Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh

Alhamdulillahi rabbil `alamin, washshalatu wassalamu `ala sayyidil
mursalin, wa ba`du,



Istilah pacaran itu sebenarnya bukan bahasa hukum, karena pengertian dan 
batasannya tidak sama
buat setiap orang. Dan sangat mungkin berbeda dalam setiap budaya. Karena itu 
kami tidak akan
menggunakan istilah `pacaran` dalam masalah ini, agar tidak salah konotasi.


I. Tujuan Pacaran

Ada beragam tujuan orang berpacaran. Ada yang sekedar iseng, atau mencari teman 
bicara, atau lebih
jauh untuk tempat mencurahkan isi hati. Dan bahkan ada juga yang memang 
menjadikan masa pacaran
sebagai masa perkenalan dan penjajakan dalam menempuh jenjang pernikahan.

Namun tidak semua bentuk pacaran itu bertujuan kepada jenjang pernikahan. 
Banyak diantara pemuda
dan pemudi yang lebih terdorong oleh rasa ketertarikan semata, sebab dari sisi 
kedewasaan, usia,
kemampuan finansial dan persiapan lainnya dalam membentuk rumah tangga, mereka 
sangat belum siap.

Secara lebih khusus, ada yang menganggap bahwa masa pacaran itu sebagai masa 
penjajakan, media
perkenalan sisi yang lebih dalam serta mencari kecocokan antar keduanya. Semua 
itu dilakukan
karena nantinya mereka akan membentuk rumah tangga. Dengan tujuan itu, sebagian 
norma di tengah
masyarakat membolehkan pacaran. Paling tidak dengan cara membiarkan pasangan 
yang sedang pacaran
itu melakukan aktifitasnya. Maka istilah apel malam minggu menjadi fenomena 
yang wajar dan
dianggap sebagai bagian dari aktifitas yang normal.



II. Apa Yang Dilakukan Saat Pacaran ?

Lepas dari tujuan, secara umum pada saat berpacaran banyak terjadi hal-hal yang 
diluar dugaan.
Bahkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa aktifitas pacaran pelajar dan 
mahasiswa sekarang ini
cenderung sampai kepada level yang sangat jauh. Bukan sekedar kencan, 
jalan-jalan dan berduaan,
tetapi data menunjukkan bahwa ciuman, rabaan anggota tubuh dan bersetubuh 
secara langsung sudah
merupakan hal yang biasa terjadi.

Sehingga kita juga sering mendengar istilah "chek-in", yang awalnya adalah 
istilah dalam dunia
perhotelan untuk menginap. Namun tidak sedikit hotel yang pada hari ini berali 
berfungsi sebagai
tempat untuk berzina pasangan pelajar dan mahasiswa, juga pasanga-pasangan 
tidak syah lainnya.
Bahkan hal ini sudah menjadi bagian dari lahan pemasukan tersendiri buat 
beberapa hotel dengan
memberi kesempatan chek-in secara short time, yaitu kamar yang disewakan secara 
jam-jaman untuk
ruangan berzina bagi para pasangan di luar nikah.

Pihak pengelola hotel sama sekali tidak mempedulikan apakah pasangan yang 
melakukan chek-in itu
suami istri atau bulan, sebab hal itu dianggap sebagai hak asasi setiap orang.

Selain di hotel, aktifitas percumbuan dan hubungan seksual di luar nikah juga 
sering dilakukan di
dalam rumah sendiri, yaitu memanfaatkan kesibukan kedua orang tua. Maka para 
pelajar dan mahasiswa
bisa lebih bebas melakukan hubungan seksual di luar nikah di dalam rumah mereka 
sendiri tanpa
kecurigaan, pengawasan dan perhatian dari anggota keluarga lainnya.

Data menunjukkan bahwa seks di luar nikah itu sudah dilakukan bukan hanya oleh 
pasangan mahasiswa
dan orang dewasa, namun anak-anak pelajar menengah atas (SLTA) dan menengah 
pertama (SLTP) juga
terbiasa melakukannya. Pola budaya yang permisif (serba boleh) telah menjadikan 
hubungan pacaran
sebagai legalisasi kesempatan berzina. Dan terbukti dengan maraknya kasus 
`hamil di luar nikah`
dan aborsi ilegal.

Fakta dan data lebih jujur berbicara kepada kita ketimbang apologi. Maka 
jelaslah bahwa praktek
pacaran pelajar dan mahasiswa sangat rentan dengan perilaku zina yang oleh 
sistem hukum di negeri
ini sama sekali tidak dilarang. Sebab buat sistem hukum sekuluer warisan 
penjajah, zina adalah hak
asasi yang harus dilindungi. Sepasang pelajar atau mahasiswa yang berzina, 
tidak bisa dituntut
secara hukum. Bahkan bila seks bebas itu menghasilkan hukuman dari Allah berupa 
AIDS, para
pelakunya justru akan diberi simpati.







III. Pacaran Dalam Pandangan Islam



a. Islam Mengakui Rasa Cinta

Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang 
memiliki rasa
cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada 
wanita (lawan jenis)
dan lain-lainnya.

`Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: 
wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, 
binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat 
kembali yang baik
.`(QS. Ali Imran :14).

Khusus kepada wanita, Islam menganjurkan untuk mewujudkan rasa cinta itu dengan 
perlakuan yang
baik, bijaksana, jujur, ramah dan yang paling penting dari semua itu adalah 
penuh dengan
tanggung-jawab. Sehingga bila seseorang mencintai wanita, maka menjadi 
kewajibannya untuk
memperlakukannya dengan cara yang paling baik.

Rasulullah SAW bersabda,`Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang 
paling baik
terhadap pasangannya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap 
istriku`.

b. Cinta Kepada Lain Jenis Hanya Ada Dalam Wujud Ikatan Formal

Namun dalam konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala 
ikatan di antara
mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya 
bukan sebuah cinta,
melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.

Sebab cinta dalam pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab yang tidak 
mungkin sekedar
diucapkan atau digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji 
muluk-muluk lewat SMS,
chatting dan sejenisnya. Tapi cinta sejati haruslah berbentuk ikrar dan 
pernyataan tanggung-jawab
yang disaksikan oleh orang banyak.

Bahkan lebih `keren`nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, 
melainkan kepada
ayah kandung wanita itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan 
berikrar dan melakukan
ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi pendamping 
hidupnya, mencukupi
seluruh kebutuhan hidupnya dan menjadi `pelindung` dan `pengayomnya`. Bahkan 
`mengambil alih`
kepemimpinannya dari bahu sang ayah ke atas bahunya.

Dengan ikatan itu, jadilah seorang laki-laki itu `laki-laki sejati`. Karena dia 
telah menjadi
suami dari seorang wanita. Dan hanya ikatan inilah yang bisa memastikan apakah 
seorang laki-laki
itu betul serorang gentlemen atau sekedar kelas laki-laki iseng tanpa nyali. 
Beraninya hanya
menikmati sensasi seksual, tapi tidak siap menjadi "the real man".

Dalam Islam, hanya hubungan suami istri sajalah yang membolehkan terjadinya 
kontak-kontak yang
mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan, cium dan juga seks. 
Sedangkan di luar nikah,
Islam tidak pernah membenarkan semua itu. Akhlaq ini sebenarnya bukan hanya 
monopoli agama Islam
saja, tapi hampir semua agama mengharamkan perzinaan. Apalagi agama Kristen 
yang dulunya adalah
agama Islam juga, namun karena terjadi penyimpangan besar sampai masalah sendi 
yang paling pokok,
akhirnya tidak pernah terdengar kejelasan agama ini mengharamkan zina dan 
perbuatan yang
menyerampet kesana.

Sedangkan pemandangan yang kita lihat dimana ada orang Islam yang melakukan 
praktek pacaran dengan
pegang-pegangan, ini menunjukkan bahwa umumnya manusia memang telah terlalu 
jauh dari agama.
Karena praktek itu bukan hanya terjadi pada masyarakat Islam yang nota bene 
masih sangat kental
dengan keaslian agamanya, tapi masyakat dunia ini memang benar-benar telah 
dilanda degradasi
agama.

Barat yang mayoritas nasrani justru merupakan sumber dari hedonisme dan 
permisifisme ini. Sehingga
kalau pemandangan buruk itu terjadi juga pada sebagian pemuda-pemudi Islam, 
tentu kita tidak
melihat dari satu sudut pandang saja. Tapi lihatlah bahwa kemerosotan moral ini 
juga terjadi pada
agama lain, bahkan justru lebih parah.

c. Pacaran Bukan Cinta

Melihat kecenderungan aktifitas pasangan muda yang berpacaran, sesungguhnya 
sangat sulit untuk
mengatakan bahwa pacaran itu adalah media untuk saling mencinta satu sama lain. 
Sebab sebuah cinta
sejati tidak berbentuk sebuah perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di 
suatu kesempatan
tertentu lalu saling bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan diteruskan 
dengan janji bertemu
langsung.

Semua bentuk aktifitas itu sebenarnya bukanlah aktifitas cinta, sebab yang 
terjadi adalah kencan
dan bersenang-senang. Sama sekali tidak ada ikatan formal yang resmi dan 
diakui. Juga tidak ada
ikatan tanggung-jawab antara mereka. Bahkan tidak ada kepastian tentang 
kesetiaan dan seterusnya.

Padahal cinta itu adalah memiliki, tanggung-jawab, ikatan syah dan sebuah harga 
kesetiaan. Dalam
format pacaran, semua instrumen itu tidak terdapat, sehingga jelas sekali bahwa 
pacaran itu sangat
berbeda dengan cinta.

d. Pacaran Bukanlah Penjajakan / Perkenalan

Bahkan kalau pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan 
penjajakan, atau
perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah 
anggapan yang benar.
Sebab penjajagan itu tidak adil dan kurang memberikan gambaran sesungguhnya 
atas data yang
diperlukan dalam sebuah persiapan pernikahan.

Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas 
tentang apa saja
yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4 kriteria 
yang terkenal itu.

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW berdabda,`Wanita itu dinikahi karena 
4 hal : [1]
hartanya, [2] keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka 
perhatikanlah agamanya kamu
akan selamat. (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa` fiddin nomor 4700, Muslim 
Kitabur-Radha` Bab
Istihbabu Nikah zatid-diin nomor 2661)

Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan bila ketika seorang memilih 
pasangan hidup untuk
mengetahui hal-hal yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung 
oleh yang
bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak keluarga 
menjadi sangat penting.

Inilah proses yang dikenal dalam Islam sebagai ta`aruf. Jauh lebih bermanfaat 
dan objektif
ketimbang kencan berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yang sedang kencan 
adalah menampilkan
sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka mengenakan pakaian yang 
terbaik, bermake-up,
berparfum dan mencari tempat-tempat yang indah dalam kencan. Padahal nantinya 
dalam berumah tangga
tidak lagi demikian kondisinya.

Istri tidak selalu dalam kondisi bermake-up, tidak setiap saat berbusana 
terbaik dan juga lebih
sering bertemu dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum dan acak-acakan. 
Bahkan rumah yang
mereka tempati itu bukanlah tempat-tempat indah mereka dulu kunjungi 
sebelumnya. Setelah menikah
mereka akan menjalani hari-hari biasa yang kondisinya jauh dari suasana 
romantis saat pacaran.

Maka kesan indah saat pacaran itu tidak akan ada terus menerus di dalam 
kehidupan sehari-hari
mereka. Dengan demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yang jujur, 
sebaliknya bisa dikatakan
sebuah penyesatan dan pengelabuhan.

Dan tidak heran bila kita dapati pasangan yang cukup lama berpacaran, namun 
segera mengurus
perceraian belum lama setelah pernikahan terjadi. Padahal mereka pacaran 
bertahun-tahun dan
membina rumah tangga dalam hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan melainkan 
ajang kencan saja.


Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Antum menerima E-Mail ini karena antum tergabung dalam  Google Groups yaitu 
"Media Muslim Group". (Group Situs www.mediamuslim.info)
Untuk mengirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya kirimkan 
email ke mediamusliminfo@googlegroups.com

Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi 
http://groups.google.com/group/mediamusliminfo
Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke