Bentuk-bentuk Muwalah Terhadap Orang Kafir


Bahaya memberikan muwalah kepada orang-orang kafir sangat jelas bagi kaum
muslimin secara umum. Kerusakan yang ditimbulkan jauh lebih besar dari
sekadar kerusakan karena mengubah akidah alias pindah agama. Namun
demikian, dosa bermuwalah terhadap orang kafir itu bertingkat-tingkat. Ada
yang merupakan dosa besar, ada pula yang sampai pada tingkat kekafiran.Oleh
karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui bentuk-bentuk muwalah
terhadap orang-orang kafir. Berikut ini perincian dari hal tersebut.



*1. Ridha dengan kekafiran orang-orang kafir dan tidak mengafirkannya, atau
ragu-ragu terhadap kekafirannya, atau bahkan cenderung membenarkan jalan
hidupnya.*



*2. Memberikan loyalitas kepada mereka secara umum, atau mengambilnya
sebagai penolong, pembela, pemimpin, atau bahkan malah memeluk agamanya. *



Allah berfirman:



“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali
(penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat
demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena
(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah
memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Hanya kepada Allah
kembali(mu).” (Ali Imran: 28)



Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya berkata, “Siapa saja yang menjadikan
orang-orang kafir sebagai penolong, pembantu, dan mencintai agamanya,
berarti dia telah bara’ (berlepas diri) dari Allah. Allah pun bara’ darinya
lantaran ia telah murtad dari agama dan masuk ke dalam kekafiran.” (Tafsir
ath-Thabari dalam Maktabah Syamilah)



Allah berfirman:



“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu). Sebagian mereka adalah
pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim.” (al-Maidah: 51)



*3. Beriman kepada sebagian kekufuran yang ada pada diri mereka, atau
menjadikan mereka sebagai hakim (pemutus perkara). *



Allah berfirman:



”Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari
Al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt (sihir) dan thaghut (sesembahan selain
Allah), serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah), bahwa
mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.” (an-Nisa:
51)



*4. Menyayangi dan mencintai orang-orang kafir.*



Allah telah melarang hal ini dalam firman-Nya:



“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang
Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.
Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (al-Mujadilah: 22)



Dalam ayat ini, Allah mengabarkan bahwa tidak akan didapati seorang mukmin
memberikan kasih sayang atau kecintaan kepada orang-orang yang memerangi
Allah dan Rasul-Nya, karena sesungguhnya pengaruh keimanan akan menafikan
kecintaan yang seperti ini.



Jika ada keimanan, hilanglah yang menjadi lawannya yaitu loyalitas kepada
musuh-musuh Allah. Jika ada seseorang yang memberikan loyalitas kepada
musuh-musuh Allah dengan hatinya, itu merupakan tanda ketiadaan keimanan
yang seharusnya ada. Allah berfirman:



“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan
musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka
(berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang. Padahal sesungguhnya
mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir
Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Rabbmu. Jika
kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku
(janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia
(berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih
mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang
siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah
tersesat dari jalan yang lurus.” (al-Mumtahanah: 1)



*5. Condong atau memihak kepada mereka.*



Allah berfirman:



“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai
seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi
pertolongan.” (Hud: 113)



Al-Imam al-Qurthubi berkata, “Condong atau memihak hakikatnya adalah
bersandar dan bertumpu serta cenderung kepada sesuatu dan ridha kepadanya.”



Menurut al-Imam Qatadah, makna ayat ini adalah “Jangan kalian berikan
kecintaan kepada mereka dan jangan kalian menaatinya.”



Adapun menurut Ibnu Juraij dari Ibnu Abbas, “Janganlah kalian condong
kepada mereka.”



*6. Bersikap lunak, tenggang rasa, dan penuh basa-basi.*



Hal ini sering menimpa kaum muslimin yang umumnya memberikan penilaian
bahwa musuh-musuh Allah melebihinya dalam kekuatan materi. Bahkan, ada yang
sudah sampai pada tingkatan menyebut musuh-musuh Allah sebagai simbol
kehebatan dan kemajuan. Akhirnya, tidak sedikit yang mulai melirik dan
meniru cara beragama mereka demi menggapai sebuah “kemajuan”. Hal ini
dilakukan agar musuh-musuh Allah tidak menganggapnya sebagai muslim yang
fanatik terhadap agamanya. Allah berfirman:



“Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap
lunak (pula kepadamu).” (al-Qalam: 9)



Sungguh benar sabda Rasulullah:



”Kalian pasti akan mengikuti tata cara (beragama) orang-orang sebelum
kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai kalau
mereka masuk lubang dhabb, kalian pun akan mengikutinya.” (HR. al-Bukhari)



*7. Menjadikan mereka sebagai teman dekat atau istimewa.*



Allah berfirman:



“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu, (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang
menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami
terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Ali Imran:
118)



Di dalam Sunan Abi Dawud, Rasulullah bersabda:



“Seseorang itu diukur melalui agama temannya. Maka dari itu, lihatlah
dengan siapa salah seorang kalian berteman.”



Keterangan di atas menunjukkan keharusan membenci dan tidak bersikap loyal
(setia) kepada orang-orang kafir dan pelaku maksiat dari kalangan ahlul
bid’ah serta yang semisalnya. Berkawan dekat dengan orang-orang kafir dan
condong kepada mereka berarti kekufuran atau kemaksiatan, karena pergaulan
hal itu tidaklah terjadi melainkan karena adanya kecintaan. Allah berfirman:



“Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir
condong sedikit kepada mereka, kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami
akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu
(pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat
seorang penolong pun terhadap Kami.” (al-Isra: 74—75)



*8. Menaati perintahnya.*



Allah dengan jelas melarang perbuatan itu. Allah berfirman:



“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya
di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua
matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan
janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari
mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.” (al-Kahfi: 28)



“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati orang-orang yang kafir
itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu
jadilah kamu orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 149)



Allah juga berfirman:



“Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka
membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah
menjadi orang-orang yang musyrik.” (al-An’am: 121)



Al-Imam Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir-nya, “Jika kalian menaati mereka,
pasti kalian menjadi musyrik. Karena dengan itu, berarti kalian beralih
dari perintah Allah dan syariat-Nya kepada ucapan yang lain. Kalian lebih
cenderung mendahulukannya daripada Allah. Inilah kemusyrikan, seperti dalam
firman Allah:



”Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan
selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putra Maryam,
padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah yang Esa, tidak ada Ilah (yang
berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.” (at-Taubah: 31)



*9. Duduk dan bergabung bersama mereka, pada saat mereka mengolok-olok ayat
Allah.*



Allah berfirman:



“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al-Qur’an
bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk
bersama mereka, sehingga mereka mengalihkan pembicaraan yang lain. Karena
sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan
mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang
kafir di dalam Jahannam.” (an-Nisa: 140)



Ibnu Jarir berkata, “Maksud dari adalah apabila kalian duduk bersama
orang-orang yang mengufuri ayat-ayat Allah serta mengolok-oloknya dan
kalian mendengarnya, berarti kalian sama seperti mereka jika kalian tidak
meninggalkan mereka pada saat itu, karena dengan begitu kalian telah
bermaksiat kepada Allah.” (Tafsir ath-Thabari dalam Maktabah Syamilah)



*10. Ridha dengan segala perbuatan mereka dan meniru gaya hidupnya
(tasyabbuh).*



*11. Membantu dan membela kezalimannya.*



*12. Memuji dan menyebarkan kelebihan-kelebihannya.*



*13. Menyukseskan program-programnya yang batil, membeberkan kelemahan kaum
muslimin, dan berperang di barisan mereka.*



*14. Pindah dari negeri Islam ke negeri kafir karena membenci kaum muslimin
dan mencintai orang-orang kafir, dll.*



Penutup



Al-wala’ wal bara’ adalah bentuk realisasi sebuah keyakinan. Allah
berfirman:



”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 256)



Allah menghendaki kemuliaan bagi seorang muslim, bahkan seluruh muslim di
muka bumi ini. Maka dari itu, ketika seorang muslim memberikan wala’ kepada
Allah, Rasul-Nya, agama-Nya, dan kepada kaum mukminin, tentu dengan
demikian ia akan mendapatkan kemuliaan dengan sebenar-benarnya.

Pengetahuan seorang muslim terhadap al-wala’ wal bara’ akan mendorongnya
untuk memberikan wala’, kecintaan, dan pembelaan kepada kaum mukminin
seluruhnya. Ia akan senantiasa bersama saudara-saudaranya kaum mukminin
dengan hati, lisan, darah, dan hartanya. Ia akan merasakan sakit di saat
saudara-saudaranya sakit. Ia pun akan merasakan kegembiraan di saat
saudara-saudaranya gembira.



Di samping itu, ia akan memberikan bara’ dan kebenciannya kepada seluruh
orang kafir, murtad, atau munafik. Ia akan berjihad melawan mereka semua
dengan jiwa, harta, lisan, dan tulisan sesuai dengan kemampuannya.



Intinya, seorang muslim yang mengetahui hakikat al-wala’ wal bara’ akan
mengetahui kepada siapa ia harus memberikan wala’ dan kepada siapa dia
harus menampakkan bara’. Dia akan mengetahui apa yang diinginkan oleh Islam
dari dirinya dan sikap apa yang diinginkan oleh Islam terhadap
musuh-musuhnya. Dia pun menjadi seorang muslim sejati dengan kemuliaan dari
Allah karena dia yakin bahwa Allah bersamanya. Dia-lah yang telah berfirman:



”Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 139)



Wallahu a’lam.



Sumber: http://asysyariah.com/

-- 
Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam  Google Groups yaitu 
"Media Muslim Group". (Group Situs  http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com). Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan 
lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah 
menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan 
apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian 
satu-per-satu. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi 
http://groups.google.com/group/mediamusliminfo
Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com

Kirim email ke