Maaf, saya forwardkan kumpulan dua tulisan tentang peristiwa di jalan
mahoni, versi tetangga yang membantah tulisan yang berkaitan di media
nasional. Supaya rekan semua punya another view sebuah peristiwa,

Kalau keberatan membaca saya mohon maaf, dan monggo di delete...

=====

Subject: Membantah tulisan Abdul Moqsith Ghazali di Koran Tempo


Saya kirimkan tulisan dari rekan kami Geys Chalifa, yang berdomisili di Jl.
Mahoni, Senin, dan tahu
persis kasus Lia Aminuddin itu.

Geys menulis ini karena merasa miris dengan tulisan saudara Abdul Moqsith
Ghazali di Koran Tempo, yang
penuh PLINTIRAN. Termasuk mengkait-kaitkan dengan Fatwa MUI (he.. he.. ulama
koq dilarang membuat
fatwa..).

Mansyur Alkatiri

==========================

Dari Geys Chalifa:
(Ketua Majelis Pemuda PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah)

Saya mengomentari tulisan Moqsith Ghazali aktifis JIL dikoran Tempo hari
kemarin, dan komentar itu
sebelumnya saya kirim kemilis Kahmi.

Asww Daeng Ichan, terimakasih banyak udah mengirim artikelnya Moqshit yg ia
tulis dikoran tempo. saya
membaca artikel itu dan ingin sedikit memberi penjelasan apa dan bagaimana
cerita sebenarnya yg terjadi
dalam kasus Lia Aminudin atau Lia Eden. tidak seperti yang dikatakan Moqsith
itu yg menulis tanpa data
dan cenderung memfitnah MUI, sekaligus saya ingin memberi penjelasan
dari  kesimpulan berbagai kalangan
yang salah kaprah diluar kenyataan yang sebenarnya.

Dalam alinea pertama Moqsith sudah prejudice lebih dulu dengan mengatakan
rumah Lia Aminudin yang berada
di jalan Mahoni nomor 30, dikepung oleh sebagian masyarakat. saya ingin
bertanya pada Moqshit  dari mana
dia dapat kesimpulan semacam itu, apakah dia ada dilokasi atau dia mengambil
kesimpulan sendiri, karena
kami warga dijalan Mahoni tahu persis tidak ada yang namanya pengepungan
tidak ada sikap sikap anarkis
thd  (Tante Lia) kami biasa memanggil beliau dengan sebutan tante Lia, sudah
bertahun tahun kami tinggal
berdampingan tanpa ada rasa saling memusuhi apa lagi melakukan pengepungan,
Keramaian dijalan Mahoni
kami pantau bukan hanya dari hari kehari tapi menit permenit karena diantara
kami sebagai warga baik
islam, kristen, hindu, maupun Budha, akan menjaga lingkungan ini tanpa ada
intervensi dari manapun, baik
FPI maupun FBR atau apapun namanya. dari awal kami akan menyelesaikan
masalah ini dengan sebaik baiknya
penyelesaian.

Dan masalah Lia Aminudin bukanlah akibat dari fatwa MUI, Saya katakan sekali
lagi pada saudara Moqsith
yang SOK PINTAR itu masalah Lia Aminudin BUKANLAH AKIBAT DARI FATWA MUI.
(bila sdr Moqsith mau lebih
jelas, saya bisa ajak dari mulai ketua RW, RT, Kepala Lingkungan, sampai
masyarakat disini utk
memberikan penjelasan pada sdr Moqshith agar tidak semaunya memfitnah
MASYARAKAT yang katanya MENGEPUNG,
juga fitnahnya mengatakan Fatwa  MUI sbg alat penyerbuan.)

Keramaian dijalan Mahoni yg dikatakan Moqsith sbg pengepungan adalah karena
banyaknya wartawan yang
meliput terutama media TV, dari hari kehari bila ada wartawan televisi
datang meliput, maka warga
terutama anak anak dan ibu ibu, mereka keluar rumah menontonnya dan bila
wartawan dari media TV pergi
maka jalan dimahoni kembali lengang, kecuali beberapa personil polisi yang
memang kami minta membantu
menjaga lingkungan, bahkan dihari evakuasi Tante Lia dan pengikutnya,
masyarakat yang paling banyak ada
disana adalah kaum Ibu dan anak anak, dan jumlahnya tidak sampai ribuan
seperti yang dikatakan dalam
sebuah media cetak, jumlah 700 orang pun terlalu banyak, dan berita
penimpukan yang dilansir Pos Kota
adalah tidak benar, penimpukan itu tidak ada sama sekali cuma ada dua orang
anak kecil yang menimpuk
nimpuk mobil polisi yang dilapis kawat.

Oleh karena setiap ada liputan media dan warga selalu mengerubungi, maka
untuk menjaga hal hal yang
tidak dinginkan, kami mengambil kebijakan, wartawan dilarang meliput atau
masuk jalan itu di malam hari,
seorang wartawan dari TV 7 yang ditugaskan meliput malam, hanya bisa
mengambil gambar dari ujung jalan
karena tidak diperbolehkan masuk, namun setelah dia menjelaskan mendapat
tugas utk meliput keadaan
dimalam hari maka saya mengijinkan nya dengan catatan lampu kamera harus
mati.

Tidak ada yang namanya pengepungan yang ada hanya warga menonton pelaksanaan
evakuasi, kalau anda ingin
ngetes, panggil aja satu media tv bawa kekampung anda saya yakin warga akan
ramai ramai keluar rumah
melihat wartawan itu bekerja, paling tidak ada keinginan dari warga untuk
wajahnya disorot kamera. Sama
seperti tuan Moqsith yang selalu ingin tampil mengomentari walaupun gak
ngerti masalah.

Saya bersama RW, RT, Lurah, dan beberapa warga ada disitu memantau entah ada
dimana yang namanya
Moqsith, mungkin dimana jalan Mahoni itu adanya dia tidak tahu tapi menulis
dan berkesimpulan dengan
gagahnya  seenak udel.

Yang kedua dari mana Moqsith menarik kesimpulan kasus ini akibat dari fatwa
MUI, Fatwa MUI dikeluarkan
terhadap kelompok ini tahun 1997, sudah 8 tahun sejak fatwa MUI dikeluarkan
tidak pernah sekalipun warga
disini melakukan provokasi untuk mengusir kegiatan kelompok SALAMULLAH yang
kini berubah menjafdi  GOD`S
KINGDOM (Tahta Suci Kerajaan Tuhan) dan komunitasnya bernama EDEN.

Warga tidak mengusir mereka, juga tidak memusuhinya semua berjalan masing
masing sesuai dengan
keyakinannya, perlu anda ketahui didepan jalan Mahoni ada Masjid bernama
Darussalam dan diujung jalannya
ada Gereja, yang tiap minggu aktif melakukan kebaktian dan tepat didepan
gereja adalah rumah Lia
Aminudin. Ketua RW 08 beragama Islam dan ketua RT 05 beragama Kristen.
dirumah tetangga saya ada
kebaktian, dirumah saya ada pengajian dan tempat parkir kami atur bersama
agar tidak menghalangi jalan,
bahkan halaman rumah saya dan warga lainnya seringkali dipakai parkir untuk
masyarakat yang kegereja.
(kami jauh lebih toleran dari pada tuan Moqsith, kami  jauh lebih menghargai
pluralisme yang digembar
gemborkan itu dari pada pengasongnya yang cuma bicara dan menulis pluralisme
tapi mampu memfitnah
semaunya terhadap orang lain tanpa meneliti lebih dulu.)

Kronoligis kasus Lia Eden.

Keresahan warga terhadap kegiatan kelompok Eden, baru terjadi dua bulan
belakangan ini, berawal dari ibu
ibu pengajian dijalan Mahoni yang merasa resah karena sering didatangi dan
dikirimi borosur oleh
pengikut Lia Aminudin, kadang kadang mengirim kue yg oleh warga umumnya
dibuang, dan terkadang memberi
Obat yang katanya dari Tuhan, sebelumnya Lia Aminudin juga menggali sumur
didalam rumahnya yang katanya
terhubung dengan air Zamzam dan bisa mengobati segala penyakit( kami tahu
persis kualitas air didaerah
sini sangat buruk terasa asin dan mengandung garam dikarenakan abrasi air
laut),  dan dibulan ini juga
Lia Aminudin tanpa Izin Pemda membangun tiang tiang didepan rumahnya
menyerupai Pure, dan menempatkan
kaca patri ditingkat atas rumahnya menghadap kejalan dengan tulisan GOD`S
KINGDOM. Lia juga bersama
kelompoknya berbaju putih putih (pakaian ihrom)  melakukan pawai berjalan
kaki melewati jalan mahoni
lalu melewati jalan Rasamala, dan memutar untuk menghindari daerah itu yang
katanya akan terkena musibah.

Para ibu ibu mulai merasa khawatir karena sebelum sebelumnya kelompok ini,
tidak mencoba mempengaruhi
warga, selama ini tidak ada satupun warga disini yang menjadi pengikutnya
kebanyakan dari mereka datang
dari daerah lain, bahkan anak laki laki  dari tante Lia sendiri tidak
sefaham dengan ibunya, tapi
kelompok itu belakangan ini mulai aktif  mempengaruhi  warga, dan tepat pada
tanggal 10 Desember Metro
TV  menayangkan acara " Unsolved Cases 2005" yang menyoroti kegiatan
keagamaan LIA EDEN. dan tayangan
Metro inilah  Faktor Pemicu sebenarnya bukan fatwa MUI sebagaimana dikatakan
Moqsith.

Beberapa Ibu meminta melalui istri saya untuk saya dan beberapa warga disini
mengambil kebijakkan thd
aktifitas dirumah jalan Mahoni nomor 30, tak lama kemudian beberapa anak
muda bernama Iwan, yeyen dan
lainnya datang kerumah saya membicarakan tayangan Metro TV dan keresahan
Warga thd aktifitas Lia
Aminudin, disamping itu ada keluhan dari para orang tua dari daerah lain
yang anaknya menjadi pengikut
Lia kepada ketua RW disini.

Anak anak muda itu berinisiatif untuk mengumpulkan tanda tangan dari seluruh
warga Mahoni, pengumpulan
tanda tangan ini bukan hanya ditanda tangani oleh kalangan muslim, tapi juga
oleh kalangan yang beragama
Kristen, termasuk ketua RT, sampai  disini saya ingin bertanya kembali pada
saudara Moqsith apa korelasi
Fatwa MUI dengan warga yang beragama Kristen apakah mereka menanda tangani
karena Fatwa MUI..?.

Saya orang terakhir di jalan ini, (rumah saya berjarak 4 rumah dari rumah
Lia Aminudin,) yang menanda
tangani pernyataan warga, Dalam kesepakatan selanjutnya bersama warga kami
tidak meminta Lia untukdiusir
dari rumahnya, warga hanya meminta untuk dia menghentikan aktifitasnya
didaerah ini, yang sudah mulai
meresahkan. dan fatwa MUI tidak dibahas dalam forum itu karena tidak ada
relevansinya, sebahagian besar
warga disini orang chines dan sebahagian dari Menado dan Batak beragama
Kristen, apa relevansinya
membicarakan fatwa MUI dihadapan tetangga kami yang beragama lain itu, namun
mereka sepakat karena
memang mulai meresahkan.

  Pengumpulan tanda tangan ini terdengar oleh warga di RT lain lalu disambut
oleh seluruh warga RW 08
untuk melakukan hal yang sama, dan kami tetap mengatakan bahwa mereka boleh
terlibat melakukan tanda
tangan tapi tidak boleh ada kegiatan apapun dari masyarakat setempat untuk
mendekati rumah nomor 30,
tidak boleh ada tindakan anarkhis, siang malam kami menjaga rumah itu dari
masyarakat sekitar dan
Alhamdulillah tidak ada keanehan apapun, keadaan tetap terkendali dan
berlangsung normal normal saja.
pada saat surat kami sampaikan pada lurah Bungur warga bersepakat  masalah
ini hanya ditangani oleh
Lurah Bungur, Camat Senen, dan Kapolres Jakarta Pusat, warga bersifat hanya
membantu bila diperlukan
disamping menjaga keamanan dari fihak fihak luar yang mungkin akan membuat
keruh keadaan.

Namun entah bagaimana surat warga kepada lurah tercium oleh kalangan Pers
dan mulailah pers membuat
liputan. Setiap media TV datang warga terutama yang berada didalam gang gang
keluar utk melihat, dan
pers mulai mewancarai warga satu persatu, dan warga berkrumun didepan rumah
tante Lia, pada saat pers
pergi wargapun bubar kembali. Semakin hari media semakin aktif  krew TPI
pergi, krew dari SCTV datang
meliput, lalu AN TV, dua media ini selesai maka media lain Metro TV, Lativi,
muncul dan kerumunan pun
makin sering terjadi dan semakin lama berlangsungnya. kerumuman hanyalah
kerumunan dan hanyalah ibu2
bukan presure thd kelompok ini.

warga hanya menonton dan senang ada tetangganya diwawancara dan masuk media
TV, sama seperti orang orang
intelektual yang gak ngerti masalah tapi suka komentarnya dimuat dimedia.

Lalu tiba tiba tanpa koordinasi ada famplet dari pengurus Masjid meranti
yang saya tahu anak anak
mudanya aktif melakukan pengajian (semua anak saya bersekolah disitu SD/SMP
Islam Meranti), dan Masjid
itu letaknya diluar daerah Mahoni, famplet itu berisi undangan tabligh Akbar
berthema JIBRIL PALSU,
Tablig itu akan diadakan pada tanggal 31 Desember Ba,da Magrib, melaui
Hendrik Kepala lingkungan
didaerah ini, saya bersama warga menyatakan kami sangat berkeberatan dengan
rencana Tabligh itu, karena
selesai tabligh massa akan sulit dikendalikan dan terlebih lagi didepan
rumah Lia Aminudin ada Gereja
yang cukup besar siapa bertanggung jawab bila terjadi penyerangan massa.

Berarti menjadi dua tempat yang harus kami jaga satu rumah Lia Aminudin dan
satu lagi Gereja yang
terletak persis didepannya, melalui diskusi  akhirnya disepakati ustadz yg
berbicara hanya bicara
masalah agama tidak boleh ada provokasi, untuk meredam massa saya diminta
untuk berbicara di forum itu
dan disesion terakhir, dan personil polisipun kami minta lebih banyak dari
yang biasanya, Tabligh itu
atas inisiatif masyarakat diluar Mahoni, dan warga sendiri tidak
mememerlukan kegiatan seperti itu dalam
kondisi seperti ini, karena bila itu diperlukan tempatnya bukanlah di
Meranti yang terletak agak jauh
tetapi di Masjid Darussalam yang hanya berjarak puluhan meter dari kediaman
Lia Eden, dan kalaupun kami
mau penceramah yang jauh lebih dikenal seperti Habib Riziek atau fauzhan
Anshori akan sangat mudah kami
hubungi tapi untuk apa, karena bukan itu tujuannya, jadi jauh dari
prasangkanya Moqsith yang menyatakan
krimalisasi komunitas Eden, warga disini memiliki kesadaran penuh dan jauh
dari kriminalitas, tapi cara Moqsith menyimpulkan lah yang bisa dikatakan
kriminalisasi karena sangat
inusuatif dan menjastifikasi situasi sesuai dengan kemauannya bukan pada
fakta yang ada.

Dan saya ingin menunjukkan siapakah yang sebenarnya bersikap kriminal,
dibawah ini adalah cuplikan dari
suratnya Lia Eden.

  .........Demi Tuhan yang maha esa dan takkan mengabaikan aku dan
kerajaan-nya dan yang akan melindungi
komunitas Eden dengan kesaktiannya, akulah Ruhul Kudus yang tersakti dan
akan melibatkan kekuatan
ghaibku untuk menghalangimu. Akulah Jibril yang sejati dan aku akan
menghakimimu sesuai dengan pasal
hukum Allah........

  ....... Jangan kau teruskan niatmu atau aku akan mencabut nyawamu......

Itu adalah bagian dari surat Lia Eden kepada pengurus Masjid Meranti, apa
pendapat anda pak Moqshit pada
orang yang mengancam mencabut nyawa orang lain.

Dalam suratnya yang lain LIA EDEN memberikan lagi selebaran dan menjadi daya
tolak warga mengkristal dan
muncul keinginan untuk tidak hanya menghentikan aktifitasnya tapi juga
meminta kelompok itu tidak ada
lagi didaerah sini. surat itu berjudul. MAKLUMAT RUHUL KUDUS PERIHAL
KERESMIAN KERAJAAN TUHAN.
dibawahnya diberi judul ATAS NAMA ALLAH YANG MAHA MERESTUI KERAJAAN NYA.

isi dari surat itu, tertulis seperti ini ".............untuk menjawab
keyakinan nabi Muhammadlah nabi
terakhir dan tak ada lagi nabi setelahnya, adalah nabi dari kalangan manusia
takkan sanggup memperbaiki
keadaan yang terlalu rumit dan sangat berat didunia. Dan masyarakat didunia
pada saat ini , berbangsa
bangsa dan semuanya telah tinggi peradabannya, ilmu pengetahuan sangat maju,
tekhnologipun sangat
canggih, kebanggaan atas bangsa masing masing dan agama masing masing di
setiap bangsa menjadikan tak
seorang nabi pun sanggup mengatasi segala bentuk kekejaman, kejahatan dan
permusuhan serta peperangan
yang melanda semua bangsa dan negaranya.

Maka akulah Ruhul Kudus yang menjabat sebagai Rasul Allah dan Hakim
Nya................"

Surat ini dikirim keseluruh warga, dan bagaimana sikap warga muslim pada
umumnya didaerah ini yang
sebahagian besar tidak bersekolah tinggi, sebahagian hanya mengenal islam
dari ustadznya, bukan dari
buku buku yang mengajarkan tentang perbedaan dalam islam yang seperti
saudara Moqsith baca, kami bekerja
kami meredamkan, kami melakukan penerangan dan memberi rasa keprihatinan
pada tante lia yang merupakan
tetangga kami puluhan tahun,  dan tuan Moqsith menulis " ini sebentuk tafsir
kriminalisasi yang biasanya
diarahkan buat kelompok yang bukan arus utama dan tidak memiliki power
kekuasaan......."  tafsir
kriminalisasi apa tuan Moqshith....? ada atau tidak fatwa MUI masyarakat
muslim yang terbatas bacaannya
pasti marah menerima maklumat seperti itu, masyarakat muslim teringat
pencabutan nyawa kiayi didaerah
jawa dan kali ini Lia Mengancam akan mencabut nyawa para ustadz, namun
teredam dengan baik, tetap tak
ada tindakan anarkhis, dan saudara Moqsihsit menulis ' Rumah Lia
Aminudin........ DI KEPUNG......." dikepung....? (Jidad  Meledak!!!!!!)

Evakuasi terhadap komunitas Eden terjadi pada hari kamis tanggal 29 Des, jam
5 sore, dua hari sebelum
Tabligh Akbar, setelah surat kontroversial yang dilayangkan oleh Kerajaan
Tuhan itu, evakuasi bukan dari
ancaman warga tapi akibat surat Lia yang dinilai Polisi, Lurah dan Camat
setempat mengkhawatirkan, dan
dapat menimbulkan respon balik bukan dari masyarakat sekitar tapi masyarakat
diluar sini, pada pertemuan
dikantor Walikota. Lurah, Camat dan Walikota sangat berterimakasih pada
warga yang telah bekerja sama
dengan baik tak ada satu tubuh yang berdarah, tak ada kepala yang
bocor.  Cuma menjadi pertanyaan bagi
saya apa maunya seorang intelektual bernama Abdul Moqsith Ghazali menulis
artikel inusuatif seperti itu,
apakah kasus seperti ini dapat dibuat untuk menjual diri pada lembaga lain
whualllah whua,lam....

Sekali lagi terimakasih kepada pak Ichan yang telah memforward artikel dari
Moqsiht yang bulshit itu,
dan saya dapat memberi penjelasan dalam forum kahmi yang mulia ini, semoga
tuan Moqshit dapat membaca
penjelasan ini dan tidak lagi semaunya membuat kesimpulan dan menulisnya di
surat khabar, janganlah
masyarakat yang sudah stress ini diracuni pula dengan fitnah tak bertanggung
jawab apa lagi dari kaum
yang menyatakan diri  pembaharu dan liberal yang relatif intelektual.


===========================

Koran Tempo, Senin 2 Januari 2006

  Kriminalisasi Komunitas Eden

        Oleh Abd  Moqsith Ghazali
         Rabu,  28 Desember 2005, rumah Lia Aminuddin yang beralamat di
Jalan Mahoni 30 Bungur Jakarta
Pusat dikepung oleh sebagian warga masyarakat. Mereka memprotes
penyebaran  ajaran Lia yang oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) telah dinyatakan sebagai  ajaran sesat. Polisi pun
kini telah menetapkan Lia
sebagai tersangka dengan  tuduhan telah melanggar pasal 156a dan 157 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana
tentang  penodaan agama dan penghasutan. Lia diancam dengan hukuman lima
tahun penjara. [Koran Tempo,
30  Desember 2005]. Untung saja, tidak ada tindakan pengrusakan terhadap
rumah Lia  yang sekaligus
sebagai markas Tahta Suci Kerajaan Eden itu. Rumah Lia yang  mendaku sebagai
Jibril Ruhul Kudus tersebut
tetap utuh. Tidak juga ada korban  jiwa. Puji Tuhan, Alhamdulillah.

Ada beberapa hal mendasar yang perlu kita\r\nkemukakan terkait dengan
peristiwa tersebut. Pertama, ini
bukan kali\r\npertama fatwa MUI dijadikan sebagai alat untuk melakukan
penyerbuan
terhadap\r\nkelompok-kelompok yang telah divonis sesat. Sebelumnya kita juga
telah\r\nmenyaksikan
peristiwa penyerangan terhadap markas Ahmadiyah di Parung
yang\r\nmenyebabkan terjadinya derajat
kerusakan yang sangat parah. Di Cianjur Jawa\r\nBarat, pada tanggal 19-20
September 2005, 70 rumah dan
enam mesjid kepunyaan\r\nAhmadiyah rusak berat akibat ulah sebagian massa
yang mengaku sedang
menjalankan\r\nfatwa MUI. Belum lagi penyerbuan terhadap markas Ahmadiyah di
Lombok Timur,\r\nNTB. Dalam
kaitan ini, saya kira para ulama MUI yang terhormat harus
mulai\r\nmerefleksikan kembali atas
fatwa-fatwa yang pernah dikeluarkannya. Para ulama tidak bisa bermain lugu
dengan hanya\r\nmengeluarkan
fatwa begitu saja tanpa mempertimbangkan dampak ikutan dari fatwa\r\nitu.
Fa\'tabiru ya uli al-albab.

Kedua, ini sebentuk kriminalisasi terhadap tafsir\r\nkeagamaan, yang
biasanya diarahkan buat
kelompok-kelompok yang bukan arus utama\r\ndan tidak memiliki power
kekuasaan, seperti Ahmadiyah,
Komunitas Eden,\r\nPondok I\'tikaf Ngaji Lelaku Malang pimpinan Yusman Roy,
dan lain-lain. Sekiranya
ajaran mereka menjadi arus\r\nutama, pastilah mereka tidak akan dianggap
sesat. Malah bisa sebaliknya,
warga NU dan Muhammadiyah,\r\nmisalnya, yang akan tertuduh sebagai
menyebarkan ajaran sesat. Atau jika
saja\r\nbanyak para pejabat di negeri ini mengikuti ajaran-ajaran yang
non-mainstream\r\nitu, bisa
diramalkan mereka tidak akan mengalami nasib seburuk ini. Dahulu,\r\nketika
doktrin Mu\'tazilah menjadi
madzhab dan ideologi rezim penguasa, maka\r\norang sunni lah yang dianggap
menyimpang sehingga perlu
diinterogasi dan diinkuisisi\r\n(mihnah). Mungkin saja, tatkala\r\najaran
Syi\'ah telah menjadi arus
utama di Iran, maka yang dinggap sesat adalah\r\nkelompok-kelompok Islam
di  seberangnya, seperti Sunni,
Wahabi, dan lain-lain.",1]

Ada beberapa hal mendasar yang perlu kita  kemukakan terkait dengan
peristiwa tersebut. Pertama, ini
bukan kali  pertama fatwa MUI dijadikan sebagai alat untuk melakukan
penyerbuan terhadap
kelompok-kelompok yang telah divonis sesat. Sebelumnya kita juga
telah  menyaksikan peristiwa
penyerangan terhadap markas Ahmadiyah di Parung yang  menyebabkan terjadinya
derajat kerusakan yang
sangat parah. Di Cianjur Jawa  Barat, pada tanggal 19-20 September 2005, 70
rumah dan enam mesjid
kepunyaan  Ahmadiyah rusak berat akibat ulah sebagian massa yang mengaku
sedang menjalankan  fatwa MUI.
Belum lagi penyerbuan terhadap markas Ahmadiyah di Lombok Timur,  NTB. Dalam
kaitan ini, saya kira para
ulama MUI yang terhormat harus mulai  merefleksikan kembali atas fatwa-fatwa
yang pernah dikeluarkannya.
Para ulama tidak bisa bermain lugu dengan hanya  mengeluarkan fatwa begitu
saja tanpa mempertimbangkan
dampak ikutan dari fatwa  itu.
Fa'tabiru ya uli al-albab.

Kedua, ini sebentuk kriminalisasi terhadap tafsir  keagamaan, yang biasanya
diarahkan buat
kelompok-kelompok yang bukan arus utama  dan tidak memiliki power kekuasaan,
seperti Ahmadiyah,
Komunitas Eden,  Pondok I'tikaf Ngaji Lelaku Malang pimpinan Yusman Roy, dan
lain-lain. Sekiranya ajaran
mereka menjadi arus  utama, pastilah mereka tidak akan dianggap sesat. Malah
bisa sebaliknya, warga NU
dan Muhammadiyah,  misalnya, yang akan tertuduh sebagai menyebarkan ajaran
sesat. Atau jika saja  banyak
para pejabat di negeri ini mengikuti ajaran-ajaran yang non-mainstream  itu,
bisa diramalkan mereka
tidak akan mengalami nasib seburuk ini. Dahulu,  ketika doktrin Mu'tazilah
menjadi madzhab dan ideologi
rezim penguasa, maka  orang sunni lah yang dianggap menyimpang sehingga
perlu diinterogasi dan
diinkuisisi  (mihnah). Mungkin saja, tatkala  ajaran Syi'ah telah menjadi
arus utama di Iran, maka yang
dinggap sesat adalah  kelompok-kelompok Islam di seberangnya, seperti Sunni,
Wahabi, dan lain-lain.
Menurut saya, penyelesaian pluralitas\r\n(tafsir) agama dengan cara
kriminalisasi seperti pada abad
pertengahan itu\r\nsungguh tidak sehat bagi tata kehidupan yang damai dan
demokratis. Itu
adalah\r\ntermasuk model pemecahan masa lalu yang tidak bisa dipertahankan
hingga\r\nsekarang. Di
dalamnya ada unsur dominasi bahkan hegemoni mayoritas-arus utama\r\nterhadap
yang minoritas-pinggiran.

Ketiga, baik polisi maupun massa yang mengepung rumah Lia Eden itu bisa
diperkarakan sebagai melanggar
hak asasi manusia (HAM). Bahwa, sebagaimana warga negara lain, Lia plus
jemaatnya juga memiliki hak
untuk menjalankan keyakinannya tanpa ada satu pihak pun yang berwenang untuk
menghalang-halangi.
Kebebasan berkeyakinan itu dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 28E
ayat (2) menyebutkan,
"setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali. Ayat (2) pasal 28E menegaskan,
"setiap orang berhak atas
kekebasan meyakini kepercayaan,\r\nmenyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan ahti nuraninya".  Ayat
(3) menyebutkan, "setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat,\r\nberkumpul, dan mengelurkan
pendapat".

Mengacu pada tiga ayat ini, maka Lia memiliki hak penuh untuk
menjalankan\r\nagamanya secara bebas.
Negara\r\nhanya boleh mengintervensi jika di dalamnya terdapat unsur
kekerasan dan\r\npenindasan satu di
atas yang lain. Dan pada hemat saya, apa yang dilakukan oleh\r\nLia bukanlah
tindakan teror yang
menyebabkan terbunuhnya sekian banyak manusia\r\nyang tak berdosa seperti
yang dilakukan oleh kelompok
(Alm.) DR Azahari dan\r\nNoordin M Top. Lia pun tidak melakukan jalan
kekerasan dan intimidasi di
dalam\r\nmendakwahkan dan mensosialisasikan ajarannya. Sejauh Lia tidak
mengajarkan bom\r\nbunuh diri
dan jalan kekerasan lain, maka ia tetap absah untuk tumbuh di negara
Indonesia yang berdasarkan
Pancasila ini. ",1]  );    //-->  Menurut saya, penyelesaian
pluralitas  (tafsir) agama dengan cara
kriminalisasi seperti pada abad pertengahan itu  sungguh tidak sehat bagi
tata kehidupan yang damai dan
demokratis. Itu adalah  termasuk model pemecahan masa lalu yang tidak bisa
dipertahankan hingga  sekarang. Di dalamnya ada unsur dominasi bahkan
hegemoni mayoritas-arus utama
terhadap yang minoritas-pinggiran.
        Ketiga, baik polisi maupun massa yang mengepung rumah Lia Eden itu
bisa  diperkarakan sebagai
pelanggar hak asasi manusia (HAM). Bahwa, sebagaimana  warga negara lain,
Lia plus jemaatnya juga
memiliki hak untuk  menjalankan keyakinannya tanpa ada satu pihak pun yang
berwenang untuk
menghalang-halangi. Kebebasan berkeyakinan itu dijamin oleh Undang-Undang
Dasar  1945. Pasal 28E ayat
(2) menyebutkan, "setiap  orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat  tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Ayat (2)  pasal 28E menegaskan,
"setiap orang berhak atas
kekebasan meyakini kepercayaan,  menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan
ahti nuraninya".  Ayat (3)
menyebutkan, "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,  berkumpul, dan
mengelurkan pendapat".
        Mengacu pada tiga ayat ini, maka Lia memiliki hak penuh untuk
menjalankan  agamanya secara
bebas. Negara  hanya boleh mengintervensi jika di dalamnya terdapat unsur
kekerasan dan  penindasan satu
di atas yang lain. Dan pada hemat saya, apa yang dilakukan oleh  Lia
bukanlah tindakan teror yang
menyebabkan terbunuhnya sekian banyak manusia  yang tak berdosa seperti yang
dilakukan oleh kelompok
(Alm.) DR Azahari dan  Noordin M Top. Lia pun tidak melakukan jalan
kekerasan dan intimidasi di dalam
mendakwahkan dan mensosialisasikan ajarannya. Sejauh Lia tidak mengajarkan
bom  bunuh diri dan jalan
kekerasan lain, maka ia tetap absah untuk tumbuh di negara  Indonesia  yang
berdasarkan Pancasila ini.

Saya secara pribadi tidak sepenuhnya setuju terhadap ajaran Lia Eden. Tapi,
itu tidak berarti saya boleh
merampas hak Lia untuk menjalankan keyakinannya. Saya kira, penyelesaian
atas perkara ini bisa
diserahkan kepada jemaat Lia sendiri. Biarlah mereka yang\r\nmemberikan
penilaian. Jika ia mengandung
kesesatan yang nyata, maka\r\ndalam waktu\r\nyang tidak terlalu lama pasti
akan ditinggalkan
pengikutnya. Belakangan\r\nsaya mulai mengendus satu gejala, sejumlah
ordo-ordo spiritual yang\r\nmulai
ditinggalkan\r\noleh jemaatnya karena di dalamnya ada aktivitas di luar
nalar sehat\r\nbahkan ada
aroma\r\nyang tidak sedap; mulai dari soal skandal dan pelecehan seksual
hingga\r\npada\r\nmasalah
pengerukan harta jemaat demi kekayaan sang pimpinan. Tanpa\r\nperlu
ada\r\nfatwa dari MUI, mereka
biasanya bubar sendiri, sekurangnya akan sepi\r\npengunjung.

Sebaliknya, kalau ajaran Lia Eden tersebut mengandung kebenaran, maka
pastilah ia akan bertahan lama
bahkan cenderung akan semakin membesar. Allah SWT berfirman di dalam
Alquran, Fa amma nal-zabadu fa
yadzhabu jufa`an wa amma ma yanfau'u al-nas fayamkutsu fiy al-ardh. Bahwa
buih yang tak berguna akan
hilang ditelan zaman, sementara sesuatu yang bermanfaat akan berjalan terus.
Saya belum tahu, apakah
Komunitas Eden itu buih yang sebentar lagi akan hilang atau justeru sesuatu
yang bermanfaat sehingga
akan berumur sangat panjang.


[Non-text portions of this message have been removed]





______________________________________________________________________
http://www.numesir.org untuk informasi tentang Cabang Istimewa NU Mesir dan 
KMNU2000, atau info-info seputar Cairo dan Timur Tengah.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kami berharap Anda selalu bersama kami, tapi jika karena suatu hal Anda harus 
meninggalkan forum ini silakan kirim email ke: 
[EMAIL PROTECTED] 
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/kmnu2000/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke