Al-Wala’ wal Bara’ dan Kelembutan Islam


Sebagian orang mempunyai anggapan bahwa jika akidah al-wala’ wal bara’
diterapkan dan ditegakkan akan menggugurkan prinsip Islam yang lain, yaitu
berbuat baik, toleransi, dan penuh kelembutan. Akibatnya, anggapan ini
mendorong mereka untuk menggugurkan akidah al-wala’ wal bara’ serta
cenderung berlebihan dalam menerapkan prinsip Islam lainnya, seperti kasih
sayang tanpa batas, toleransi tanpa batas, dan kelembutan tanpa batas.



Padahal tidak ada pertentangan antara akidah al-wala’ wal bara’ dengan
prinsip Islam yang menjunjung tinggi sikap toleransi, kasih sayang, dan
kelembutan. Keduanya adalah bagian dari agama Allah (Islam). Islam adalah
agama yang berlandaskan keadilan dan pertengahan antara sikap berlebihan
(ghuluw) dan sikap meremehkan serta menganggap enteng. Allah berfirman:



”Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (al-Anbiya: 107)



“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. Dan Kami tidak
menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali
bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak
akan menyia-nyiakan iman kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.” (al-Baqarah: 143)



Kata الْوَسَطُ (pertengahan) dalam ayat ini ditafsirkan oleh Nabi dengan
“keadilan”, sebagaimana dalam hadits riwayat Ahmad (no. 11068, 11271,
11283, dan 11558).



Berkenaan dengan ayat ini pula, Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya mengemukakan,
“Sesungguhnya Allah menyifati mereka sebagai ahlul wasath semata-mata
karena sikap pertengahannya dalam agama. Mereka bukanlah orang-orang yang
berlebihan (ghuluw) seperti kaum Nasrani yang bersikap ghuluw terhadap
pendeta-pendetanya (rahib) dan terhadap Isa. Mereka bukan pula orang-orang
yang bersikap meremehkan dan cenderung menganggap enteng, seperti kaum
Yahudi yang bersikap seperti itu sehingga berani mengubah kitab Allah,
membunuh para nabi, mendustakan dan kufur terhadap Allah. Semua ini
menunjukkan bahwa yang paling disukai oleh Allah dalam setiap urusan adalah
yang tengah-tengah.” (Tafsir ath-Thabari dalam Maktabah Syamilah)



Allah berfirman:



“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia
(Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan
(begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas
dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali
Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan
sebaik-baik Penolong.” (al-Hajj: 78)



“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
(al-Baqarah: 185)



Rasulullah bersabda:



“Sesungguhnya aku diutus membawa agama yang lurus lagi mudah.” (HR. Ahmad
no. 24855 dari ‘Aisyah, dikuatkan oleh riwayat lain dari sahabat Ibnu
Abbas. Hadits ini diriwayatkan juga oleh al-Imam al-Bukhari secara mu’allaq
dalam Shahih-nya “Kitabul Iman, Bab Agama Itu Mudah”)



*Bukti tidak adanya pertentangan antara al-wala’ wal bara’ dan kelembutan
dienul Islam adalah sebagai berikut.*



*1. Islam tidak memaksa seorang kafir pun untuk masuk Islam.*



Allah berfirman:



“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 256)



Oleh karena itu, di masa pemerintahan Islam yang silam, rakyat yang hidup
di bawah pemerintahannya tetap terlindungi darahnya, meski mereka tetap
memilih agamanya yang selain Islam.



Adapun yang diperangi bukan semata-mata karena memilih agama selain Islam.
Mereka diperangi karena permusuhan dan penentangan mereka terhadap Islam.



*2. Islam memberikan kebebasan kepada orang-orang kafir dzimmi untuk
bertempat tinggal dan berpindah ke tempat mana pun dari belahan negeri
Islam, selain tanah suci dan jazirah Arab.*



*3. Islam menjaga perjanjian yang ditetapkan dengan orang-orang kafir,
selama mereka tetap menjaganya.*



Allah berfirman:



”Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian
(dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi
perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi
kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (at-Taubah: 4)



*4. Islam melindungi darah kafir dzimmi dan mu’ahad (yang terikat
perjanjian) jika mereka menunaikannya dengan baik.*



Nabi bersabda, “Siapa pun yang memberikan jaminan perlindungan kepada jiwa
seseorang, tetapi kemudian ia membunuhnya, aku berlepas diri darinya,
walaupun (kenyataannya) yang dibunuh itu seorang kafir.” (HR. Ahmad no.
21946, 21947, 21948 dan Ibnu Majah no. 2688, dll)



Ibnu Hazm menyatakan, “(Ulama) telah bersepakat bahwa darah kafir dzimmi
yang tidak menggugurkan dzimmah (jaminannya) adalah haram (untuk
ditumpahkan).” (Maratib al-Ijma’, no. 138)



*5. Islam tidak mengabaikan penunaian hak terhadap kerabat meskipun berbeda
agama.*



Allah berfirman:



”Dan jika keduanya (ibu-bapak) memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
(Luqman: 15)



Diriwayatkan dari Asma’ bintu Abi Bakr, ia berkata, “Ibuku datang menemuiku
sedangkan dia seorang musyrik. Aku segera meminta fatwa kepada Rasulullah,
’Wahai Rasulullah, ibuku datang kepadaku dalam keadaan ingin menyambung
tali silaturahim. Apakah aku harus menerimanya?’ Rasulullah menjawab, ’Ya,
terima dan sambung tali silaturahim dengan ibumu’.” (HR. al-Bukhari no.
2620, 3183, 5978, 5979 dan Muslim no. 1003)



Dari sahabat Ibnu Abbas, ia berkata:



“Suatu ketika Abu Thalib paman Nabi sakit, lalu Nabi menjenguknya.” (HR.
Ahmad no. 2008, 3419, at-Tirmidzi no. 3232, Ibnu Hibban no. 6686, al-Hakim
2/432, dan beliau mensahihkannya)



*6. Islam memandang bahwa berbuat baik dan bersikap adil adalah hak bagi
siapa pun yang tidak memerangi kaum muslimin.*



Allah berfirman:



“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu,
dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan
mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
(al-Mumtahanah: 8—9)



Sikap adil wajib ditegakkan kepada setiap orang, sekalipun terhadap orang
yang kita harus membencinya, dengan cara yang benar, seperti kalangan
orang-orang kafir yang memusuhi dan memerangi kita. Allah berfirman:



“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Maidah: 8)



“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.” (al-Baqarah: 190)



Untuk itulah, Nabi mewanti-wanti kita agar berhati-hati dari doa orang yang
dizalimi walaupun seorang kafir. Beliau bersabda:



“Berhati-hatilah kalian dari doa orang yang dizalimi, walaupun ia seorang
kafir, karena tidak ada penghalang di balik doanya. (HR. Ahmad no. 12549.
Hadits ini mempunyai penguat dari riwayat lain, lihat Silsilah al-Ahadits
ash-Shahihah no. 767. Ibnu Hajar juga memberikan komentar terhadap hadits
ini dalam Fathul Bari 1/535)



Nyata jelas hubungan antara al-wala’ wal bara’ dan perbuatan baik dalam
Islam. Hal ini tentu semakin mengukuhkan bahwa agama ini tegak di atas
keadilan dan memerintahkan untuk menegakkan keadilan terhadap musuh
sekalipun.



Maka dari itu, Islamlah satu-satunya agama yang pantas dianut oleh seluruh
manusia, dijadikan tempat bernaung, dan solusi dari segala masalah di bumi
Allah dan antara hamba-hamba Allah.



Wallahu a’lam.



Sumber: http://asysyariah.com/

-- 
Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam  Google Groups yaitu 
"Media Muslim Group". (Group Situs  http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com). Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan 
lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah 
menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan 
apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian 
satu-per-satu. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi 
http://groups.google.com/group/mediamusliminfo
Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com

Kirim email ke