Indonesia emang payah, tapi tidak pernah mengakui ke-payah-annya.
  Merefer ke UUD 45.
  Negara menjamin hak asasi setiap warganya.
  Negara menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan.
  Negara mengakui 5 agama .
   
  seharusnya kalau merefer ke hak asasi, memeluk keyakinan juga tetap boleh.
  Tapi bolehkah memeluk keyakinan komunis?
  Kalau menjamin hak asasi manusia dan menjamin keyakinan seharusnya boleh donk!
  Apakah benar komunis jelek..? Tentunya dari sisi yang tidak setuju adalah 
jelek..!
  Apakah karena pernah melakukan makar..? Toh ada aliran agama yang melakukan
  makar juga tapi tidak di anggap jelek ( DI / TII ). Yang dipersalahkan adalah 
pemimpinnya bukan aliran agamanya..?
  Tapi komunis, alirannya dan orangnya dipersalahkan.....!!!???
   
  Jadi disatu sisi, ibarat dilepaskan kepalanya, dipegang ekornya..!
   Bagaimana dengan ahmadiyah...?
  Bagaimana dengan Al Arqom, walaupun setelah di Indonesia berubah nama.
  Bagaimana dengan aminuddin, dituduh meresahkan atau dituduh menyesatkan...?
   
  padahal penyesatan tidak hanya di bidang agama saja,....( itu kalau mau fair 
play )
  Di jalan jalan di Jakarta banyak rambu rambu lalulintas yang berkesan 
menyesatkan dan menjebak!
  Penyesatan UUD45 oleh Dewan juga terjadi.
  Lihat saja kenapa Gus Dur bisa menjadi presiden..?
  Apakah ada yang protes...? padahal secara UUD45 jelas tertulis, presiden 
harus sehat jiwa dan raga........?
  Jiwa Gusdur ..? Sehat !
  Raga Gusdur..? (jawab sendiri!)
  Ada yang demo...???
   
  Pada waktu akhir th 97 , awal 98 banyak orang menyumbang uang dan emas 
perhiasan utk mendongkrak keruntuhan ekonomi Indonesia.......
  Sudah adakah laporannya........?
  Dapat berapa....? Untuk apa......? Dimana dan diapakan...??
   
  Jalan pantura yang tiap tahun hancur ,.....kenapa..? apa kita kurang orang 
yang pandai
  membuat jalan yang awet ?
  Tol Cipularang,....belum setahun sudah ambrol...?
  Jembatan suromadu, masih dibangun saja sudah ambrol karena system pondasi..?
   
  Sejauh apa kemajuan system per-kereta-api-an ? Padahal kita hanya mewarisi 
tapi
  tidak bisa merawat atau malah membuat maju.
  Sudah berapa kota yang dijamah oleh rel kereta api ? Dari sebelum merdeka 
sampai
  merdeka, bertambahkah kota yang dijamah oleh kereta api kita...?
   
  Berapa bendungan yang dibuat oleh bangsa indonesia setelah merdeka...?
  Bendungan untuk irigasi maupun untuk pembangkit listrik sudah tambah 
berapa...?
   
  Seakan bias masalah kebebasan beragama berkembang menjadi ke payah-an bangsa 
ini dalam mengelola negara.
   
  Tapi itulah cermin bangsa ini, boro boro ngurusi yang berkaitan dengan hak 
azasi manusia, yang pasti susah membuat undang undangnya, 
  Mengatur yang lebih teknis dan eksak saja sudah amburadul...!
  
Kita harus sadar terlebih dahulu bahwa kita hanya berderap ditempat malah 
beberapa sisi melangkah mundur.........!!
  Setelah kita sadar, baru kita bisa bangkit........!
   
  Kalau sadar saja kagak pernah, malah semakin "koma", kalau tidak cepat - cepat
  malah menjadi "titik" alias modaaar....!!!
  
Rudy Prabowo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  

Hudoyo Hupudio <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   To: [EMAIL PROTECTED],[EMAIL 
PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED],[EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED],[EMAIL PROTECTED],[EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED]
From: Hudoyo Hupudio <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Thu, 23 Mar 2006 17:57:49 +0700
Subject: [MUBI] Perlindungan Kebebasan Beragama yang Kian Payah - 11 Maret 2006

Dari: newsgroup soc.culture.indonesia

Laporan Diskusi Maret: Perlindungan Kebebasan Beragama yang Kian Payah - 11 
Maret 2006 
  
From: bambu - view profile
Date: Wed, Mar 22 2006 12:40 pm 
Email: "bambu" <bamboofl [EMAIL PROTECTED]>
Groups: soc.culture.indonesia
  
r [EMAIL PROTECTED], 21 Mar 2006 

Perlindungan Kebebasan Beragama yang Kian Payah - 11 Maret 2006 

   Pasal 29 ayat 2 UUD'45 melindungi kebebasan setiap WNI untuk beribadah 
menurut keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Tapi ironisnya kebebasan 
beragama di Indonesia mengalami masa-masa yang sangat suram. Pemerintah melalui 
perangkat hukum, lebih mengontrol kebebasan beragama ketimbang melindungnya. 
Demikian pula lembaga- lembaga keagamaan 'resmi' cenderung memaksakan 
pengertian mereka masing-masing pada masyarakat daripada mengayomi kehidupan 
beragama di Indonesia.

Karena itu, National Integration Movement (NIM) pada hari Sabtu, 11 Maret 2006, 
mengadakan diskusi bulanan kebangsaan bertema : "Perlindungan Kebebasan 
Beragama yang Kian Payah" dengan menghadirkan Prof. Dr. Dawam Rahardjo - 
president The International Institute of Islamic Thoughts dan Mona Darwich - 
seorang Pemerhati Budaya dan Integrasi dari Libanon. Diskusi kali ini 
menempatkan Ahmad Yulden Erwin, seorang penulis buku dan aktivis LSM Anti 
Korupsi, pada   kursi moderator.

Prof. Dawam Rahardjo memulai pembicaraan dengan mengungkapkan paradoks-paradoks 
yang terjadi dalam kehidupan beragama di Indonesia. Salah satunya adalah 
hubungan kekerasan dengan agama. Agama yang semestinya identik dengan kesejukan 
dan kelembutan telah berubah menjadi alasan bagi melakukan kekerasan terhadap 
sesama di Indonesia. Beliau menyoroti kekerasan yang terjadi pada tempat-tempat 
hiburan, rumah ibadah agama lain, komunitas "Lia" Eden dan kelompok Ahmadiyah, 
yang sebagian besar justru terjadi setelah Sholat Jumat ataupun Tablig Akbar. 
Ini terjadi karena khotbah-khotbah pada acara-acara tsb justru dipenuhi oleh 
khotbah-khotbah penuh kebencian. Apakah ini yang disebut beragama ?

"Bila kita berlebih-lebihan dalam beragama, maka kita akan kehilangan 
keseimbangan yang berakibat gelisahnya jiwa melihat realitas yang ada di 
sekitar kita. Kita akan melihat segala sesuatu adalah dosa dan kesalahan dalam 
diri maupun sekitar kita. Ini memicu kemarahan kita, yang pada akhirnya 
kekerasan pada segala sesuatu yang kita anggap dosa ataupun kesalahan" tutur 
beliau secara singkat dalam menjelaskan hubungan antara agama dengan kekerasan.

Masalah utama mengenai kebebasan beragama di Indonesia, menurut Prof. Dawam 
adalah (1) Tidak adanya pengertian yang benar tentang Agama, terutama oleh 
pemerintah. Agama didefinisikan sebagai suatu doktrin yang percaya pada Tuhan 
yang berpribadi, Nabi, Kitab Suci, dsb. Definisi ini jelas merupakan definisi 
yang diambil dari kacamata/ pandangan orang beragama Islam (atau Kristen-ed). 
Jadi apakah adil bila definisi ini diterapkan juga pada agama-agama lain 
seperti Buddha dan Konghucu?  Buddha dan Konghucu tidak mengenal Tuhan yang 
personal, tapi mereka mengenal konsep KeTuhanan. Apakah karena hal ini, Buddha 
dan Konghucu tidak dapat disebut agama ? Sila  pertama Pancasila sendiri jelas 
mengakomodasi: KeTuhanan Yang Maha Esa, bukan Percaya pada Tuhan Yang 
Berpribadi atau Personal.

John Hick mendefinisikan agama sebagai faith atau kumpulan- kumpulan tradisi. 
Agama Islam misalnya banyak dipengaruhi tradisi- tradisi budaya Arab. Jadi 
sangatlah wajar bila Agama Islam di Indonesia, misalnya beralkulturasi dengan 
tradisi budaya Jawa, Sunda, Bugis, dsb. Ketika Muhammadiyah (Prof. Dawam pernah 
menjabat sebagai salah satu ketua dalam organisasi ini-ed) ingin melakukan 
purifikasi (kemurnian) ajaran Islam dari tradisi budaya (lokal) yang melekat 
pada agama ini, maka beliau juga mengingatkan Muhammadiyah untuk membersihkan 
ajaran Islam dari tradisi budaya Arab. Alasan Purifikasi ajaran Islam itu 
sebenarnya upaya mempromosi ajaran Islam beraliran Arab Wahabi (Arab Saudi) 
saja dan merepresi ajaran Islam beraliran lain.

Menurut beliau, RUU APP juga merupakan suatu bentuk represi dan itu adalah 
kesalahan RUU ini. Seks dianggap dosa, padahal Seks adalah sumber dari 
kehidupan dan kreativitas. Menurut (Sigmud) Freud, bila Seks direpresi maka 
akan menjadi penyakit. Tapi bila id (istilah Naluri dalam bahasa psikologi-ed) 
mengalami sublimasi sekaligus tanpa terkendali maka manusia pun bisa menjadi 
gila atau bersifat agresif. Makanya id ini harus 'disirami' dengan 
Eros/Cinta/Al-Rahman. Jika tidak, akan ter-represif. Tapi dalam jiwa manusia, 
terdapat Ego atau Pusat Rasionalitas yang selalu melihat di tataran realitas, 
berfungsi untuk mengimbangi id tersebut. Masalahnya percaya-kah  kita dengan 
rasionalitas manusia, dengan kemampuan manusia sendiri untuk mengontrol dirinya 
sendiri? Menurut paham liberal (rasionalitas) yang percaya bahwa manusia 
mempunyai otonomi atas dirinya sendiri, Tuhan memberikan manusia ketaqwaan, 
yaitu: kemampuan untuk mengontrol dirinya sendiri, seperti yang tertulis dalam 
Al-Quran.

Agama/Kepercayaan lebih baik dikendalikan oleh Etika/Filsafat, bukan dengan 
Hukum karena Hukum itu bersifat represif, yang menimbulkan Rasa Takut. 
Kelemahan (Agama) Islam itu sendiri berasal dari anggapan diri bahwa Islam 
sebagai "agama langit" yang paling baik/sempurna sehingga ingin mendominasi 
(seperti penerapan Syariat Islam) agama-agama lain. Hal ini menimbulkan 
diskriminasi  yang tersimpan potensi kekerasan. "Agama Langit" membenarkan 
klaim "eksklusifitas" karena merasa yang punya "kunci keselamatan." Semestinya, 
kita mempromosikan kesetaraan agama-agama dengan meniadakan istilah "agama 
langit dan agama bumi."

Masalah ke-2 mengenai kebebasan beragama di Indonesia adalah (2) Tidak adanya 
pengertian bahwa kebebasan beragama itu adalah Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga 
tak ada otoritas apapun atau siapapun yang dapat mengintervensi keyakinan 
seseorang, sekalipun Pemerintah, Pemuka Agama atau MUI. Menteri Agama bukanlah 
Tuhan sehingga tidak sepatutnya mengatakan Ahmadiyah adalah ajaran sesat, 
apalagi mengusulkan aliran Ahmadiyah untuk kembali pada ajaran Islam yang murni 
atau mendirikan agama baru. Demikian pula Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, 
semestinya memahami bahwa HAM itu melekat pada manusia sejak dilahirkan di 
bumi, bukan pemberian dari negara atau siapapun sehingga setiap orang tidak 
bisa dipaksakan untuk beriman pada suatu aliran/agama tertentu yang dianggap 
resmi oleh pemerintah maupun pemuka agama.

Hak Asasi Manusia Dalam Beragama adalah juga termasuk hak asasi untuk tidak 
beragama atau hak untuk menjadi murtad. Kalaupun mau beriman/beragama, hal itu 
tidak dapat dipaksakan dan  merupakan keputusan pribadi seseorang. Justru pada 
masa lalu, seorang pejabat & pemimpin Islam seperti Bapak H. Agus Salim 
memiliki pemahaman yang lebih baik tentang HAM ketika beliau pernah menyatakan 
bahwa orang yang beragama dan tidak beragama punya hak hidup yang sama sebagai 
warganegara di Indonesia.

Tapi para pejabat dan pemuka agama sekarang ini justru tidak memahami hal-hal 
seperti ini. Misalnya, Hak Sipil adalah HAM yang sudah dimasukkan dalam 
Konstitusi, seperti HAM Beragama sudah tertuang dalam Pasal 29 Ayat 2 UUD'45. 
Jika telah menjadi Hak Sipil, maka Negara melalui pemerintah yang berkuasa, 
mempunyai kewajiban untuk memproteksi Hak Sipil warganya, bukan malah 
mengaturnya. Bila pemerintah tidak memproteksinya atau membiarkan penganiayaan 
yang terjadi dalam masyarakat karena masalah agama, maka hal ini dapat dianggap 
melanggar dan disebut CRIME by Omission. Jadi kelompok Ahmadiyah dan komunitas 
Eden pun sepantasnya dilindungi oleh pemerintah, bukan malah dibiarkan untuk 
dibantai oleh kelompok masyarakat lain atau dipenjarakan seperti Lia Aminuddin.

Contohnya dalam kasus Ahmadiyah di Lombok. Kelompok Ahmadiyah bukan hanya 
dibiarkan oleh Pemda setempat, dianiaya dan diusir oleh masyarakat yang tidak 
se-aliran, tapi juga ditolak untuk pindah dan hidup damai di tempat lain di 
Lombok. Mau kemana lagi mereka tinggal ? Ini adalah pelanggaran HAM besar yang 
dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa. Maka sangat wajar, bila kelompok 
Ahmadiyah mengajukan permohonan suaka politik pada negara lain. Dan bila 
permohonan suaka politik itu dikabulkan, celakalah Indonesia. President SBY 
sendiri sangat tidak mengerti masalah Hak Kebebasan Beragama ini ketika 
membiarkan masalah Ahmadiyah diselesaikan oleh masyarakat sendiri. Bila ada 
masyarakat yang mengadu biarkanlah pengadilan yang menentukannya. 
Pertanyaan-nya: Apakah Pengadilan berhak mengadili keyakinan seseorang ? Tentu 
saja tidak bisa.

Dalam kasus komunitas "Eden," pemerintah mengatakan bahwa evakuasi paksa yang 
mereka lakukan adalah dalam rangka menyelamatkan Lia "Eden" dan 
pengikut-pengikut-nya dari amukan massa. "Tapi bila istilahnya Evakuasi, kenapa 
bukannya ditempatkan ke tempat yang aman, tapi malah dipenjara ?" seru Prof. 
Dawam mengungkapkan kebingungannya. Lia "Eden" dimasukan bersama 35 orang 
lainnya dalam suatu sel penjara kecil yang di tengah-tengahnya terdapat WC yang 
kotor dan bau. Ketika menolak memberikan uang kepada sipir penjara maupun napi 
lainnya karena tidak sesuai dengan kata hatinya, maka Lia "Eden" pun mendapat 
kekerasan dari mereka sampai akhirnya beliau menawarkan jasa pemijatan pada 
para napi teman satu selnya. Para napi pun akhirnya tergugah hati mereka dan 
mereka berbalik bingung kenapa seorang seperti Lia "Eden" harus meringkuk dalam 
penjara yang sempit seperti mereka.

Negara (pemerintah-ed) tidak boleh bersikap menghakimi mana agama yang benar 
dan mana  yang sesat. Seorang Negarawan atau pemimpin yang mewakili negara 
seharusnya menganggap semua agama itu benar dan mengakomodasi kepentingan semua 
agama di negara itu. Jadi tidak sepatutnya bila seorang Ketua MPR, misalnya 
mengklaim agama yang dianutnya adalah agama yang paling benar.

Dalam sesi tanya-jawab, beberapa peserta diskusi dari UIN- Ciputat bertanya 
tentang Pluralisme. Apa yang terjadi dengan identitas agama dalam Pluralisme ? 
Apakah seorang Pluralis bisa menjadi fanatik dengan paham Pluralisme sendiri ? 
Prof. Dawam menjawab bahwa justru dalam Pluralisme, identitas tiap agama 
diakui, dipertahankan, dan dihormati. Tapi dalam Pluralisme seharusnya tidak 
ada agama yang dominan atau pengklaiman kebenaran mutlak atau ekslusif dari 
suatu kelompok/orang tertentu kemudian memaksakan klaim kebenaran itu pada 
orang lain. Pluralisme pun sangat kontradiktif dengan Fanatisme sehingga tak 
mungkin terjadi seorang yang pluralis (inklusif-ed) menjadi fanatis pada konsep 
pluralisme-nya.

Beliau pun menambahkan bahwa masyarakat Indonesia sebenarnya sudah sangat 
pluralis. Masalahnya para intelektual dan ulama-ulama (pemuka agama-ed) ini 
yang tidak bener sehingga jadi kacau. Sudah waktunya kita berpindah dari 
ortodoksi menjadi ortopraksi. Ortodoksi itu adalah tentang mengklaim kebenaran. 
Jadi bila kita masing-masing mengklaim kebenaran, maka terjadilah konflik. Tapi 
bila kita berlomba- lomba berbuat kebaikan, pasti rukun. Maka marilah kita 
mengklaim kebenaran kita itu dengan berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya.

Mona Darwich tak pernah ingat atau tahu kenapa dirinya dilahirkan dan 
dibesarkan di Libanon. Biarpun hidup dalam keluarga muslim yang taat, 
keluarganya selalu turut merayakan hari Natal bersama para tetangga lain yang 
beragama kristen. Pohon Natal di hari Natal adalah hal biasa yang terdapat 
dalam rumahnya. Demikian pula salah seorang pamannya selalu saja ada yang 
menjadi Santa Klaus di hari kelahiran Yesus Kristus itu. Padahal banyak 
paman-paman Mona menjadi Mufti (Ulama Besar) di negaranya dan juga di negara 
tetangganya, Republik Syria.

Setiap sore, sejak kecil, Mona sering diajak mengucapkan doa yang berasal dari  
Kitab Al-quran oleh neneknya. Setiap pagi, Mona pun berdoa "Bapa Kami" dalam 
bahasa Arab di sekolah "Greek Christian School." Mona sempat mengucapkan doa 
"Bapa Kami" dalam bahasa Arab di acara  kali ini dengan hikmat.

Karena bersekolah di sekolah kristen, maka Mona lebih sering menghabiskan masa 
kecilnya di dalam gereja, tapi seingat-nya, Ia tidak pernah merasa menemukan 
Tuhan baik di gereja maupun di mesjid. Justru dia menemukan Tuhan dalam 
kebaikan (Kindness).

Libanon adalah negara kecil di timur tengah dan saat itu merupakan negara yang 
paling progresif dalam menerima perbedaan antar agama (pluralisme) di antara 
negara-negara timur tengah lainnya. Karena hal itulah, Libanon menjadi negara 
yang damai, rukun dan makmur perekonomiannya. Kemudian ada rencana untuk 
memecah belah Libanon dan memisahkan masyarakatnya menurut agamanya 
masing-masing. Dalam waktu yang singkat, bermunculan lah para pemuka agama yang 
vokal, baik dari Islam maupun Kristen, yang mulai mempromosikan klaim kebenaran 
agama mereka masing-masing (Ekslusifitas). Para pemuka agama ini pun mulai 
mendikte masyarakat mana yang benar dan mana yang tidak benar serta menebar 
kebencian pada kelompok agama lain, tentu saja dengan dukungan ayat-ayat dari 
Kitab Suci mereka masing-masing. Semua ini mencapai puncaknya pada tahun 1975, 
ketika terjadi perang saudara antar agama secara fisik sampai tahun 1991, yang 
memisahkan masyarakat Kristen dan Islam di Libanon selama 16 tahun.

Pada masa 'perang agama' itu, cara yang paling efektif untuk mengidentifikasi 
mana kawan dan mana lawan adalah dengan memeriksa KTP, karena di KTP Libanon 
saat itu ada Kolom Agama. Setelah 16 tahun hidup menderita dalam perang saudara 
dan ongkos ratus ribu nyawa melayang, secara tiba-tiba masyarakat menyadari 
betapa tidak bergunanya Kolom Agama dalam KTP, maka kemudian masyarakat melalui 
beberapa orang intelektual membuat petisi dan mulai me-lobby Menteri Dalam 
Negeri untuk menghapuskan Kolom Agama dalam KTP mereka. Kemudian President 
melihat petisi dan mendengarkan dari penasihat dan bawahan- nya, serta akhirnya 
mengambil keputusan untuk menghapus Kolom Agama di KTP mereka. "It's a 
difficult task, but worthy" kata Mona yang sempat bingung ketika ditanya apa 
agamanya oleh Polisi di Jakarta ketika melaporkan kehilangan laptop-nya. "Apa 
hubungannya agama dengan kehilangan laptop ?" tanya Mona kala itu.

Mona pun sempat me-riset beberapa negara-negara tetangga di Timur Tengah, 
seperti Iran, Iraq, Yemen, Oman, UEA, Kuwaiti dan negara-negara di Afrika 
Utara, seperti Mesir dan Maroko, ternyata tak ada satu pun dari negara-negara 
itu yang mencantumkan Kolom Agama dalam KTP mereka. Hanya Arab Saudi, yang 
masih mencantumkan Kolom Agama dalam KTP mereka. Padahal di negara itu, 
walaupun terdapat komunitas Yahudi dan Kristen, 100% Kolom Agama di KTP 
warganya adalah Islam. Orang-orang non-muslim di Arab Saudi tidak punya dan 
tidak diakui haknya sebagai warga negara selayaknya orang-orang muslim.

Prof. Dawam Rahardjo pun menegaskan bahwa kolom agama yang ada di KTP adalah 
salah satu bentuk pelanggaran HAM. Ini dengan mudah dan jelas ditemukan di 
Indonesia pada para pemeluk Konghucu dan aliran kepercayaan yang ingin mengurus 
KTP maupun melakukan Surat Pernikahan. Di Ambon dan Poso, seperti di Libanon, 
kolom Agama digunakan untuk mengidentifikasi lawan untuk dibantai. Di 
kantor-kantor pemerintahan, kolom Agama digunakan untuk diskriminasi penerimaan 
dan pengangkatan bawahan.  Melihat kenyataan seperti ini, beliau melihat tidak 
ada gunanya sama-sekali pencantuman kolom Agama pada KTP, kecuali untuk 
mendiskriminasikan orang lain. Maka itu beliau akan menjadi orang pertama yang 
mendukung penghapusan kolom Agama di KTP.

Di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, Mona melihat bagaimana masyarakat 
mampu mengapresiasikan semua agama-agama Timur Tengah, sehingga terjadi 
perpaduan peradaban yang kaya akan seni dan budaya keaneka-ragamannya. 
Khususnya, dia sangat mencintai kehidupan di Indonesia karena kehangatan dan 
keramah-tamahan masyarakat. Tapi dia pun melihat adanya skenario sama yang 
pernah terjadi di negaranya, sedang terjadi di Indonesia. Klaim-klaim kebenaran 
yang ekslusif mulai disiarkan oleh pemuka-pemuka Agama dan hal ini mengingatkan 
dirinya pada apa yang terjadi pada negaranya, Libanon, tepat sebelum tahun 1975.

Bapak Anand Krishna memuji keberanian Prof. Dawam Rahardjo dalam memperjuangkan 
kebenaran dan pluralisme di Indonesia. "Banyak orang yang tahu kebenaran tapi 
tak berani mengungkapkan kebenaran. Itu tak ada gunanya" sahut beliau sambil 
bercerita bahwa Hitler bisa demikian kejam karena orang-orang baik pada jaman 
itu diam saja ketika Hitler berbuat ketidakadilan.

Beliau pun bercerita tentang sebuah kisah menarik yang baru saja beliau baca 
dari "introduction" sebuah buku mengenai "Savistri." Di tahun 1560-an, dalam 
masyarakat muslim di Iran, terbit sebuah terjemahan injil dalam bahasa persia. 
Orang-orang muslim Iran pada jaman itu tidak menunjukan keberatan mereka. 
Bahkan pada masa itu, ada kuil Hindu dan vihara Buddha di Iran. Pada tahun yang 
sama, dalam masyarakat Eropa, diterbitkan terjemahan Injil dalam bahasa 
Inggris. Penerjemahnya dibakar. Dilihat dari perbandingan ini, pada saat itu, 
masyarakat di Arab masih jauh lebih beradab dan apresiatif dibandingkan 
masyarakat di Eropa. Memang telah terjadi pembodohan luar biasa dalam 
masyarakat Arab bila dikaitkan dengan jumlah terjemahan buku berbahasa asing ke 
bahasa Arab dalam kurun waktu 700 tahun terakhir ini sama dengan jumlah 
terjemahan buku berbahasa Inggris dan bahasa-bahasa lain ke bahasa Spanyol 
dalam kurun waktu 1 tahun.

Dari buku-buku lain, beliau mendapatkan gambaran bahwa Arab sampai tahun 
600-700-an memiliki cara berpikir yang maju dan wawasan yang sangat progresif. 
Bahkan ada referensinya bahwa pada jaman Ali bin Thalib, Ali mempekerjakan 
orang-orang India dan mempersilakan pekerjanya untuk membangun kuil Hindu. 
Anehnya, referensi-referensi seperti ini tidak pernah diungkapkan oleh para 
ulama-ulama.

Masalah definisi agama pun, beliau sependapat dengan Prof. Dawam bahwa tidak 
boleh seorang/lembaga manapun yang bisa memutuskan apakah suatu 
aliran/kepercayaan lain adalah suatu agama resmi atau bukan. Bagi beliau, 
salamullah pun adalah agama. Bahkan di Amerika barangkali, setiap tahun pasti 
bertambah jumlah agama yang muncul dan terdaftar. Orang berkulit hitam di sana 
mulai berpikir untuk mengadopsi sebuah agama asal mereka di Afrika, yang 
merupakan kombinasi antara Islam dan Kristen, yaitu Krislam.

Bapak Anand Krishna setuju dengan Prof. Dawam tentang Fanatisme dan Pluralisme. 
Ke-2 paham ini jelas berbeda sekali satu dengan lainnya. Fanatisme 
terkonsentrasi pada satu arah, sedangkan Pluralisme tidak terfokus pada arah 
manapun. Jadi tidak mungkin seorang inklusif berpaham fanatis.

Beliau pun membantah anggapan bahwa setiap agama pasti mengklaim kebenaran 
ekslusif, karena misalnya, bila Hindu disebut agama (atau falsafah hidup), maka 
agama Hindu tidak pernah mengajarkan klaim kebenaran ekslusif bagi umatnya. 
Krishna mengatakan di Bhagavan Gita : "jalan manapun yang kau tempuh kau akan 
menemukan-Ku."

Klaim kebenaran adalah sumber perpecahan dan konflik. Ini yang harus kita 
hindari. "Apalagi bila sudah mempelajari agama lain tapi masih mengklaim 
kebenaran, itu goblok, tapi masih ok karena orang goblok masih bisa diajarkan" 
kata beliau, "tapi yang lebih berbahaya adalah bila mengklaim kebenaran tapi 
tidak mau mempelajari agama lain, itu kekerasan. Itu kejahatan."

"Ada seorang teman datang ke sini dan memberitahukan kita bahwa dia telah 
mendirikan Jaringan Kafir Liberal. Maka saya menambahkan sebaris kalimat di 
kartu namanya : 'Kami juga menerima orang-orang beriman sebagai anggota'." 
canda Bapak Anand Krishna. Tapi ada syair yang luar biasa dari Savistri, yang 
mengatakan bahwa bila ingin menjadi kafir, jadilah kafir yang sejati. Savistri 
adalah seorang pesajak sufi yang luar biasa dan dikagumi oleh banyak sufi di 
India. Jadi bagi seorang Savistri, orang kafir yang sejati itu telah memasang 
hijab, menutup diri begitu rapat terhadap segala sesuatu yang membeda- bedakan 
sehingga di dalam tabir pun dia melihat Allah. Ini pun pemahaman Islam. 
Demikian pula ajaran-ajaran sufistik peninggalan Hazrat Inayat Khan pun adalah 
pemahaman Islam. Pemahaman Islam bukanlah hanya pemahaman Wahabi ataupun 
pemahaman yang diajarkan dalam Pesantren Gontor. Hal ini yang harus kita 
sadari. Jangan sampai kita terjebak ke dalam perangkap label agama semata.

Pada segmen terakhir acara ini, akhirnya, disepakati oleh para peserta, 
pembicara serta panitia acara diskusi ini untuk menindak lanjuti usulan 
penghapusan kolom agama dalam KTP secara nyata dengan menandatangai sebuah 
petisi yang nantinya akan diajukan kepada president melalui Menteri Dalam 
Negeri. Ada yang berminat ikut menandatangani petisi ini ?

Silakan hubungi: National Integration Movement 
Kompleks Ruko Golden Fatmawati, 
Jl. RS Fatmawati, Blok J/35 Lt. 3, 12420, 
Jakarta Selatan, Tel./Fax.021-7669618 
Email: n [EMAIL PROTECTED] 
Website: www.nationalintegrationmovement.org 

dilaporkan oleh Joehanes 


Situs Buddhis Kalyanadhammo selalu hadir dengan bahan bacaan yang OKE punya 
buat anda. Akses saja di http://www.Kalyanadhammo.net atau 
http://welcome.to/bbcid

Ingin ikut berdiskusi..? kirimkan email anda ke [EMAIL PROTECTED]



    
---------------------------------
  YAHOO! GROUPS LINKS 

    
    Visit your group "mubi" on the web.
    
    To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
    
    Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. 

    
---------------------------------
  



            
---------------------------------
New Yahoo! Messenger with Voice. Call regular phones from your PC for low, low 
rates.
            
---------------------------------
New Yahoo! Messenger with Voice. Call regular phones from your PC for low, low 
rates.

[Non-text portions of this message have been removed]



Quotes : 
"Religion is a set of social and political institutions and spirituality is a 
private pursuit which may or may not take place in a church setting."
- D. Patrick Miller -





  
---------------------------------
  Yahoo! Groups Links
    
   To visit your group on the web, go to:
http://asia.groups.yahoo.com/group/mayapadaprana/
    
   To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
    
   Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. 



                
---------------------------------
To help you stay safe and secure online, we've developed the all new Yahoo! 
Security Centre.
                
---------------------------------
To help you stay safe and secure online, we've developed the all new Yahoo! 
Security Centre.

[Non-text portions of this message have been removed]



Quotes : 
"Religion is a set of social and political institutions and spirituality is a 
private pursuit which may or may not take place in a church setting."
 - D. Patrick Miller -


 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://asia.groups.yahoo.com/group/mayapadaprana/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://asia.docs.yahoo.com/info/terms
 



Kirim email ke