http://www.republika.co.id/berita/100556/gereja_di_malaysia_diserang_bom_molotov

Kontroversi Penggunaan Kata "Allah"
Teror Gereja Malaysia Terkait Kontroversi Penggunaan Kata 'Allah'

Minggu, 10 Januari 2010, 11:45 WIB

GUARDIAN.CO.UKMuslim Malaysia protes penggunaan kata Allah oleh umat
Katholik yang telah memakai kata itu dalam surat kabar utama mereka
berbahasa Melayu, the Herarld.

KUALA LUMPUR--Tiga Gereja di Malaysia diserang dengan bom api, hingga
menyebabkan kerusakan parah pada salah satunya. Serangan itu terjadi
di saat Muslim, pada akhir pekan ini, menuntut pencegahan penggunaan
kata "Allah" oleh pemeluk Kristiani, menyebabkan ketegangan antar-umar
bergama meningkat di negara tersebut.

Banyak Muslim Malaysia, dengan jumlah 60% dari total populasi, gusar
atas putusan pengadilan tinggi yang membatalkan pelarangan pada
Katholik Roma untuk menggunakan kata "Allah" sebaga kata terjemahan
untuk Tuhan. Penganut Katholik telah memakai kata itu dalam bahasa
surat kabar utama mereka berbahasa Melayu, the Herarld.

Pemerintah telah mengatakan telah menyatakan bahwa Allah, sebuah kata
dalam Arab yang digunakan lebih dulu oleh Islam, eksklusif untuk
keyakinan tersebut. Mereka menolak perkecualian, meski edisi the
Herald itu hanya dibaca oleh kaum Katholik pribumi di pedalaman Sabah
dan Sarawak.

Usai Salat Jumat pekan ini, jamaah muda di dua masjid utama pusat kota
Kuala Lumpur, membawa spanduk dan poster dan menyerukan membela Islam.
"Kita tidak akan mengijinkan kata Allah masuk dalam gereja-gereja
anda," teriak seorang jamaah dengan pengeras suara di masjid Kampung
Bahru.

Sekitar 50 orang membawa poster berbunyi  "Selip keyakinan datang dari
kata-kata yang salah digunakan" dan "Allah hanyak untuk kami".

"Islam di atas segalanya. Setiap warga negara harus menghormati itu,"
ujar Ahmad Johari, salah satu jamaah Salat Jumat di Masjid Nasional.

"Saya berharap pengadilan akan memahami perasaan mayoritas Muslim
Malaysia.  Kita berjuang sampai mati dalam hal ini," imbuhnya.
Demonstrasi dilakukan di dalam masjid menyusul larangan polisi untuk
melakukan aksi di jalanan. Partisipan pada akhirnya pun membubarkan
diri secara damai.

Kontroversi penggunaan kata "Allah" berpotensi memicu keretakan dalam
kehidupan bernegara Malaysia yang selama ini dianggap harmonis.
Perdana menteri Malaysia, Najib Razak, mengecam serangan terhadap
gereja pada saat fajar oleh sekelompok orang tak dikenal. Ia
menyatakan pemerintah akan mengambil langkah apa pun untuk mencegah
kejadian semacam terulang.

Menteri dalam negeri Malaysia, Hishamudin Hussein, mengatakan pemimpin
negara sangat prihatin dengan situasi tersebut. "Kita tak ingin itu
berkembang menjadi hal lain..Saya tak hanya menjamin keamanan
minoritas, melainkan menjamin bahwa semua warga Malaysia--yakni semua
yang berada di dalam Malaysia--akan hidup aman," tegasnya.

Dalam serangan pertama, lantai dasar untuk ruang kantor Gereja Metro
Tabernacle berlantai tiga dirusak dengan percikan api akibat bom
molotov yang dilempar penyerang bersepeda motor di tengah malam,
demikian menurut polisi. Tak ada kerusakan di area ibadah di lantai
dua dan tak ada korban dalam insiden.

Dua gereja diserang beberapa jam berselang, menghasilkan satu
kerusakan kecil, sementara satu lagi dilaporkan tak ada kerusakan.
Pertikaian bermuka dari kebiasaan warga suku Sabah dan Sarawak, yang
hanya bisa berbasa Melayu di mana mereka menyebut Allah, dalam bahasa
Arab unuk mengacu Tuhan mereka. Namun kata Allah, sebenarnya tak hanya
digunakan oleh Muslim, namun juga Kristiani di negara bermayoritas
Muslim lain, seperti Mesir, Syria, dan Indonesia.

Ketika beberapa negara tak mempermasalahkan hal itu, banyak Muslim
Malaysia justru menyatakan, kata itu bila digunakan pemeluk non-Islam
dapat membuat selip pemahaman orang-orang dan menggoda mereka beralih
ke Kristiani. Sejak keputusan pengadilan dijatuhkan, ancaman terhadap
Kristiani mulai banyak beterbaran di internet. Sementara ,pembatalan
pelarangan oleh pengadilan, merupakan keberpihakan bagi kaum minoritas
yang kerap menghadapi diskriminasi sistematis di Malaysia.


Red:
Ajeng
Sumber Berita:
Guardian

Kirim email ke