia.

Ini   penting kita pahami terlebih dahulu sebelum memvonis ajaran Islam.
Negeri   Arab adalah peradaban yang terakhir mengenal budaya-budaya kotor
itu dari   hasil persinggungan mereka dengan dunia luar. Karena orang
Makkah itu biasa   melakukan perjalanan dagang ke berbagai negeri. Justru
dari   peradaban-peradaban 'maju' lainnya itulah Arab mengenal
kejahiliyahan. Perlu   anda ketahui bahwa berhala-berhala yang ada di
depan ka'bah yang berjumlah   360 itu adalah produk impor. Yang terbesar
di antaranya adalah Hubal yang   asli produk impor dari negeri Yaman.

Saat itu dunia mengenal perbudakan   dan belaku secara international.
Yaitu tiap budak ada tarif dan harganya. Dan   ini sangat berpengaruh pada
mekanisme pasar dunia saat itu. Bisa dikatakan   bahwa budak adalah salah
satu komoditi suatu negara. Dia bisa   diperjual-belikan dan dimiliki
sebagai investasi layaknya ternak.

Dan   hukum international saat itu membenarkan menyetubuhi budak milik
sendiri.   Bahkan semua tawanan perang secara otomatis menjadi budak pihak
yang menang   meski budak itu adalah keluarga kerajaan dan puteri-puteri
pembesar. Ini   semua terjadi bukan di Arab, tapi di peradaban-peradaban
besar dunia saat   itu. Arab hanya mendapat imbasnya saja.

Dalam kondisi dunia yang centang   perenang itulah Islam diturunkan. Bukan
hanya untuk dunia Arab, karena   kejahiliyahan bukan milik bangsa Arab
sendiri, justru ada di berbagai   peradaban manusia saat itu.

Maka wajar bila Al-Quran banyak menyebutkan   fenomena yang ada pada masa
itu termasuk perbudakan. Bukan berarti Al-Quran   mengakui perbudakan,
tetapi merupakan petunjuk untuk melakukan kebijakan di   tengah sistem
kehidupan yang masih mengakui perbudakan saat itu.

Dan   ingat, tidak ada jaminan bahwa fenomena perbudakan itu telah hilang
untuk   selamanya. Karena kejahiliyahan itu selalu berulang. Tidak ada
jaminan bahwa   kebobrokan umat terdahulu yang telah Allah hancurkan, di
masa mendatang tidak   kembali melakukannya. Termasuk perbudakan.

Kebetulan saja kita hari ini   hidup di masa di mana perbudakan
kelihatannya sudah tidak ada lagi. Tapi   ingat, perbudakan baru saja
berlalu beberapa ratus tahun yang lalu di Barat   yang katanya modern.
Jadi tidak ada ayat Al-Quran yang habis masa   berlakunya.

Di sisi lain, perhatikan Al-Quran dan Sunnah, hampir semua   hukum yang
berkaitan dengan perbudakan itu berintikan pembebasan mereka.   Semua
pintu yang mengarah kepada terbukanya pintu pembebasan budak   terbuka
lebar. Dan sebaliknya, semua pintu menuju kepada perbudakannya   tertutup
rapat. Dengan demikian, secara sistematis, jumlah budak akan   habis
sesuai perjalanan waktu.

Sementara itu, perbudakan tidaklah   semata-mata penindasan, tapi
pahamilah bahwa di masa itu perbudakan adalah   komoditi. Harga budak itu
cukup mahal. Seseorang dalam sekejap akan jatuh   miskin bila secara
tiba-tiba perbudakan dihapuskan oleh Islam. Seorang tuan   yang memiliki
100 budak, akan menjadi fakir miskin bila pada suatu hari   perbudakan
dihapuskan. Padahal dia mendapatkan budak itu dari membeli   dan
mengeluarkan uang yang cukup besar serta menabung bertahun-tahun.   Bila
hal itu terjadi, di mana sisi keadilan bagi orang yang memiliki   budak,
sedangkan dia ditakdirkan hidup di zaman di mana perbudakan terjadi   dan
menjadi komoditi.

Karena itu Islam tidak secara tiba-tiba   menghapuskan perbudakan dalam
satu hari. Islam melakukannya dengan proses   kultural dan 'smooth'.
Banyak sekali hukuman dan kaffarah yang bentuknya   membebaskan budak.
Bahkan dalam syariah dikenal kredit pembebasan budak.   Seorang budak
boleh mencicil sejumlah uang untuk menebus dirinya sendiri yang   tidak
boleh dihalangi oleh tuannya.

Dengan cara yang sistematis dan   proses yang alami, perbudakan hilang
dari dunia Islam jauh beberapa ratus   tahun sebelum orang barat
meninggalkan perbudakan.

Kalau hari ini ada   orang yang bilang Al-quran mengakui perbudakan, maka
dia perlu belajar   sejarah lebih dalam sebelum bicara. Pendapatnya itu
hanya akan meperkenalkan   kepada dunia tentang keterbatasan ilmunya dan
pada gilirannya akan menjadi   bahan tertawaan saja.

Dengan sudah berakhirnya era perbudakan manusia   oleh sebab turunnya
agama Islam, maka otomatis urusan kebolehan menyetubuhi   budak pun tidak
perlu dibicarakan lagi. Sebab perbudakannya sendiri sudah   dileyapkan
oleh syariah.

Mungkin ada yang bertanya, kalau perbudakan   sudah lenyap, mengapa
Al-Quran masih saja bicara tentang   perbudakan?

Untuk menjawab itu kita perlu melihat lebih luas. Marilah   kita membuat
pengandaian sederhana. Seandainya suatu ketika nanti entah   kapan,
terjadi perang dunia yang melumat semua kehidupan dunia. Lalu   pasca
perangitu peradaban umat manusia hancur lebur, mungkin juga   peradaban
manusia kembali lagi menjadi peradaban purba, lantas umat manusia   yang
jahiliyah kembali jatuh ke jurang perbudakan manusia, maka agama   Islam
masih punya hukum-hukum suci yang mengatur masalah   perbudakan.

Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum warahmatllahi   wabarakatuh,

Ahmad Sarwat,   Lc.

*************************************
 

  
      
                    
                  


      
                                    

 
---------------------------------
Want to start your own business? Learn how on Yahoo! Small Business.

Kirim email ke