http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=70314

PEREMPUAN

01 Juli 2009
GENDERANG GENDER
Diskriminasi Isu Seksi dan Isu Marjinal

    * Oleh Ari Kristianawati


MENYIMAK secara teliti materi debat capres-cawapres yang berelasi
dengan sedikit isu perempuan, tidak akan ditemukan sebuah gagasan
progresif sebagai resolusi (isu) kebijakan tata kelola pemerintahan
yang progender. Debat capres-cawapres yang ditayangkan media televisi
yang interkoneksi, menampilkan gagasan normatif dari para calon
pemimpin tentang pemecahan masalah perempuan.

Dalam masalah penyelesaian kasus kekerasan yang kerap dialami buruh
migran perempuan (TKW) di luar negeri, misalnya, jawaban seragam para
calon pemimpin adalah kebijakan renegoisasi MoU antara Pemerintah RI
dan pemerintah negara tujuan buruh migran.

Bahkan para capres mengatakan, para TKW perlu dilengkapi keahlian
profesi, sehingga tidak hanya menjadi —maaf— ”babu” atau pembantu
rumah tangga. Ada juga gagasan untuk menghentikan sementara pengiriman
TKW ke luar negeri.

Sama sekali tak ada gagasan atau rekonsepsi program mengenai
intervensi draft konvensi perlindungan hak asasi perempuan dalam MoU
baru antara Pemerintah RI dan pemerintah negara lain yang kultur
masyarakatnya sangat patriarkhis. Tak ada klausul gagasan untuk
melakukan upaya advokasi dan monitoring implementasi hak asasi
perempuan di negara lain melalui jalur diplomasi.


Warisan Sosial

Memang, isu (kasus) perempuan buruh migran bukanlah isu ”seksi”, yang
bagi para kandidat capres dianggap biang permasalahan sosial-ekonomi
yang sulit dipecahkan atau diatasi oleh kebijakan struktural. Berbeda
dengan isu seksi lainnya, semisal kasus KDRT Manohara, yang cepat
direspons menjadi kebijakan empati yang tidak usah memerlukan langkah
kebijakan struktural.

Isu seksi tentang perempuan adalah isu warisan situasi sosial
antikediktatoran menjelang gelombang demokrasi tahun 1990-an. Isu
seksi perempuan yang lebih memiliki nilai commercial news dan menjadi
buliran kajian ilmiah, umumnya merupakan komponen program kesetaraan
gender yang berada di ruang hak sipil-politik (women’s civil rights).

Misalnya isu keterwakilan perempuan di parlemen, isu anti-KDRT, isu
persamaan hak politik, dan sebagainya. Isu perempuan seperti ini
disokong oleh dana besar dari liga atau korporasi gerakan liberalisasi
politik global.
Sebaliknya, isu marjinal perempuan yang lebih berwatak kepada hak
sosial-ekonomi-budaya (ecosoc rights) dipandang tidak memberikan nilai
commercial news. Kasusnya dianggap umum, karena korban sosialnya pada
umumnya bersifat kolektif.

Isu kekerasan terhadap perempuan buruh migran atau TKW tidak akan
bermutasi menjadi isu seksi yang menimbulkan empati luas dari
masyarakat, apabila tidak dijadikan agenda setting media. Dan tidak
ada korban yang ”mati” atau menderita yang kasat mata.

Banyak isu marjinal perempuan yang dialpakan para calon pemimpin atau
pengambil kebijakan negara, seperti upah buruh perempuan yang rendah,
isu diskriminasi perempuan di bidang ekonomi, dan isu kekerasan
terhadap perempuan pekerja informal. Isu marjinal ini tidak menarik,
bahkan apabila diresponsi akan menjadi problem baru yang menyusahkan
kemapanan mereka saat memegang otoritas kebijakan.


Beberapa Sebab

Isu marjinal perempuan mengalami pola diskriminasi dibandingkan dengan
isu seksi perempuan seperti kasus Manohara, kasus Cici Paramida, dan
sebagainya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, isu marjinal tak akan mendongkrak dimensi popularitas para
calon pemimpin atau tokoh pengambil kebijakan publik daripada isu
seksi perempuan, yang hanya butuh pernyataan empati tanpa tindak
lanjut serius. Isu marjinal akan menyulitkan sikap pemimpin, karena
harus dibarengi dengan tindakan yang empati dan memiliki nuansa
kebertanggungjawaban institusional.

Kedua, masih banyak media yang tidak menjadikan isu marjinal perempuan
sebagai cermin keberpihakan gender. Lebih menarik jika mengambil angle
isu seksi perempuan, karena mendorong hasrat keingintahuan konsumen
berita dan pemburu informasi yang rekreatif.

Ketiga, isu marjinal perempuan tidak menempatkan victim (korban)
sebagai bagian dari momen selebritas-popularitas. Korban dalam
berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan justru merupakan objek
pewacanaan yang sekadar membangkitkan empati dan sulit dicari resolusi
sosialnya.

Isu seksi perempuan saat ini memang mendominasi ruang pewacanaan
publik dan menjadi acuan bagi perumusan kebijakan tata kelola
pemerintahan, karena tidak membongkar basis struktural sebagai pangkal
persoalan ketidakadilan perempuan dalam hak sosial-ekonomi-budaya.

Padahal jika serius diperjuangkan para calon pemimpin, isu marjinal
perempuan bisa menjadi alat uji kapabilitasnya dalam mendukung arus
perubahan sosial yang menguntungkan bagi upaya pemenuhan hak asasi
perempuan. (32)

—Ari Kristianawati, guru SMA Negeri 1 Sragen.


------------------------------------

==========================================

MILIS MAJELIS MUDA MUSLIM BANDUNG (M3B)
Milis tempat cerita, curhat atau ngegosip mengenai masalah anak muda dan Islam.

Sekretariat : 
Jl Hegarmanah no 10 Bandung 40141
Telp : (022)2036730, 2032494 Fax : (022) 2034294

Kirim posting mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Berhenti: mailto:majelismuda-unsubscr...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/majelismuda/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/majelismuda/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:majelismuda-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:majelismuda-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    majelismuda-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke